Ahmad Musawwir Nasar adalah aktivis yang fokus memberi perhatiannya ke pendidikan Indonesia. Sosok yang akrab disapa Musa tersebut kerap aktif mengamati dan mengkritisi sistem pendidikan di tanah air dengan masuk ke daerah terpencil untuk menyoroti disorientasi fundamental yang ada.
Sistem pendidikan memang menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia dari masa ke masa. Kurikulum yang sering berganti sampai kesejahteraan guru adalah contoh masalah yang seolah sulit terpecahkan dari para pemangku jabatan.
Musa bukan anak kota yang merasakan mudahnya akses pendidikan dari pemerintah. Ia berasal dari Kepulauan Selayar, sebuah kabupaten yang terletak di selatan Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Berlatar belakang anak kepulauan membuatnya merasakan banyak keterbatasan dan ketimpangan akan tidak meratanya sistem pendidikan.
Riset dan Belajar di SALAM
Musa memiliki hasrat yang besar memajukan sistem pendidikan di Indonesia. Semangat itu ia dapati saat melakukan riset ketika berkampus di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada era pandemi lalu.
Sanggar Anak Alam atau SALAM, sekolah alternatif yang menyajikan sistem pendidikan di luar pakem pemerintah kemudian dipilihnya untuk menjadi bahan riset. Mulanya berstatus relawan, tetapi lama-kelamaan ia dipercaya memegang status fasilitator.
Oleh founder SALAM, Toto Rahardjo, Musa kemudian ditantang untuk berkelana melihat ketimpangan pendidikan di banyak daerah di Indonesia. Musa pun diminta SALAM mempelajari pergerakan yang lain yaitu mengenai sekolah untuk anak rimba yang diasuh antropolog terkenal, Butet Manurung.
“Akhirnya aku belajar dari sana (SALAM) bagaimana proses pendekatan ke masyarakat,” kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Musa mengakui selama belajar dan mengabdi di SALAM pemahaman tentang ketimpangan sistem pendidikan amatlah nyata. Ia pun menilai cara atau nilai-nilai cara mendidik yang ada di SALAM seharusnya bisa diaplikasikan ke sistem pendidikan formal asuhan pemerintah.
Dari situlah Musa tergerak menjadi aktivis pendidikan. Latar belakangnya sebagai anak kepulauan terpencil semakin menguatkan niatannya mengabdi untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia pada usianya yang terbilang masih muda, 25 tahun.
“Sebagai seorang anak yang tumbuh dengan pendidikan yang sangat terbatas di Kabupaten Kepulauan Selayar, sejak kecil merasakan ketimpangan itu dan ketika belajar soal pendidikan dengan SALAM,” ucap Musa
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News