menuju komunikasi inklusif bahasa isyarat akan masuk kurikulum nasional - News | Good News From Indonesia 2025

Menuju Komunikasi Inklusif, Bahasa Isyarat Akan Masuk Kurikulum Nasional

Menuju Komunikasi Inklusif, Bahasa Isyarat Akan Masuk Kurikulum Nasional
images info

Menuju Komunikasi Inklusif, Bahasa Isyarat Akan Masuk Kurikulum Nasional


Satu langkah lagi, Indonesia semakin mengarah pendidikan yang inklusif. Meskipun masih banyak kekurangan di sektor pendidikan, wacana yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno, untuk memasukkan bahasa isyarat ke dalam kurikulum pendidikan merupakan langkah yang cukup progresif.

Dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa (26/8/2025), ia menuturkan bahwa bahasa isyarat akan diajarkan kepada peserta didik agar komunikasi inklusif antara masyarakat dan penyandang disabilitas dapat terwujud.

Dalam hal ini, bahasa isyarat disebut sebagai jembatan komunikasi. Bukan hanya bagi teman tuli, tapi juga masyarakat umum. Bahasa ini layak jadi bahasa pemersatu.

“Bahwa setiap anak pada nantinya, juga satu bahasa, setiap anak pada nantinya belajar bahasa isyarat. Jadi nantinya semua anak, semua guru, semua dokter, semua perawat, semua tugas publik, polisi, polisi lalu lintas, dan lain-lain, bisa berkomunikasi dengan tunarungu,” kata Pratikno.

baca juga

Bagaimana Pendapat Ahli?

“Memasukkan bahasa isyarat ke dalam kurikulum nasional juga menjadi langkah penting karena ini menjadi pengakuan pemerintah terhadap keberadaan bahasa isyarat Indonesia (BISINDO) yang disetarakan posisinya seperti bahasa lisan lainnya,” ujar Nissi Taruli Felicia, Co-Founder dan Direktur Eksekutif FeminisThemis, Sabtu (30/8/2025), dikutip dari Tirto.

Menurut Nissi Jika bahasa isyarat (dalam hal ini BISINDO) dimasukkan ke dalam kurikulum nasional, artinya pemerintah secara resmi mengakui BISINDO sebagai bahasa. Pengakuan ini menempatkan BISINDO setara dengan bahasa lisan seperti bahasa Indonesia, Jawa, atau bahasa daerah lainnya.

Selama ini, bahasa isyarat sering dipandang hanya sebagai alat bantu komunikasi. Dengan masuk kurikulum, posisi bahasa isyarat lebih jelas. Bahasa isyarat bukan sekadar alat bantu, tapi bahasa yang sah; diakui memiliki struktur, tata bahasa, dan budaya sendiri; serta diberi nilai yang sama dengan bahasa lain dalam sistem pendidikan.

baca juga

Dalam rencana memasukan bahasa isyarat dalam kurikulum nasional, Nissi menegaskan bahwa keterlibatan partisipatif komunitas teman tuli sejak tahap perencanaan kurikulum adalah hal wajib. Bahasa isyarat merupakan bagian dari budaya tuli dan menjadi milik komunitas tuli. Oleh karena itu, keterlibatan teman tuli sejak perencanaan diperlukan, bukan hanya tahap implementasi.

“Saya harap pemerintah yang memiliki tim dalam perencanaan kurikulum pendidikan nasional ini bisa melibatkan lulusan pendidikan bahasa isyarat, bukan pendidikan luar biasa,” ujarnya.

Rencana aksi yang disiapkan PMK meliputi kajian linguistik, penyusunan kamus Bahasa Isyarat, peningkatan jumlah JBI, pelatihan Bahasa Isyarat bagi ASN dan tenaga pendidik, serta mendorong lahirnya regulasi khusus Bahasa Isyarat Nasional.

baca juga

Kebutuhan Balita terhadap Pembelajaran Bahasa Isyarat

Rizqika Arrum Bakti, Peneliti bidang keseteraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) dari Seknas FITRA mengatakan, pemerintah seharusnya sejak lama menyadari bahwa bahasa isyarat bukan sekadar “alat bantu”, melainkan bahasa asli teman tuli.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya memberikan akses pembelajaran bahasa isyarat kepada anak tuli, terutama di usia 0–5 tahun. Sebab, tidak ada akses pembelajaran ke bahasa pada masa krusial berpotensi membuat anak mengalami language deprivation (deprivasi bahasa).

Deprivasi bahasa adalah kondisi ketika seseorang tidak mendapatkan akses yang memadai untuk belajar dan menggunakan bahasa sejak masa kanak-kanak, sehingga kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terganggu.

Anak-anak yang tidak mendapatkan input bahasa yang cukup—baik lisan, tulisan, maupun bahasa isyarat—akan mengalami kesulitan besar dalam perkembangan kognitif, sosial, dan emosional.

baca juga

Gambaran Ketimpangan Juru Bahasa Isyarat (JBI)

Juru Bahasa Isyarakat (JBI) di Indonesia masih timpang. Data Kemenkes 2014 menunjukkan, ada 2,5 juta penyandang disabilitas tunarungu di Indonesia. Namun pengguna bahasa isyarat di masyarakat umum sangat terbatas sehingga jumlah JBI pun tergolong kurang.

Di Indonesia, satu JBI melayani sekitar 3.840 teman tuli. Padahal WHO merekomendasikan 1 JBI untuk setiap 100 teman tuli.

“Saat ini, kita menghadapi tantangan serius dengan rasio Juru Bahasa Isyarat (JBI) yang hanya 1 untuk 3.840 teman Tuli, sangat jauh dari rekomendasi WHO yaitu 1 JBI untuk 100 teman Tuli,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum.

Masuknya bahasa isyarat ke dalam kurikulum diharapkan mampu menjadi jawaban atas keterbatasan jumlah Juru Bahasa Isyarakat (JBI).

baca juga

.

 

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.