Menurut survei Jakpat tahun 2024, 45% orang Indonesia mengonsumsi kopi setiap hari. Survei yang melibatkan melibatkan 1.008 responden itu menunjukkan, 1 dari 5 responden rutin mengonsumsi kopi.
Gen Z disebut lebih agresif dalam konsumsi kopi. Artinya, Gen Z lebih doyan kopi dibandingkan generasi lainnya. 66% Gen Z mengaku ngopi tiap hari.
Gen Z lebih suka kopi susu dan kopi instan dibandingkan Generasi Milenial dan Gen X yang lebih menikmati kopi hitam.
Nah, tulisan ini akan mengulas merek kopi apa saja yang sering dikonsumsi Gen Z. Akan tetapi, sebelum itu, kita perlu tarik ke belakang tentang bagaimana kebiasaan ngopi di masyarakat Indonesia terbentuk.
Kenapa Orang Indonesia Suka Ngopi?
Kebiasaan ngopi di Indonesia punya sejarah panjang. Di Aceh, jeip kuphi atau minum kopi sudah dikenal sejak masa Kesultanan Aceh. Bahkan, Teuku Umar pernah berkata menjelang pertempuran Meulaboh, “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh atawa ulon akan syahid,” yang berarti “Besok pagi kita minum kopi di kedai Meulaboh atau saya akan syahid.”
Di Sumatera Barat, masyarakat Minangkabau mengenal minuman bernama kawa daun, yang dibuat dari daun kopi, bukan bijinya. Menurut sejarawan Prof. Gusti Asnan, tradisi ini sudah ada sebelum Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa kopi. Minuman ini diseduh dalam wadah tempurung kelapa dan biasa diminum di sore hari.
Sementara itu, pada masa Cultuurstelsel (tanam paksa) tahun 1830–1870, petani pribumi memang diwajibkan menanam kopi sebagai komoditas ekspor. Akan tetapi, rakyat Indonesia sendiri baru bisa menikmati kopi secara luas setelah sistem tanam paksa dihapus.
Sebelumnya, hampir semua hasil panen dikirim ke Eropa. Setelah merdeka, kopi berubah menjadi minuman rakyat, dinikmati di setiap lapisan masyarakat, dari pekerja kasar hingga pejabat.
Perkembangan Kopi: Warung Kaki Lima hingga Gelombang Lainnya
Dulu, kebiasaan ngopi terjadi di warung kopi sederhana (kopi tubruk, kopi sachet, kopi susu ala warung). Orang datang, pesan kopi, duduk sebentar — kadang ngobrol tentang berita, politik lokal, gosip tetangga. Kopi menjadi perekat sosial.
Akan tetapi, saat ini, fenomena ngopi terjadi di warung kopi franchise. Ngopi bukan sebagai rutinitas minum kafein, tetapi sudah menjelma jadi bagian dari gaya hidup urban dan bentuk baru interaksi sosial masyarakat Indonesia.
Gelombang pertama kopi massal bergeser ke third wave coffee, yaitu gerakan yang menempatkan kopi sebagai produk seni dan identitas. Muncul banyak coffee shop modern dengan konsep barista profesional, desain estetik, dan metode seduh manual seperti V60, Aeropress, dan Cold Brew.
Tren ini merepresentasikan pergeseran budaya minum kopi dari aktivitas tradisional di warung pinggir jalan menjadi pengalaman sosial yang dikurasi dengan rapi oleh brand, desain ruang, dan citra gaya hidup. Kedai kopi juga menjadi public space yang dimanfaatkan untuk pertemuan hingga bekerja.
“Sekarang kedai kopi bukan hanya tempat untuk beli kopi saja, tapi juga untuk bekerja dan beraktivitas. Wajar kalau banyak yang mengharapkan fasilitas penunjang seperti colokan listrik, wi-fi, AC, dan halaman parkir yang luas,” kata Iip M. Aditya, Managing Editor GoodStats.
Laju Pertumbuhan Coffee Shop & Franchise Kopi di Indonesia
Fenomena ngopi yang telah membudaya membuka peluang besar bagi bisnis kedai kopi dan franchise. Menurut Departemen Perdagangan Indonesia, lebih dari 63 % dari franchise terdaftar bergerak di sektor makanan dan minuman. Brand lokal kopi semakin dominan di ranah franchise kopi.
Data industri makanan & minuman Indonesia menyebut bahwa jumlah rantai kedai kopi terus tumbuh sejak 2018, bahkan dalam periode pandemi. Beberapa kedai kopi yang pamor di kalangan masyarakat di antaranya: Kopi Kenangan, Kopi Janji Jiwa, Tomoro Coffee.
Kedai Kopi Paling Disukai Masyarakat Indonesia
Ya, Kopi Kenangan (Kopken) jadi kedai kopi yang paling disukai masyarakat Indonesia, menurut survei GoodStats 2025. Riset yang melibatkan 1.000 responden itu menunjukkan, 42% responden lebih menyukai Kopi Kenangan dibandingkan kedai kopi lainnya. Menariknya, hasil survei ini konsisten sejak 2024. Kopken tetap menjadi juara di hati masyarakat.
Dengan harga Rp19.000, Kawan bisa membawa pulang secangkir kopi. Harga yang ditawarkan menjadikan Kopken cocok untuk kalangan menengah ke bawah.
Kemudian, Fore menempati posisi kedua sebagai merek kopi yang disukai masyarakat. Sebanyak 40% responden mengaku menjadikan Fore sebagai jawara. Kopi ini masih disukai kalangan middle-class, karena dengan harga Rp24.000, Kawan bisa mendapatkan segelas Classic Latte.
Posisi ketiga ada Starbucks. Kedai kopi asal Amerika Serikat ini memang telah lama ekspansi di Indonesia dan mendapat ruang tersendiri di hati masyarakat. Sebanyak 29% responden menyukai cita rasa Starbucks. Sayangnya, kopi ini cukup mahal sehingga kerap menyasar kalangan atas. Untuk mendapat segelas kopi, Kawan harus merogoh kocek sebesar Rp44.000.
Selain tiga kedai kopi tersebut, beberapa merek juga disukai masyarakat, utamanya para responden. Misalnya Point Coffee (26%), JCO (22%), Kopi Janji Jiwa (20%), Excelso (15%), hingga Tomoro Coffe (9%). Masing-masing punya ciri khas dan kelebihan dari segi rasa maupun harga.
Nah, sekarang, apa kopi andalan Kawan?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News