Ahmad Musawwir Nasar atau akrab disapa Musa adalah aktivis yang fokus memberi perhatiannya ke pendidikan Indonesia. Ia kerap aktif mengamati dan mengkritisi sistem pendidikan di tanah air dengan masuk ke daerah terpencil untuk mempelajari sekaligus membantu mencari solusi lewat ide-idenya.
Sistem pendidikan memang menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia dari masa ke masa. Kurikulum yang sering berganti adalah contoh masalah yang seolah sulit terpecahkan dari para pemangku jabatan.
Selain sistem pendidikan yang tidak konsisten dan tidak optimal, Musa juga mengkritisi kesejahteraan guru. Menurutnya narasi “guru pahlawan tanpa tanda jasa” malah dirasa memberatkan yang membuat guru jauh dari kata sejahtera dalam menghidupi dirinya atau keluarganya sendiri.
Guru Perlu Tanda Jasa
Musa bukan anak kota yang merasakan mudahnya akses pendidikan dari pemerintah. Ia berasal dari Kepulauan Selayar, sebuah kabupaten yang terletak di selatan Teluk Bone, Sulawesi Selatan.
Berlatar belakang anak kepulauan membuatnya merasakan banyak keterbatasan dan ketimpangan akan tidak meratanya sistem pendidikan. Dari banyaknya ketimpangan itulah Musa sadar akan nasib guru-guru yang tidak sejahtera hidupnya.
Maka dari itu, Musa merasa keberatan dengan narasi lawas yang diturun-temurunkan yaitu “guru pahlawan tanpa tanda jasa”. Demi mengenyahkan narasi itu, ia kemudian membuat narasi baru sebagai pentingnya memerhatikan kesejahteraan guru, yakni “guru perlu tanda jasa”.
“Narasi dari awal sampai sebelum penutup itu pure dari pengalaman sendiri dan hasil diskusi ataupun baca buku,” ujar Musa kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Musa juga menyebut pertemuannya dengan Abdur Arsyad memunculkan narasi itu. Komika asal Larantuka tersebut memang vokal dengan adanya kesenjangan pendidikan yang ada di Indonesia, terutama daerah. Musa dan kawan-kawannya di Yayasan Semua Murid Semua Guru memberi ide soal ketimpangan sistem pendidikan dan dari situlah narasi akan kepedulian guru itu lahir.
“Hasil ngobrol dengan Kak Abdur Arsyad, dia punya satu special show stand up comedy akhirnya dijadikan tema pahlawan perlu tanda jasa. Tidak spesifik Musa, waktu itu kebetulan saya bergerak di Yayasan Semua Murid Semua Guru dan termasuk yang memberikan ide-ide soal special show-nya Kak Abdur. Jadi saling terkait,” ujar Musa.
Riset dan Belajar di SALAM
Musa sendiri sudah merasakan bagaimana menjadi pengajar di Sanggar Anak Alam (SALAM), Yogyakarta. Di situlah kepeduliannya terhadap pendidikan semakin bertumbuh yang kemudian menjadi lebih acuh dengan pendidikan Indonesia secara meluas.
“Akhirnya aku belajar dari sana (SALAM) bagaimana proses pendekatan ke masyarakat,” ujar Musa.
Musa mengakui selama belajar dan mengabdi di SALAM pemahaman tentang ketimpangan sistem pendidikan amatlah nyata. Ia pun menilai cara atau nilai-nilai cara mendidik yang ada di SALAM seharusnya bisa diaplikasikan ke sistem pendidikan formal asuhan pemerintah.
Dari situlah Musa tergerak menjadi aktivis pendidikan. Latar belakangnya sebagai anak kepulauan terpencil semakin menguatkan niatannya mengabdi untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia pada usianya yang terbilang masih muda, 25 tahun.
“Sebagai seorang anak yang tumbuh dengan pendidikan yang sangat terbatas di Kabupaten Kepulauan Selayar, sejak kecil merasakan ketimpangan itu dan ketika belajar soal pendidikan dengan SALAM,” ungkapnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News