cerita inspiratif masnuah pejuang hak nelayan perempuan dari pesisir demak - News | Good News From Indonesia 2025

Cerita Inspiratif Masnu’ah: Pejuang Hak Nelayan Perempuan dari Pesisir Demak

Cerita Inspiratif Masnu’ah: Pejuang Hak Nelayan Perempuan dari Pesisir Demak
images info

Lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga nelayan di pesisir Rembang, Masnu’ah (49) atau yang akrab disapa Mak Nuk, telah menghabiskan lebih dari dua dekade hidupnya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan.

Perempuan yang kini menetap di Demak, Jawa Tengah, ini tak hanya menjadi simbol perjuangan perempuan akar rumput, tetapi juga berhasil mendorong pengakuan profesi perempuan nelayan di tingkat nasional.

Perjalanan hidupnya yang penuh tantangan justru menguatkan tekadnya untuk melawan ketidakadilan. Dari kegelisahan pribadi yang ia ubah menjadi aksi nyata, Masnu’ah membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal kecil, asalkan ada kemauan dan keberanian.

Cerita Hanifah Bowo: Kartini Masa Kini dari Tangerang yang Bergerak di Bidang Lingkungan

Gerakan Perjuangan Berawal dari Pengalaman Pribadi

Masnu’ah lahir dari keluarga nelayan yang hidup dalam kemiskinan. Sejak kecil, ia menyaksikan ketimpangan yang dialami perempuan di pesisir.

Anak perempuan sering kali tidak mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama dengan anak laki-laki. Bahkan, banyak dari mereka dinikahkan di usia remaja untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.

”Saya lahir dari keluarga nelayan yang tidak mampu, bisa dikatakan sangat miskin. Karena itu, saya tidak bisa tinggal diam, dan harus melakukan upaya-upaya. Saya mencari akses ruang belajar yang meningkatkan kemampuan saya, keterampilan saya untuk terus melakukan gerakan-gerakan advokasi di masyarakat pesisir,” ungkapnya saat berbincang dengan Kompas (25/2/2025).

Keprihatinannya terhadap perkawinan anak dan diskriminasi gender mendorongnya untuk bertindak. Ia menyadari bahwa akar masalahnya adalah kemiskinan struktural dan budaya patriarki yang mengakar. Perempuan nelayan tidak hanya menghadapi ketidakstabilan ekonomi, tetapi juga kekerasan domestik dan keterbatasan akses terhadap sumber daya.

Mengenal Rahayu Oktaviani, Wanita Hebat Konservasionis Primata Owa Jawa

Pada 2005, bersama Komunitas Perempuan Nelayan Puspita Bahari, Masnu’ah memulai perjuangannya. Organisasi ini menjadi wadah bagi perempuan nelayan untuk belajar mandiri secara ekonomi, mengenali hak-haknya, dan melawan kekerasan.

”Puspita Bahari berangkat dari kegelisahan saya melihat keterpurukan perempuan ketika musim paceklik, dampak budaya patriarki yang mempersempit ruang perempuan, serta kemiskinan terstruktur dan ketidakpastian ekonomi perempuan karena hanya bergantung pada hasil tangkapan suami,” tuturnya.

Melalui Puspita Bahari, perempuan nelayan diajari mengolah produk perikanan seperti kerupuk ikan, terasi, dan abon, sehingga memiliki penghasilan tambahan. Mereka juga membentuk koperasi dengan sistem bagi hasil yang adil.

Tak hanya itu, komunitas ini mendirikan Posko Paralegal bekerja sama dengan LBH APIK Semarang untuk memberikan pendampingan hukum bagi korban kekerasan.

Aeshnina Azzahra, Polisi Sampah Muda yang Surati Pemimpin Dunia

Perjuangan Nasional: Mendobrak Diskriminasi Profesi Perempuan Nelayan

Perjuangan Masnu’ah tidak berhenti di tingkat lokal. Pada 2010, bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan kelompok perempuan nelayan lain, ia menginisiasi berdirinya Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI). Organisasi ini menjadi wadah advokasi nasional untuk memperjuangkan hak-hak perempuan nelayan.

