hari pendidikan nasional 2 mei 2025 refleksi keadilan bagi guru dan siswa - News | Good News From Indonesia 2025

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025, Refleksi Keadilan bagi Guru dan Siswa

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2025, Refleksi Keadilan bagi Guru dan Siswa
images info

Halo, Kawan GNFI!

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), momen penting yang bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Tahun ini, peringatan Hardiknas 2025 menjadi sorotan tajam terhadap kesenjangan yang masih terjadi di dunia pendidikan Indonesia, baik terhadap guru maupun siswa.

Lantas, bagaimana kondisi pendidikan kita saat ini? Sudahkah keadilan itu hadir?

Logo Hardiknas 2025 (Sumber: kemendikdasmen.go.id)
info gambar

Mengapa 2 Mei Ditetapkan Sebagai Hari Pendidikan Nasional?

Tanggal ini dipilih untuk menghormati hari lahir Ki Hajar Dewantara (1889), tokoh pelopor pendidikan nasional Indonesia dan pendiri Taman Siswa—sebuah lembaga pendidikan yang meruntuhkan batas sosial, memungkinkan rakyat jelata mengenyam pendidikan saat masa penjajahan.

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" masih menjadi napas utama sistem pendidikan kita. Namun, apakah semangat itu masih hidup di lapangan?

Kondisi Pendidikan Indonesia, Kemajuan yang Belum Merata

Pendidikan Indonesia mengalami banyak kemajuan, mulai dari digitalisasi sekolah, program Merdeka Belajar, hingga peningkatan akses bagi masyarakat kurang mampu. Namun, ketika kita menyorot keadilan pendidikan, masih ada masalah besar yang belum terselesaikan:

1. Ketimpangan Akses dan Kualitas

Di kota-kota besar, sekolah unggulan dilengkapi fasilitas modern. Namun, di daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal), akses masih menjadi kemewahan. Banyak anak yang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mencapai sekolah dasar, dan belum tentu dengan guru yang berkualifikasi.

Hari Pendidikan Nasional 2025: Tema Resmi, Logo & Maknanya

Menurut data Kemendikbud Ristek 2024, masih ada lebih dari 9.000 sekolah yang belum memiliki akses internet memadai, serta ribuan ruang kelas rusak.

2. Kesenjangan Digital dalam Merdeka Belajar

Program Merdeka Belajar mendorong pembelajaran mandiri dan kreatif, tapi tidak semua siswa memiliki perangkat dan akses internet. Akibatnya, siswa dari keluarga tidak mampu atau yang tinggal di wilayah tanpa jaringan stabil tertinggal jauh.

Kawan GNFI, inilah bentuk ketidakadilan struktural yang masih menjadi tantangan.

Guru, Pilar Pendidikan yang Sering Terabaikan

Guru adalah aktor penting dalam pendidikan. Namun, masih banyak guru, terutama honorer yang belum mendapatkan keadilan. Beberapa masalah utama antara lain:

1. Belum Tersertifikasi Akibat Efisiensi Anggaran

Di tahun 2024, pemerintah melakukan efisiensi anggaran yang menyebabkan ribuan guru tertunda mendapatkan sertifikasi. Ini bukan hanya berdampak pada tunjangan mereka, tapi juga pada status profesional dan motivasi kerja.

Bayangkan, guru yang sudah mengabdi puluhan tahun masih menerima honor jauh di bawah UMR dan belum memiliki kejelasan status.

2. Distribusi Guru yang Tidak Merata

Banyak daerah terpencil kekurangan guru mata pelajaran inti. Di sisi lain, kota-kota besar justru mengalami kelebihan tenaga pendidik. Hal ini menciptakan kesenjangan kualitas pendidikan antardaerah.

Keadilan bagi Siswa Difabel, Masih Jauh dari Ideal

Kawan GNFI, inklusivitas dalam pendidikan belum sepenuhnya tercapai. Anak-anak penyandang disabilitas masih menghadapi tantangan besar:

  • Kurangnya fasilitas ramah disabilitas di sekolah umum.
  • Guru yang belum mendapatkan pelatihan khusus.
  • Minimnya bahan ajar yang mendukung metode belajar mereka.

Padahal, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menjamin hak belajar bagi setiap anak tanpa diskriminasi. Namun, praktik di lapangan masih sering mengabaikan kelompok ini.

Pendidikan Vokasional dan Kurikulum, Perlu Penyesuaian Zaman

Salah satu kritik terhadap sistem pendidikan kita adalah minimnya relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja. Banyak siswa lulus sekolah atau kuliah namun tidak siap menghadapi tantangan dunia industri.

Jejak Panjang Kurikulum Pendidikan di Indonesia, dari Alat Kolonial hingga Merdeka Belajar

Padahal, dunia sudah berubah. Revolusi industri 4.0 menuntut (skill digital, critical thinking, dan kolaborasi) hal-hal yang belum optimal diajarkan di ruang kelas.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Hari Pendidikan Nasional ini bukan hanya milik pemerintah atau guru, tapi milik kita semua. Beberapa langkah nyata yang bisa kita dorong bersama:

  • Mendorong transparansi dan keadilan anggaran pendidikan, agar guru-guru tidak lagi dirugikan karena efisiensi.
  • Meningkatkan investasi untuk fasilitas pendidikan inklusif, agar anak-anak difabel tidak lagi merasa terasing.
  • Membuka ruang pelatihan guru secara merata, tidak hanya untuk guru di kota besar.
  • Memastikan akses teknologi merata, agar semangat Merdeka Belajar tidak hanya jadi slogan.

Menyongsong Masa Depan Pendidikan yang Setara

Kawan GNFI, pendidikan adalah fondasi bangsa. Namun, fondasi itu harus kuat dan adil agar bisa menopang generasi masa depan.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 ini seharusnya menjadi pengingat bahwa keadilan dalam pendidikan belum tuntas diperjuangkan. Dari guru yang belum sejahtera, siswa difabel yang terabaikan, hingga daerah-daerah yang masih tertinggal dalam fasilitas dan mutu pengajaran.

Mari bersama bergerak, menyuarakan pendidikan yang lebih inklusif, setara, dan manusiawi. Karena seperti kata Ki Hajar Dewantara: "Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah."

Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.