“Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.”
Begitu bunyi Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas).
Lebih lanjut, Pasal 55 ayat (3) Nomor 20 Tahun 2003 mengungkapkan bahwa, “Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.”
Ini artinya, penyelenggaraan dan pendanaan pendidikan memerlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, bahkan korporasi.
Ahmad Musawwir: Guru Perlu Tanda Jasa!
Akan tetapi, perlu ditegaskan, meskipun ada sekolah-sekolah berbasis masyarakat—sebut saja swasta—pemerintah tidak bisa lepas tangan. Pendidikan adalah tanggung jawab negara, sebagaimana yang termaktub dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang tahun 2003 ini sedikitnya dapat menjadi jawaban atas pidato Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang beberapa hari lalu ramai di berbagai media.
“Banyak di media sosial selalu mengatakan, oh menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya gak besar. Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?” katanya.
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025, Refleksi Keadilan bagi Guru dan Siswa
Skema Gaji Guru Indonesia
Sebagaimana yang kita tahu, status kepegawaian guru di Indonesia yang diakui negara ada tiga: PNS, PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), dan honorer.
Dari ketiga jenis guru itu, gaji PNS dan PPPK menjadi tanggung jawab negara. Sementara itu, guru honorer biasanya dialokasikan dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diterima masing-masing sekolah.
Dalam sekolah swasta, skema penggajian guru honorer memang melibatkan kontribusi masyarakat. Masyarakat turut mendukung pelaksanaan pembelajaran melalui SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) yang dibayarkan tiap bulan.
Masa Depan Indonesia yang Berkualitas Ditentukan Oleh Guru, Ini Sebabnya
“Honorer juga kalau honorernya diatur oleh pemerintah, ya honorer pemerintah dibayarkan oleh dana yang berbuasa dari APBN dan APBD. Kalau swasta kan dari pembayaran masyarakat, SPP dan lain sebagainya,” ungkap Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).
Dalam hal ini, guru honorer lah yang kerapkali dihadapkan kenyataan: gaji yang jauh dari upah minimum sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ambil contoh, survei dari Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa mengungkap, sebesar 74% guru honorer/kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp 2 Juta per bulan. Lebih ektrem lagi, 0,5% di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu.
Dengan jumlah tersebut, guru kerapkali terjerat dalam berbagai skema pinjaman, entah pinjaman online (pinjol), koperasi, bank, hingga perorangan. Masih dari IDEAS, 79,6% dari total responden (403 guru) mengaku memiliki utang pinjaman. Paling banyak di bank/BPR (52,6%).
Segudang Prestasi Brian Yuliarto, Guru Besar ITB yang Kini Jadi Mendiktisaintek
Bisakah Masyarakat Berkontribusi dalam Pendidikan?
Bisakah masyarakat berkontribusi terhadap pelaksanaan pendidikan? Jawabannya bisa! Sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, masyarakat dapat turut serta berkontribusi terhadap pendidikan melalui berbagai skema, termasuk sumbangan.
Meski demikian, sekali lagi ditegaskan, masyarakat hanya berpartisipasi aktif dan sifatnya membantu. Dalam hal ini, kewajiban pelaksanaan pendidikan sepenuhnya di tangan negara, terutama untuk jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Hal ini merujuk pada Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
Elly Warti Maliki, Perempuan Minang yang Mengubah Masa Depan Anak-Anak TKI di Arab Saudi Lewat Pendidikan
Lebih lanjut, Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 ditegaskan bahwa negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ini berarti negara memiliki kewajiban untuk menyediakan pendidikan dasar (SD dan SMP) secara gratis.
“Apapun, guru negeri maupun swasta ya pemerintah gak bisa lepas tangan. Jadi mungkin yang paling utama adalah bahwa pendidikan itu tanggung jawabnya pemerintah dan masyarakat kalau guru swasta. Jadi tergantung guru mana yang dimaksud Ibu Menteri,” terang Unifah.
Ahmad Musawwir Berharap Masuk Jurusan Pendidikan Diperketat, Kenapa?
