elly warti maliki perempuan minang yang mengubah masa depan anak anak tki di arab saudi lewat pendidikan - News | Good News From Indonesia 2025

Elly Warti Maliki, Perempuan Minang yang Mengubah Masa Depan Anak-Anak TKI di Arab Saudi Lewat Pendidikan

Elly Warti Maliki, Perempuan Minang yang Mengubah Masa Depan Anak-Anak TKI di Arab Saudi Lewat Pendidikan
images info

Pendidikan yang baik adalah jalan menuju masa depan yang baik.”

Itulah kutipan yang dipegang teguh Dr. Elly Warti Maliki, Lc., M.A. Elly Warti Maliki merupakan perempuan berusia 66 tahun yang menerima penghargaan sebagai tokoh Minangkabau inspiratif di bidang pendidikan pada Juli 2025.

Penghargaan ini ia terima berkat usaha dan kerja kerasnya membangun Sekolah Islam Internasional Indonesia (Indonesian Islamic International School/IIIS) di Jeddah, Arab Saudi. Sekolah ini diperuntukkan anak-anak TKI di Arab Saudi agar mendapatkan pendidikan yang layak.

Elly meyakini, martabat manusia ditingkatkan melalui pendidikan. Karena itulah, ia memiliki semangat yang teguh dalam memperjuangkan pendidikan.

Cerita Inspiratif Masnu’ah: Pejuang Hak Nelayan Perempuan dari Pesisir Demak

Perjalanan Dunia Pendidikan Elly: Awalnya Tidak Tertarik Mempelajari Ilmu Agama

Mengutip Kompas, Elly Warti Maliki merupakan satu dari tujuh bersaudara asal Minangkabau. Ia bercerita awal ia terjun mempelajari ilmu agama bukan berasal dari keinginannya sendiri, melainkan perwujudan harapan orang tua yang menginginkan salah satu anaknya paham ilmu agama.

Setelah lulus tingkat sekolah menengah pertama, Elly mengaku enggan melanjutkan ke madrasah aliyah (MA). Ia berpendapat, pada tahun itu, yakni 1970-an, melanjutkan pendidikan ke sekolah agama terkesan kolot. Sebagai sosok remaja, Elly jelas tidak mau dicap ketinggalan jaman.

Meski begitu, Elly adalah anak yang berbakti sehingga ia tetap mengikuti keinginan orang tuanya dengan melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah.

Cerita Hanifah Bowo: Kartini Masa Kini dari Tangerang yang Bergerak di Bidang Lingkungan

Tamat Madrasah Aliyah, orang tua Elly mengarahkannya untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi keagamaan. Ia sekali lagi memberikan respons berupa keengganan. Namun, kemudian Elly menyanggupi arahan tersebut dengan syarat ia ingin berkuliah agama di luar negeri. Pada saat itulah ia memulai perjalanan mencari ilmu di tanah Mesir, Al-Azhar University.

Di Al-Azhar, Elly mengambil jurusan Syariah. Selain menjalani perkuliahan, Elly juga aktif mengikuti organisasi. Namun, ia mendapati sesuatu yang mengusik ketenangannya selama menjadi anggota organisasi. Ia merasa tidak puas dengan perlakuan organisasi terhadap para mahasiswi. Ketika mahasiswa bisa aktif berdiskusi, mahasiswi hanya diberi tugas domestik seperti mencuci piring.

”Para mahasiswi sama pintarnya dengan mahasiswa. Belajar sama tekunnya. Kenapa kami tidak pernah diajak menjadi narasumber dalam diskusi dan debat? Ini harus diubah,” katanya.

Berangkat dari kegelisahan itu, Elly membuat unit khusus perempuan di dalam perhimpunan mahasiswa Indonesia yang dinamai Wihdah, berasal dari bahasa Arab yang berarti persatuan perempuan. Menariknya, unit Wihdah ini masih eksis di Al-Azhar sampai sekarang loh, Kawan. Wihdah menjadi wadah bagi mahasiswi untuk melatih pemikiran sebelum membawanya ke forum yang lebih besar.

Mengenal Rahayu Oktaviani, Wanita Hebat Konservasionis Primata Owa Jawa

Perjuangan Mendirikan Sekolah untuk Anak-anak TKI di Arab Saudi

Elly menikah dengan Fuad Adywarman Arby pada tahun 1982. Ia lantas ikut pindah ke Jeddah, Arab Saudi karena suaminya bekerja di sana. Di Jeddah ia sering berkumpul dengan sesama diaspora yang mayoritas merupakan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Kebanyakan, TKI perempuan di Jeddah bekerja sebagai asisten rumah tangga, sementara laki-laki sebagai sopir dan pegawai toko. Dari pertemuan-pertemuan tersebut Elly mendapati fakta, banyak TKI yang menikah di Arab, memiliki anak, tetapi anaknya tidak bersekolah. Angka pernikahan dini pada anak-anak TKI juga tinggi.

