Kawan GNFI, Kota Surabaya adalah salah satu kota besar di Indonesia yang menyimpan sejarah bangsa. Salah satu sejarah penting bangsa Indonesia yang patut diketahui generasi muda adalah rekam jejak pendidikan di Surabaya.
Prayudi dan Salindiri dalam artikel yang diterbitkan di Jurnal Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942, menyebutkan kebijakan pendidikan di Surabaya dimulai sejak aturan Pemerintah Kolonial Belanda (PKB) mendirikan sekolah-sekolah di pelabuhan dan perkebunan. Alasan pemilihan dua tempat sekolah tersebut yaitu melihat banyak orang-orang Belanda di sana.
Artikel ini menyoroti juga Surabaya mengalami perkembangan industri yang pesat seperti logam, pabrik mesin, las, pabrik asam belerang, dan galangan kapal. Perkembangan industri menyebabkan perlunya tenaga kerja yang berpendidikan bagi Pemerintah Kolonial Belanda (PKB). Di sisi lain, perkembangan ini membawa kepada perpanduan budaya antara Indonesia dan Eropa seperti cara berpakaian, dan cara makan.
Sistem pendidikan di Surabaya yang sempat berlaku pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu:
1. ELS (Europeesche Lagere School)
Berdasarkan Prayudi dan Salindri Jurnal Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942 menuliskan sekolah ELS (Europeesche Lagere School) ditujukkan kepada anak-anak keturunan Eropa, timur asing, dan anak-anak tokoh terkenal. Pelajaran yang diajarkan dalam ELS yaitu menulis, membaca, berhitung, Bahasa Belanda, dan ilmu bumi.
Eks Sekolah Taman Siswa Surabaya Jadi Museum Pendidikan
2. HCS (Hollandsch Chineesche School)
Jurnal Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942 yang ditulis Prayudi dan Salindiri menambahkan Hollandsch Chineesche School merupakan sekolah yang ditunjukkan bagi anak-anak Cina.
Pendirian sekolah ini berlangsung pada 5 November 1903. Sekolah ini menggunakan Bahasa Kuo Yu (bahasa nasional Tiongkok). Selang beberapa bulan kemudian, sekolah dasar di Tepekong Straat berdiri pada 3 Februari 1904. HCS hanya memiliki 144 siswa dan 5 guru.
3. Sekolah Ongko Loro (De scholen der tweede Klasse)
Pendirian sekolah tidak hanya fokus kepada penggunaan Bahasa Belanda, ada sekolah menggunakan Bahasa Melayu termasuk Sekolah Ongko Loro (De scholen der tweede Klasse).
G.H Von Vaber dalam Prayudi dan Salindiri di Jurnal Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942, menggambarkan Sekolah Ongko Loro (De scholen der tweede Klasse) sebagai sekolah yang didirikan di daerah distrik dengan masa belajar selama 3 tahun.
4. Sekolah Desa (Volkschool)
Artikel Jurnal Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1901-1942 menerangkan jenis pendidikan di Surabaya. Lebih lanjut, sekolah yang memiliki bahasa pengantar Melayu adalah Volkshchool. Sekolah ini memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi penduduk desa selama 3 (tiga) tahun.
Pemberantasan buta huruf pada masyarakat desa menjadi fokus utama di Sekolah desa (Volkschool).
Kampus Ini Menjadi Kampus Pertama di Indonesia yang Punya Museum Pendidikan Kedokteran
Surabaya turut mendokumentasikan sejarah pendidikan di Indonesia melalui sebuah museum yang dapat ditemukan di Jl. Genteng Kali No.10, Genteng, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur 60275. Lantas, bagaimana isi dari Museum Pendidikan Surabaya? Simak informasinya berikut ini!
Museum Pendidikan Surabaya
Museum yang diresmikan oleh Tri Rismaharini pada 25 November 2019 mengajak pengunjung untuk melihat transformasi pendidikan dari masa pra-aksara hingga kini.
Mengutip YouTube Chingindut, pemilik akun menjelaskan bahwa Museum Pendidikan Surabaya memberikan pengalaman serta wawasan baru. Museum ini menampilkan atribut sekolah yang bisa membuat nostalgia para pengunjung, seperti kapur, papan tulis, dan seragam dari berbagai jenjang pendidikan.
Akun YouTube Chingindut menjelaskan tentang pembelian tiket ketika hendak ke Museum Pendidikan Surabaya. Pengunjung cukup memesan di https://tiketwisata.surabaya.go.id/.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News