Universitas Sumatera Utara (USU) adalah perguruan tinggi pertama di Indonesia yang memiliki jurusan Etnomusikologi. Proses awal mendirikan jurusan ini pun mendapat dukungan dari berbagai pihak, di antaranya Rektor USU saat itu hingga pendanaan dari Amerika Serikat. Kini, Etnomusikologi telah menyebar di beberapa kampus Indonesia, utamanya perguruan tinggi yang berbasis pada kesenian.
Sebagai informasi, etnomusikologi adalah ilmu yang mempelajari musik dalam konteks budaya. Hal ini sesuai dengan asal katanya, ethnos (bangsa/etnik) dan musikologi (ilmu musik).
Berbeda dengan jurusan musik biasa yang fokus pada teknik bermain, etnomusikologi menekankan etnografi musik, yakni bagaimana musik digunakan dalam ritual, identitas, hingga hubungan sosial masyarakat.
Di USU, mahasiswa tidak hanya belajar teori. Mereka juga berlatih musik tradisi Sumatera Utara seperti gondang Batak, gendang Melayu, atau musik Mandailing. Selain itu, mereka diperkenalkan dengan gamelan Jawa, talempong Minangkabau, hingga kulintang Sulawesi. Musik Barat seperti piano dan biola juga diajarkan, menjadikan kurikulumnya lintas tradisi.
Kuliah Musik Bukan Cuma Jadi Musisi: Ini Daftar Jurusan Musik dan Karier yang Bisa Kamu Tempuh
Sejarah Lahirnya Jurusan Etnomusikologi
Universitas Sumatera Utara (USU) berdiri pada 20 Agustus 1952 di Medan dengan Fakultas Kedokteran sebagai fakultas pertama. Fakultas ini didirikan untuk menjawab kebutuhan tenaga medis di Sumatera. Gagasan awalnya datang dari Yayasan Universitas Sumatera Utara.
Lima tahun kemudian, pada 20 November 1957, USU resmi menjadi perguruan tinggi negeri ke-7 di Indonesia, setelah diresmikan langsung oleh Presiden Soekarno. Sejak saat itu, USU berkembang pesat. Fakultas-fakultas baru dibuka, termasuk Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya/FIB) pada 1965, yang kelak melahirkan program studi Etnomusikologi.
Pada 1979, Program Studi Etnomusikologi didirikan di bawah Fakultas Sastra USU. Pendirian prodi ini mendapat dukungan bahkan dorongan penuh dari Prof. Adi Putera Parlindungan Lubis, Rektor USU saat itu, dan Prof. Tengku Amin Ridwan, Ph.D., Dekan Fakultas Sastra. Keduanya memang memiliki ketertarikan dan kedekatan dengan lingkungan seni budaya.
Haris Franky Gelisah dengan Karya Musik Buatan Band AI: Hampa!
Sebenarnya, bisa dibilang, Prodi Etnomusikologi di USU terinspirasi dari institusi serupa di Monash University. Prof. Amin Ridwan merupakan lulusan doktoral linguistik Monash University Australia dan di sana ia mengetahui bahwa ada institusi etnomusikologi.
Ketertarikan untuk mendirikan Etnomusikologi semakin kuat saat mengetahui bahwa akademisi Monash University, Prof. Dr. Margaret J. Kartomi yang merupakan seorang peneliti musik etnik Nusantara, banyak menulis tentang musik Batak, Jawa, Bali, hingga Kalimantan. Jaringan akademik inilah yang memperkuat ide pembentukan jurusan Etnomusikologi di USU.
Hingga akhirnya, pada 1982, peresmian operasional Program Studi Etnomusikologi di USU berlangsung, menjadikannya jurusan etnomusikologi pertama di Indonesia.
Gending Raja Manggala, Musik Kehormatan Sultan Yogyakarta dari Keraton hingga Diplomasi
Periode Awal: Lembaga Kesenian USU dan Dukungan Internasional
Sejak awal berdirinya, jurusan ini tidak hanya berorientasi kelas. Pada 1979, dibentuk Lembaga Kesenian USU (LK USU) untuk memperkenalkan kesenian Sumatera Utara dan Indonesia ke mancanegara. LK USU bahkan pernah tampil di Australia, Inggris, Belanda, hingga Amerika Serikat.
Pada periode ini pula, USU menjalin kerja sama dengan The Ford Foundation (Amerika Serikat) yang mendukung pengembangan kurikulum. Kerja sama ini juga memungkinkan USU untuk mengirimkan mahasiswa ke luar negeri antara 1982–1994.
Dukungan internasional menjadikan jurusan ini cepat bertransformasi menjadi pusat kajian musik etnik yang diakui.
Unik! Musik dari dan untuk Tumbuhan Hasil Eksplorasi Seni Bottlesmoker
Mandiri dan Akreditasi
Setelah dukungan Ford Foundation berakhir pada 1993, jurusan ini memasuki periode mandiri. Namun, dengan basis akademik yang kuat, Etnomusikologi USU tetap bertahan dan berkembang.
Kini, Program Studi Etnomusikologi USU telah meraih Akreditasi Unggul dari BAN-PT dengan SK No. 1429/SK/BAN-PT/Ak.KP/S/IV/2023. Status ini menegaskan posisinya sebagai program studi rujukan di Indonesia.
Jurusan Kuliah Paling Banyak Dibutuhkan di Dunia Kerja: Data dan AI Paling Tinggi
Konsultan dan Tokoh yang Membentuk Karakter Jurusan
Seperti yang sudah dijelaskan, pada awal pendirian, Etnomusikologi USU membuka jaringan kerja sama seluas-luasnya dengan internasional. USU bahkan mendatangkan banyak konsultan dari luar negeri dan dalam negeri untuk turut memberi warna Etnomusikologi, di antaranya:
- Philip Yampolsky – peneliti musik etnik di Indonesia di bawah Smithsonian Institution, AS.
- Edward C. Van Ness – etnomusikolog AS yang lama tinggal di Indonesia.
- Marc Perlman – penulis budaya yang lama meneliti musik Jawa.
- Ashley Maxwell Turner – murid Margaret Kartomi, meneliti musik Nias dan Melayu.
- Endo Suanda – seniman tari dan etnomusikolog asal Cirebon, dikenal lewat penelitian seni pertunjukan.
- Rizaldi Siagian – putra daerah sekaligus lulusan Etnomusikologi USU yang membawa pulang teori dan metode baru setelah studi di San Diego State University. Ia tidak hanya mengajar teori, tetapi juga memperkenalkan pendekatan ilmiah baru, yakni teori bobot tangga nada (weighted scale), struktural fungsional organologi, hingga teori fungsionalisme Merriam.
Sebagai Jurusan Etnomusikologi pertama, USU menjadi pelopor. Banyak alumni yang kini berkiprah sebagai peneliti musik, kurator, seniman, hingga akademisi di kampus lain. Beberapa bahkan melanjutkan tradisi riset musik etnik di level internasional.
10 Kampus di Indonesia dengan Jurusan Jurnalistik dan Broadcasting Terbaik
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News