Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,Sri Sultan Hamengku Buwono X, kembali menjadi sorotan publik saat menemui massa aksi di halaman Mapolda DIY, Jumat (29/8) dini hari. Dalam video yang beredar, terlihat Sultan berjalan membelah kerumunan demonstran untuk menyampaikan sikapnya.
Pada kesempatan itu, Sultan menyampaikan rasa bela sungkawa atas meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang wafat dalam sebuah peristiwa di Jakarta. Ia juga menekankan pentingnya demokratisasi di Yogyakarta.
“Saya menghargai apa yang Anda semua lakukan. Apa yang nda semua lakukan itu salah satu dari keinginan kita bersama untuk tumbuhnya demokratisasi di Yogyakarta. Saya pun sepakat dengan itu,” tutur Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu di hadapan peserta aksi, Sabtu (30/8/2025).
Sultan berharap demokrasi di Yogyakarta berlangsung tanpa kekerasan, mengingat daerah ini memiliki tradisi penyelesaian masalah secara damai.
“Saya berharap demokratisasi itu dilakukan dengan baik untuk mendidik kita semua termasuk diri saya pun juga. Apalagi Yogyakarta ini tidak ada kebiasaan terjadi kekerasan-kekerasan di dalam membangun demokrasi,” ujarnya.
Yang menarik, kehadiran Sultan saat itu diiringi lantunanGending Raja Manggala, sebuah musik kehormatan yang sakral dalam tradisi Keraton Yogyakarta.
Apa Itu Gending Raja Manggala?
Gending Raja Manggala adalah salah satu dari empat musik kehormatan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Biasanya, gending ini dimainkan saat Sultan miyos (keluar) untuk menerima tamu kerajaan atau menghadiri acara penting.
Menurut keterangan Kratonjogja, “Gendhing ini mengalun ketika Sri Sultan miyos untuk menerima tamu kerajaan. Penyajiannya serupa Gendhing Prabu Mataram.”
Prosesi ini ditandai dengan seruan khas seorang abdi dalem, “Rausss!”, kemudian gamelan mengalunkan Gending Raja Manggala. Gending ini dimulai denganbuka bonang, lalu dilanjutkan dengan irama I pada bagian umpak gendhing. Ketika Sultan sudah lenggah dhampar (duduk di singgasana), irama berubah ke irama II, kemudian memasuki bagian ngelik dengan syair koor sampai akhirnya suwuk (berhenti).
Empat Musik Kehormatan Keraton Yogyakarta
Dalam tradisi keraton, terdapat empat musik khusus yang digunakan untuk menghormati Sultan yang sedang bertakhta, yaitu:
Gending Raja Manggala
Gending Prabu Mataram
Gending Tedhak Saking
Gending Sri Kondur
Dua di antaranya, yakni Prabu Mataram dan Sri Kondur, diketahui diciptakan oleh K.R.T Wiroguno, seorang maestro karawitan Jawa yang hidup pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII dan VIII. Sementara itu, pencipta Gending Raja Manggala dan Tedhak Saking masih belum diketahui secara pasti.
Dari Keraton ke Diplomasi Modern
Sejarah mencatat bahwa Gending Raja Manggala bukan hanya dimainkan di keraton, tetapi juga dalam momen-momen diplomatik penting.
Pada tahun 2008, ketika Pangeran Charles (kini Raja Charles III) berkunjung ke Yogyakarta, kedatangannya diiringi Gending Raja Manggala Pelog Patet 5. Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut sang tamu di Gapura Brojonolo, dengan barisan prajurit Mantrijero ikut mengiringi prosesi. Setelah itu, keduanya melakukan pembicaraan di Gedhong Jene (Gedung Kuning) dengan topik pluralitas dan keberagaman.
Tak hanya untuk tamu asing, gending ini juga pernah mengiringi prosesi kenegaraan di tingkat nasional. Pada pembukaan Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun Anggaran 2023, Presiden ke-7 RI Joko Widodo memasuki Assembly Hall Convention Center, Senayan, Jakarta, dengan iringan gamelan “Ladran Raja Manggala”.
Simbol Tradisi dan Kehormatan
Dalam konteks budaya Jawa, Raja Manggala bermakna pemimpin utama yang membawa arah bagi rakyatnya. Musik ini tidak hanya sekadar hiburan, melainkan simbol legitimasi kekuasaan, penghormatan, sekaligus wujud diplomasi budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kehadiran Gending Raja Manggala dalam peristiwa kontemporer—mulai dari Sultan HB X yang menemui massa aksi, hingga penyambutan tamu negara seperti Pangeran Charles dan Presiden Jokowi—menunjukkan bahwa tradisi ini masih hidup dan relevan.
Sebagaimana dikutip dari salah satu sumber keraton:
“Gending kehormatan adalah lagu khusus untuk menghormati Sultan, dimainkan dengan gamelan, dan diwariskan sebagai bagian dari tata upacara keraton.”
Penutup
Gending Raja Manggala adalah warisan budaya Yogyakarta yang tidak hanya sakral di lingkungan keraton, tetapi juga terus hadir dalam momen-momen penting, baik di ranah lokal, nasional, maupun internasional. Dari gamelan yang mengalun di keraton hingga ruang sidang Mahkamah Agung, gending ini menjadi pengingat bahwa tradisi Jawa tetap lestari di tengah perubahan zaman.
Sumber:
- Gendhing Kurmat Dalem
- Arti Gendhing Raja Manggala yang Mengalun Mengiringi Sultan HB X Temui Massa Aksi di Polda DIY
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News