"Dan seperti diketahui, 1825 ada Perang Diponegoro, dan Kiai Muhammad Ali serta santrinya aktif membela Diponegoro melawan Belanda. Nah, membela itu jadi pembelaan, Pabelan. Sejak saat itu, tempat ini Pabelan," kata Najib, sebagaimana dikutip dari Republika.
Memang, Pesantren Pabelan di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sudah masyhur di kalangan masyarakat. Pesantren Pabelan telah dikenal sebagai salah satu tempat belajar agama terbaik di Indonesia.
Akan tetapi, yang mungkin belum diketahui khalayak, tempat ini menyimpan sejarah sebagai tempat perlawanan. Pabelan pernah menjadi basis pendukung Pangeran Diponegoro dalam perang besar melawan kolonial Belanda pada 1825–1830.
Jejak Sejarah Perlawanan
Banyak yang mengira Pesantrean Pabelan berdiri pada 28 Agustus 1965. Padahal, ponpes ini telah lebih dulu berdiri, jauh dari tahun tersebut.
Sejarah Pesantren Pabelan bermula dari pendirian masjid oleh KH Muhammad Ali sekitar tahun 1820. Dari masjid itulah cikal bakal Pondok Pesantren Pabelan lahir. Pendiri Ponpes, KH Hamam Dja'far, menjadikan masjid sebagai bangunan ponpes pertama pada 1965.
Tidak lama dari pembangunan masjid, meletuslah Perang Jawa (1825–1830) atau yang lebih dikenal sebagai Perang Diponegoro. KH Muhammad Ali bersama santrinya terjun langsung mendukung perjuangan Diponegoro.
Pengasuh Pesantren Pabelan saat ini, KH Ahmad Najib Amin Hamam, mengungkapkan bahwa sejak saat itu nama "Pabelan" lahir dari kata “membela”.
“Nah, membela itu jadi pembelaan, Pabelan. Sejak saat itu tempat ini Pabelan,” jelas Najib.
Santri Pabelan pun kerap ikut dalam strategi perang bersama pasukan Diponegoro. Bahkan, Masjid Pesantren Pabelan kala itu sering didatangi langsung oleh sang pangeran untuk beribadah. Jarak pondok dengan Kebun Mojo—yang menjadi markas Kiai Mojo, penasihat spiritual Diponegoro—hanya sekitar 200 meter.
Pabelan pun dianggap penting oleh Belanda. Najib menyebut, dalam peta lawas buatan Yosodipuro yang tersimpan di Arsip Nasional, wilayah Pabelan diberi tanda merah besar—simbol daerah pemberontak yang harus dipantau.
"Dan, saya punya peta (dari Arsip Nasional) 1800 sekian. Pabelan itu oleh Belanda sudah ditandai besar, mungkin daerah pemberontak," imbuh Najib.
Ada kisah unik tentang cara para kiai membakar semangat santri. Mereka kerap menyebut Belanda “sudah gila” karena berenang di tanah Jawa yang bukan milik mereka, atau menyusuri kebun alih-alih melewati jalan. Candaan itu menjadi bahan bakar psikologis agar santri tidak gentar menghadapi pasukan penjajah.
Transformasi Jadi Pesantren Modern
Setelah sempat mengalami pasang surut, Pesantren Pabelan kembali bangkit pada 28 Agustus 1965 melalui tangan KH Hamam Dja’far. Saat awal berdiri kembali, santrinya hanya 35 orang yang terdiri dari 19 putra dan 16 putri.
Kini Pabelan menjelma menjadi pesantren modern yang menampung ribuan santri dari berbagai daerah.
Keunikan Pabelan ada pada kombinasi nilai klasik dan modern. Bangunan lama seperti lonceng dan jam matahari masih bisa ditemui, berdampingan dengan fasilitas pendidikan kontemporer. Lulusan Pabelan pun banyak yang menjadi tokoh penting bangsa, baik di bidang agama, sosial, maupun pemerintahan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News