menyambut era ai di sekolah apa kata para ahli pendidikan - News | Good News From Indonesia 2025

Menyambut Era AI di Sekolah: Apa Kata Para Ahli Pendidikan?

Menyambut Era AI di Sekolah: Apa Kata Para Ahli Pendidikan?
images info

Menyambut Era AI di Sekolah: Apa Kata Para Ahli Pendidikan?


Pemerintah telah mengumumkan bahwa mulai tahun ajaran 2025/2026, pembelajaran Pemrograman Komputer (coding) dan Kecerdasan Buatan (AI) akan masuk ke dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah. Secara spesifik, sekolah akan mulai dari kelas 5 SD, jenjang SMP, dan SMA.

Akan tetapi, penting dicatat bahwa untuk saat ini, coding dan AI masih direncanakan sebagai mata pelajaran pilihan, bukan wajib untuk semua sekolah. Meski demikian, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) juga berencana menerapkan kedua mata pelajaran itu sebagai mapel wajib.

Kebijakan ini menunjukkan bahwa pendidikan kita siap bergerak menuju keterampilan abad 21. Literasi digital, problem-solving, dan berpikir kritis, penting untuk dikembangkan.

baca juga

Sebagai contoh, dalam naskah akademik, disebutkan elemen pembelajaran dalam coding dan KA (Kecerdasan Artifisia) yang menjadi prioritas adalah terkait berpikir komputasional, literasi digital, literasi dan etika AI, pemanfaatan dan pengembangan AI, hingga algoritma pemrograman dan analisis data.

Ketua Pusat Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung (ITB), Nugraha Priya Utama, S.T., M.A., Ph.D., pun menyambut baik rencana itu. Katanya, AI bisa membawa alur pendidikan lebih efisien. Sebab, AI dalam pendidikan dapat berperan untuk personalized pengalaman belajar, meningkatkan aksesibilitas, serta menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik.

"Marilah kita sambut era baru pendidikan berbasis AI ini dengan optimisme dan kesiapan untuk mengintegrasikan teknologi-teknologi ini guna menemukan cara yang paling efektif dan bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan dalam pendidikan," katanya.

baca juga

Perspektif Edi Subkhan: AI Jadi Mata Pelajaran Wajib Perlu Ditinjau Ulang

Edi Subkhan, dosen sekaligus analis kebijakan pendidikan di Universitas Negeri Semarang (UNNES) juga menyambut baik keputusan memasukkan AI dan coding ke dalam kurikulum. Menurutnya, pendidikan Indonesia memang perlu beradaptasi dengan cepat terhadap teknologi.

“AI sangat urgent karena sudah jadi bagian kehidupan kita, terutama kita yang punya akses pada internet,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa dunia pendidikan tidak boleh out of date dan tertinggal zaman. Menurutnya, memahami cara kerja AI kini menjadi kebutuhan, karena teknologi ini telah menjadi bagian dari cara hidup modern untuk kerja yang lebih efisien.

baca juga

“AI adalah bagian kehidupan kita sehari-hari, kalau pendidikan kita tidak responsif terhadap perubahan, maka pendidikan kita jadi out of date, ketinggalan zaman,” tegasnya.

Meski demikian, menjadikan AI dan coding sebagai pelajaran wajib adalah tantangan tersendiri. Perlu dipertimbangkan ulang, katanya. Sebab, selama ini beban kurikulum yang ada sudah cukup berat. Misalnya saja, banyaknya mata pelajaran hingga keterbatasan jam mengajar guru.

Menjadikan AI dan coding sebagai pelajaran wajib jelas perlu menyesuaikan lagi kalender akademik yang sebenarnya tidak mudah dilakukan.

“Kalau ditambah mata pelajaran wajib lagi tentu berkonsekuensi pada perlunya menata ulang kurikulum,” jelasnya.

baca juga

Adakah Urgensi dari AI dan Coding Jadi Mata Pelajaran Sekolah?

Menurut Edi, pengenalan dan penerapan AI di lingkungan sekolah memang sangat mendesak karena hal itu sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat digital. AI bisa membantu siswa belajar, memudahkan guru mengajar, bahkan mempercepat pekerjaan manusia. Akan tetapi, sebagaimana kemudahan teknologi lainnya, AI juga menyimpan risiko. AI rentan disalahgunakan untuk berbuat curang.

“Siswa bisa saja minta AI menuliskan makalah, sehingga seolah-olah siswa tersebut cerdas, padahal yang membuatkan adalah AI,” katanya.

Oleh karena itu, Edi menekankan bahwa pembelajaran AI tidak boleh berhenti di aspek teknis, tetapi juga harus mengajarkan etika penggunaannya agar tidak merusak integritas pembelajaran. Dengan melek teknologi, guru pun mampu mendeteksi dugaan penggunaan AI pada karya siswa.

baca juga

Berbeda halnya dengan coding. Edi menilai, kemampuan pemrograman tidak wajib dimiliki semua siswa.

“Tidak semua anak ingin dan perlu belajar koding,” ujarnya.

Anak yang bercita-cita menjadi seniman, atlet, atau petani mungkin tak memerlukan kemampuan menulis kode program. Meski demikian, ia menambahkan, setiap anak tetap perlu memahami inti dari coding, yaitu computational thinking atau berpikir komputasional. Istilah ini merujuk pada cara berpikir sistematis dalam memecahkan masalah.

“Kalau belajar core dari koding, yaitu computational thinking, ini perlu juga,” tegasnya.

Dari sini, Edi mendorong pendekatan yang lebih fleksibel. AI dan coding, menurutnya, tak harus berdiri sebagai mata pelajaran baru. Bisa saja diintegrasikan ke pelajaran yang sudah ada, seperti matematika, sains, atau teknologi informasi. Bahkan, pembelajaran bisa dikembangkan dalam bentuk kegiatan ko-kurikuler atau ekstrakurikuler, menyesuaikan dengan kesiapan masing-masing sekolah.

“Integrasi AI ke dalam kurikulum bagus, tapi kalau koding, perlu dilihat dulu,” tuturnya.

baca juga

Bagaimana dengan Kesiapan Para Guru?

Yang tak kalah penting dari menjadikan AI dan Coding sebagai mata pelajaran sekolah adalah kesiapan guru. Edi menilai bahwa keberhasilan program ini bukan ditentukan oleh modul atau perangkat, melainkan kemampuan guru dalam memahami dan menyampaikan konsep-konsep baru secara efektif.

“Pemerintah jelas perlu mempersiapkan dengan baik, terutama guru yang mengajar,” ujarnya.

Ia menyoroti pentingnya pelatihan berkelanjutan agar guru tidak hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi juga menanamkan nilai, etika, dan konteks penggunaannya kepada siswa.

Dari seluruh pandangannya, bagi Edi, transformasi pendidikan digital memang perlu dilakukan, namun juga tak bisa dijalankan dengan tergesa-gesa. Setiap kebijakan, kata dia, harus bijak dan kontekstual dengan memperhitungkan kondisi nyata di lapangan, dari kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, hingga beban belajar siswa.

“Saya pikir ini langkah yang baik. Yang diperlukan selain itu tentu adalah kebijakan terkait integrasinya tadi, dengan mempertimbangkan materinya apa, integrasinya ke kurikulum bagaimana,” tandasnya.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.