Usaha Indonesia Menyejahterakan Guru
Konsep kesejahteraan guru dalam perspektif internasional lebih dari sekadar gaji.
Organisasi seperti UNESCO, OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), dan ILO (International Labour Organization) melihat kesejahteraan guru sebagai gabungan antara penghargaan finansial, jaminan sosial, kondisi kerja, pengembangan profesional, dan pengakuan sosial.
OECD Teachers’ Well-being Framework melihat kesejahteraan guru dari aspek fisik, mental, sosial, dan profesional.
Sebab, UNESCO & OECD menekankan bahwa kesejahteraan guru memengaruhi kualitas pendidikan, terutama dalam retensi guru berkualitas.
Mendikdasmen Umumkan Program Bantuan Kesejahteraan Guru, Simak Jenis Program Bantuan yang Tersedia!
Di Indonesia, kesejahteraan guru masih di tahap negosiasi gaji dan pengembangan kualitas. Sebut saja sistem sertifikasi dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Keduanya sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru sehingga upah yang layak bisa mereka dapatkan.
Bedanya, sertifikasi diberikan kepada guru yang telah mengajar, sedangkan PPG dapat diikuti oleh calon guru maupun guru yang sudah mengajar.
PPG dilakukan selama 1 (satu) tahun. Nantinya, guru yang telah lulus PPG berhak menerima Tunjangan Profesi Guru.
Ahmad Musawwir Lihat Banyak Ketimpangan Pendidikan di Pelosok, Maros Jadi Contoh
Sementara itu, sertifikasi guru merupakan proses pemberian pengakuan resmi kepada guru bahwa ia memenuhi standar profesional yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pengakuan ini diberikan kepada guru yang telah mengajar dalam bentuk Sertifikat Pendidik yang berlaku secara nasional.
Guru-guru yang telah bersertifikasi dinilai mampu meningkatkan kualitas di Indonesia. Bebannya lebih tinggi sehingga gaji yang diperoleh juga lebih tinggi.
Guru yang sudah lulus sertifikasi berhak menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar setara 1 kali gaji pokok setiap bulan.
Sekolah Rakyat, Jadi Asa Baru untuk Pendidikan yang Merata atau Malah Sebaliknya?
Selain skema peningkatan kualitas tersebut, pemerintah juga berupaya meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan bantuan kepada guru-guru nonsertifikasi. Bantuan tersebut berupa uang Rp300 ribu yang diberikan per bulan.
“Sekarang pemerintah Prabowo itu membantu untuk guru-guru yang belum sertifikasi, guru-guru non-ASN itu dibantu. Artinya pemerintah itu tidak bisa lepas tangan begitu aja. Jadi hadiah presiden pada saat hari ulang tahun kemerdekaan RI itu membantu guru yang belum sertifikasi. Guru non-ASN yang belum tersertifikasi. Itu dibantu sebulan 300 ribu,” jelas Unifah.
Teranyar, DPR juga tengah menyusun rancangan revisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. Perubahan itu, masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2025-2029 pada urutan ke-13.
Ahmad Musawwir Jadi Aktivis Pendidikan usai Rasakan Banyak Ketimpangan
Nantinya, RUU Sisdiknas ini akan menggabungkan 4 UU terkait pendidikan, yakni:
- UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
- UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
- UU Nomor 18 Tahun 2029 tentang Pesantren
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, RUU Sidiknas ini akan banyak mengkaji isu strategis yang kaitannya dengan: pemerataan dan akses pendidikan; status dan kesejahteraan guru serta dosen; kurikulum dan standar nasional pendidikan; otonomi dan sentralisasi perguruan tinggi; hingga bagaimana aturan wajib mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan sesuai Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 bisa diterapkan dalam anggaran negara (APBN) dan anggaran daerah (APBD)
“Hal yang juga sulit karena pasti banyak resistensi adalah terkait bagaimana mandatory spending 20 persen dari Undang-Undang Dasar Pasal 31 diterjemahkan ke dalam APBN dan APBD,” ungkapnya, dikutip dari Tempo.
Mengenal Pendidikan di Surabaya Masa Pemerintah Kolonial Belanda
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News