Salah satu pencapaian terbesar PPNI di bawah kepemimpinan Masnu’ah sebagai Sekretaris Jenderal (2014-sekarang) adalah pengakuan profesi perempuan nelayan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Sebelumnya, pekerjaan perempuan nelayan sering kali hanya dicatat sebagai “ibu rumah tangga”, meski mereka turut mencari nafkah di laut.

Sosok Sudarmi, Perempuan Gigih yang Pimpin Pengelolaan Hutan Jati di Gunungkidul

Pada 2019, perjuangan panjang itu membuahkan hasil. Sebanyak 31 perempuan nelayan di Demak berhasil mengubah status pekerjaan mereka di KTP menjadi “nelayan” dan memperoleh asuransi perlindungan nelayan.

”Untuk pertama kalinya di Indonesia, perempuan nelayan dan laki-laki mendapatkan perlindungan yang sama, tanpa ada diskriminasi. Ini luar biasa perjuangannya, butuh waktu tiga tahun untuk mendapatkan pengakuan identitas beserta perlindungannya,” ujarnya bangga.

PPNI kini memiliki anggota di 16 kelompok perempuan nelayan di 11 provinsi. Mereka tidak hanya fokus pada pemberdayaan ekonomi, tetapi juga menghadapi tantangan perubahan iklim. Di Demak, misalnya, Masnu’ah mendampingi warga Dukuh Timbulsloko yang desanya tenggelam akibat abrasi dan proyek pembangunan.

Sosok Suswaningsih, PNS yang Berjuang Hidupkan Lahan Tandus di Gunungkidul

Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan

Meski telah banyak dicapai, perjuangan Masnu’ah dan perempuan nelayan masih panjang. Mereka kerap menghadapi ancaman perampasan ruang hidup akibat pembangunan, diskriminasi, bahkan kriminalisasi. Di Pulau Pari (Kepulauan Seribu), Surabaya, dan Demak, perempuan nelayan terus berjuang mempertahankan tanah mereka dari proyek yang merusak lingkungan.

”Kami membangun solidaritas dengan cara kami sendiri. Meskipun tidak ada dukungan anggaran, fasilitas dari negara, kami tetap melakukan upaya-upaya kecil yang bisa kami rawat, agar bisa membangun resiliensi perempuan di wilayah masing-masing,” tegas Masnu’ah.

Baginya, budaya patriarki masih menjadi musuh besar. Ia menceritakan pengalaman pilu melihat seorang nenek berusia 70 tahun di Demak yang masih menjadi tulang punggung keluarga, sementara suaminya hanya duduk di rumah.

Kisah Nissa dan Ibang, Kawan Aktivis yang Jadi Pasangan Lalu Dirikan Pesantren Ekologis Ath-Thaariq

”Kalau dibilang capek, ya, capek, lelah ya lelah. Kadang saya menangis, merasa sendiri, dan perjuangan ini melelahkan. Tapi aku tidak bisa berhenti. Karena memang itu sudah menjadi panggilan hati saya,” katanya.

Masnu’ah bermimpi agar semakin banyak perempuan pemimpin lahir dari komunitas akar rumput. Ia juga berharap negara lebih memperhatikan nasib masyarakat pesisir yang terdampak krisis iklim.

“Aku tak boleh berhenti,” tandasnya.

Perjuangan Masnu’ah membuktikan bahwa perubahan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diperjuangkan. Dari pesisir Demak, ia telah menginspirasi ribuan perempuan nelayan untuk bangkit, bersuara, dan meraih hak mereka.

Sosok Waitatiri yang Bukunya Jadi Kurikulum Sekolah di Amerika Serikat

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.