Rayndra Syahdan Mahmudin, S.S.T., M.M.A., seorang pemuda asal Magelang dengan berani memilih jalan yang tidak biasa. Dibandingkan menggunakan gelar magister Manajemen Agribisnis-nya untuk bekerja di sektor formal, ia justru memutuskan untuk berkecimpung langsung di balik kandang domba.
Perjalanannya tidak mulus, terutama adanya pertentangan dari orang tua yang memiliki pandangan lain terhadap dunia pertanian. Namun, kini ia menunjukkan kesuksesannya bahkan terpilih sebagai Ketua Umum Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan (DPM/DPA) untuk periode 2025–2030.
Berani Menentang Arus untuk Meraih Impian
Keputusan Rayndra untuk menjadi peternak domba bukanlah keputusan yang instan dan mudah. Ia harus berhadapan dengan tentangan, terutama dari keluarganya sendiri.
Pada awalnya, keluarga Rayndra menganggap dunia pertanian atau peternakan kurang menguntungkan. Berbeda dengan pendapat tersebut, Rayndra justru aykin akan potensi besar di sektor peternakan.
“Tapi memang hambatannya cukup besar justru di lingkungan keluarga sendiri. Banyak yang tidak percaya kalau sektor pertanian itu menguntungkan. Tetapi saya berusaha membuktikan, dan alhamdulillah usaha saya di bidang pertanian menjadi baik, dan juga berkembang pesat,” ujar Rayndra.
Keyakinannya ini berakar dari latar belakang pendidikannya yang kuat di bidang pertanian dan peternakan. Ia memulai pendidikan formal di bidang pertanian dimulai dari SMKN 1 Ngablak jurusan pertanian. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S1 Peternakan di Politeknik Pertanian Yogyakarta-Magelang, kemudian meneruskan pendidikan S2 Agribisnis. Baginya, sektor pertanian adalah sektor yang abadi dan masih akan sangat dibutuhkan.
“Jadi, selama manusia masih ada di dunia ini, tentu pasti butuh pangan, dan pangan tidak lepas dari sektor pertanian. Sehingga sektor pertanian ini sangat saya yakini menguntungkan,” tegasnya.
Membangun “Kerajaan Domba” dengan Strategi Bisnis dan Teknologi Modern
Rayndra berhasil memiliki "kerajaan domba". Bukan berlebihan, sebab ia telah memiliki ratusan domba. Keberhasilannya merupakan kombinasi dari pengetahuan akademis, penerapan teknologi modern, dan strategi bisnis yang cerdas.
Peternak di Dusun Semen, Desa Trenten, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang ini berhasil memasarkan 100-200 ekor domba per bulan dengan omzet minimal Rp130 juta hingga Rp260 juta.
Domba-domba tersebut adalah hasil pembesaran selama 2 bulan dari bobot awal 15 kg menjadi rata-rata 25 kg per ekor. Ia biasa menjual dengan harga Rp55.000 per kg atau setara Rp1,3 juta per ekor.
Menariknya, pasokannya baru memenuhi 3% dari total permintaan pasar dalam kondisi normal. Untuk memenuhi permintaan yang tinggi, Rayndra mengembangkan sistem kemitraan.
Pada November 2022, ia mengelola 1.200 ekor domba; 500 ekor dipelihara di lahan sendiri seluas 1.000 m², sementara 700 ekor lainnya tersebar di 30 peternak mitra binaannya di Magelang.
Sistem di peternakannya yang ia beri nama Cipta Visi farm ini tidak hanya fokus pada penggemukan, tetapi juga pembiakan 500 ekor domba untuk menjamin keberlanjutan produksi. Rayndra memanfaatkan persilangan strategis dengan domba lokal Magelang sebagai induk betina, dan pejantan dari jenis garut, wonosobo, dan doper. Persilangan dilakukan untuk mendapatkan keunggulan dari masing-masing jenis domba.
“Kalau di peternakan kami di Cipta Visi Farm, saat ini kita memiliki tujuh kandang dengan kapasitas 1.100 ekor. Dan di tempat kami beternak tanpa ngarit, atau beternak dengan sistem pakan kering,” jelasnya.
Rayndra memilih menggunakan pakan berupa rumput pakcong, odot, dan kelobot jagung yang difermentasi selama 3 hari. Pakan-pakan tersebut ditambah konsentrat dari kulit kacang, bungkil sawit, dan gaplek untuk meningkatkan protein hingga 16%.
Rayndra melakukan hubungan timbal balik. Selain memanfaatkan hasil pertanian sebagai pakan, ia juga memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk untuk lahan perkebunan kelapa di desanya.
“Dari perkebunan kelapa itu, kita bisa memproduksi gula semut. Perlu diketahui, akhir dari peternakan adalah awal pertanian, sedangkan akhir pertanian adalah awal peternakan. Itu yang harus dipegang,” papar Rayndra.
Mendirikan Sekolah Petani hingga Mendapat Mandat Nasional
Kesuksesan yang diraih Rayndra tidak membuatnya berpuas diri. Ia memiliki komitmen kuat untuk membagikan ilmunya dan mengajak lebih banyak generasi muda terjun ke sektor pertanian.
Langkah konkret Rayndra tunjukkan dengan membuka Sekolah Petani Milenial dan program permagangan secara gratis.
“Semuanya gratis. Untuk Sekolah Petani Milenial ada 2.870 orang, dan magang 320 orang, mungkin akan terus bertambah,” imbuhnya.
Inisiatif ini lahir dari keprihatinannya akan usia petani Indonesia yang didominasi oleh generasi tua di atas 45 tahun. Menurutnya, diperlukan regenerasi yang masif.
Perjalanan Rayndra sendiri dimulai dari bantuan program Pertumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian dari Kementerian Pertanian senilai Rp30 juta pada tahun 2016.
“Saya menjadi salah satu penerima program dari Kementerian Pertanian saat itu,” kenangnya.
Bantuan tersebut menjadi batu loncatan yang membawanya pada kesuksesan seperti sekarang.
Dedikasinya yang berkelanjutan mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pada tahun 2025, jerih payahnya diakui secara nasional dengan terpilihnya Rayndra sebagai Ketua Umum Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan untuk periode 2025–2030.
Pengakuan dan mandat ini adalah bukti nyata bahwa pertanian adalah sektor yang sangat prospektif.
“Pertanian itu sudah maju, modern, dan keren. Ini bentuk bisa menghadapi krisis pangan, karena bangsa pemenang adalah bangsa yang bisa menciptakan pangannya sendiri,” tandasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News