Hubungan Indonesia dan Thailand sudah berlangsung jauh sebelum kemerdekaan. Meskipun hubungan diplomatik resmi kedua negara dibuka pada 1950, nyatanya relasi antarmasyarakatnya sudah terjalin jauh sejak sebelum itu.
Salah satu bukti hubungan Indonesia-Thailand di masa lalu adalah Makkasan, sebuah kawasan pemukiman di Distrik Ratchathewi, Bangkok. Makkasan juga merupakan salah satu subdistrik di antara 180 subdistrik di Bangkok.
Namanya terdengar mirip dengan Makkasar, ibu kota Sulawesi Selatan. Tak salah, Makassar dan Makkasan memang saling berbagi cerita dari zaman dahulu. Bahkan, daerah Makkasan masih terus eksis hingga sekarang.
Hubungan Makkasan dan Makassar
Konon, nama Makkasan di Thailand merujuk pada Makassar di Sulawesi Selatan. Dahulu, banyak orang-orang Muslim asal Makassar yang bermigrasi ke Thailand, tepatnya saat periode Ayutthaya di akhir pemerintahan Raja Phra Narai.
Dikatakan bahwa rombongan ini dibawa oleh Daeng Mangalle, seorang pangeran dari Gowa. Ia membawa lebih dari 200 pengikutnya untuk hijrah ke Siam (Thailand) untuk meninggalkan Makassar sekitar tahun 1669.
Dalam buku Sejarah dan Budaya Lokal dari Sulawesi sampai Bima, Daeng Mangalle yang merupakan putra Sultan Hasanuddin yang kecewa akibat Perjanjian Bongaya yang ditandatangani ayahnya. Hal inilah yang mendorongnya pergi ke Siam.
Di Siam, Daeng Mangalle meminta suaka pada Raja Narai. Permintaan itu pun diwujudkan. Bahkan, ia dan pengikutnya juga diberikan tempat di ibu kota raja yang dikenal dengan nama Makkasan.
Dari sinilah sebenarnya koneksi Makassar di Indonesia dengan Makkasan di Thailand terjadi. Warga lokal memanggil mereka dengan sebutan Khaek Makkasan atau tamu yang berasal dari luar Eropa.
Perang Besar di Makkasan
Sebenarnya kisah Daeng Mangalle di tanah Siam tidaklah benar-benar berakhir indah. Terjadi konfrontasi politik yang melibatkan bangsawan Gowa ini.
Tulisan Nuhung dan Arie Azhari dalam jurnal Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts, saat itu legitimasi Raja Narai terancam akibat kudeta dan pemberontakan. Ada desas-desus beberapa pihak yang ingin menggulingkan raja.
Sebagai informasi, di dekat tempat tinggal komunitas Makassar di Makkasan, ada komunitas Melayu yang sudah menetap terlebih dahulu. Saat itu, ada rencana orang-orang Melayu dan Champa untuk memberontak pada Raja Narai. Daeng Mangalle mengetahui rencana pemberontakan ini, tetapi ia tidak pernah ada niatan untuk ikut memberontak.
Namun, rencana pemberontakan itu gagal karena banyak orang Melayu yang menolak. Meskipun keterlibatan orang Makassar untuk memberontak tidak terbukti, Raja tetap meminta tiga suku, yaitu Melayu, Champa, dan Makassar untuk menghadapnya dan mengaku bersalah.
Melayu dan Champa awalnya menolak. Akan tetapi, mereka kemudian menyerah dan melaporkan rencana pemberontakan yang gagal itu pada Raja. Sebagian dari mereka diampuni, beberapa lainnya diberi hukuman.
Di sisi lain, Pangeran Makassar menolak pergi menghadap Raja karena memang tidak pernah ingin memberontak. Singkat cerita, perang pun pecah. Daerah Makkasan dikepung oleh tentara bersenjata.
Menariknya, Daeng Mangalle dan orang-orangnya tidak memiliki persenjataan canggih seperti pihak musuh. Mereka hanya menggunakan badik dan tombak untuk berperang.
Orang Makassar kalah dari segi jumlah dan persenjataan. Banyak dari mereka yang gugur, termasuk Daeng Mangalle.
Namun, keberanian dan kegigihan Daeng Mangalle ini menuai decak kagum dari banyak pihak, termasuk Raja Siam. Dua putra Daeng Mangalle, Daeng Tulolo dan Daeng Ruru diampuni Raja dan dikirim ke sekolah akademi tentara elit di Prancis.
Makkasan Kini

Simpang Susun Makkasan di Bangkok, Thailand | Wikimedia Commons
Makkasan kini tengah bertransformasi menjadi smart city atau kota pintar. Pemerintah Thailand melakukan berbagai pendekatan dan pengembangan untuk mengubah area tersebut menjadi pusat ekonomi yang komprehensif.
Menyadur dari citydata.in.th, proyek Kota Pintar Makkasan berada di kawasan yang terus berkembang. Hal ini dikarenakan Makkasan berada di pusat kota lama dan kawasan bisnis di Bangkok.
Berbagai landmark penunjang, mulai dari perkantoran, pusat berbelanjaan, permukiman, taman, kantor pemerintahan, lembaga pendidikan, sampai fasilitas kesehatan dibangun dengan pengembangan multiguna.
Nama ‘Makkasan’ juga melekat pada beberapa infrastruktur di sana, seperti Stasiun Makkasan, Bueng Makkasan, hingga Simpang Susun Makkasan, menjadi jejak abadi bangsa Makassar yang pernah menjadi bagian dari Siam.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News