Hal ini berkaitan dengan banyaknya pernikahan tanpa dokumen yang jelas sehingga membuat para anak TKI di Arab semakin terjebak dalam lingkaran tanpa pendidikan yang menjadikan mereka terus-menerus hidup dan bekerja dalam sektor informal bergaji rendah. Walaupun memang ada sekolah Indonesia yang dikelola konsulat jenderal, tetapi sekolah tersebut sudah over capacity. Fakta ini membuat Elly sedih dan tergerak untuk menggagas perubahan.

Sosok Sudarmi, Perempuan Gigih yang Pimpin Pengelolaan Hutan Jati di Gunungkidul

Perjuangan Elly dalam memperbaiki taraf pendidikan anak TKI di Arab Saudi dimulai dengan membuka tempat les di ruang tamu rumahnya. Tempat les tersebut dinamai Darul Ulum. Pelajaran yang diberikan fokus pada bahasa, meliputi bahasa Indonesia, Arab, dan Inggris.

Di awal berdirinya, Darul Ulum hanya didatangi 10 anak, tetapi seiring berjalannya waktu, para TKI lain melihat siswa Darul Ulum mampu berbahasa dengan baik dan juga mahir baca tulis. Hal ini menggerakkan mereka untuk mendaftarkan anaknya juga.

”Mulai bertambah orangtua yang membawa anaknya belajar ke Darul Ulum. Dari 10 jadi 20 anak, lalu 30, sampai 80 orang. Kami harus menyewa tempat,” kata Elly.

Sosok Suswaningsih, PNS yang Berjuang Hidupkan Lahan Tandus di Gunungkidul

Setelah cukup lama berjalan, pada tahun 2007 Elly mengajukan ke Kementerian Pendidikan dan KJRI agar Darul Ulum menjadi Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) formal bagi anak-anak Indonesia di Jeddah. Darul Ulum memenuhi semua persyaratan sehingga pengajuan tersebut diterima. Semuanya berjalan baik sampai pada tahun 2013 Elly menemui sebuah tantangan bagi sekolah binaannya tersebut.

Indonesian Islamic International School
info gambar

 

Meski demikian, usaha Elly belum berjalan mulus. Ia juga kerap mendengar banyak cibiran. Mereka mengucapkan celetukan bernada ejekan karena ada perempuan Indonesia yang ingin mengurusi sekolah, padahal biasanya mereka melihat perempuan Indonesia hanya mengepel lantai.

”Aduh, mendengar bisik-bisik itu saya sakit hati banget. Tapi, saya berusaha tetap pede dan menyampaikan semua argumen dengan tertib,” kata Elly.

Elly tidak menyerah hingga akhirnya Darul Ulum bertransformasi menjadi Indonesian Islamic Internasional School (IIIS). Sekolah ini kemudian menjadi sekolah swasta murni Indonesia pertama di luar negeri.

Selama masa perjuangannya, Elly menemui para pengusaha lokal yang kemudian berbaik hati menjadi sponsor IIIS. Berkat sponsor ini, para siswa hanya perlu membayar 150 riyal per bulannya. Nominal yang sama dengan biaya bulanan sekolah yang dikelola KJRI di Jeddah.

Kisah Nissa dan Ibang, Kawan Aktivis yang Jadi Pasangan Lalu Dirikan Pesantren Ekologis Ath-Thaariq

Untuk mempertahankan kualitas, Elly membatasi ruang lingkup IIIS hanya di tahap TK dan SD. Jumlah siswa per kelasnya pun hanya 22-25 orang agar semua siswa benar-benar mendapatkan perhatian yang sama dari guru.

Saat ini, IIIS sudah bisa berjalan sendiri dan Elly memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Meski begitu, ia masih terus bersemangat memajukan dunia pendidikan. Hal ini ia buktikan dengan mengembangkan program Semua Anak Muslim Bisa Berbahasa Arab (SAMBBA). Program ini menggunakan metode yang ia ciptakan berdasarkan pengalamannya yang kaya di bidang pendidikan.

”Anak-anak Muslim Indonesia dari kecil dilatih melafal dan menghafal Al Quran, tetapi tidak bisa berbahasa Arab. Ini tidak masuk akal,” ujarnya.

Menurut Elly, kemampuan berbahasa, seperti bahasa asing dapat memberikan nilai tambah bagi seseorang. Oleh karenanya, penting untuk memperdalam ilmu bahasa.

Uniknya Pesantren Ekologi Ath-Thaariq Garut hingga Dianggap Kafir karena Didatangi Pemuka Agama Lain

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.