Di antara ragam kuliner Nusantara yang kaya, ada satu penganan dari Yogyakarta yang namanya saja sudah cukup mencuri perhatian: kue kontol kejepit atau lebih dikenal dengan sebutan tolpit atau adrem.
Kue tradisional kontol kejepit khas Bantul ini bukan cuma menawarkan cita rasa manis yang menggoda, tapi juga menyimpan cerita sejarah dan filosofi yang menarik, serta proses pembuatan yang unik.
Meski kini keberadaannya mulai langka, kue ini tetap jadi magnet bagi pecinta kuliner tradisional yang penasaran dengan asal-usul nama “nyeleneh” di baliknya.
Apa Itu Kue Kontol Kejepit?
Kue kontol kejepit, atau tolpit, adalah makanan tradisional dari Bantul, Yogyakarta, yang terbuat dari campuran tepung beras, gula jawa, dan kelapa.
Berbeda dengan kue cucur yang mungkin lebih familiar, tolpit punya karakteristik tersendiri, rasa manis yang pekat dengan sedikit sentuhan pahit di bagian luarnya akibat proses penggorengan yang mendekati gosong. Bentuknya yang khas dijepit hingga menyerupai tiga tangkai juga jadi ciri yang membedakannya.
Kue ini dulunya sangat populer, terutama pada era 1980-an hingga 1990-an, dan sering disantap sebagai teman minum teh panas atau kopi pahit di kalangan masyarakat Bantul. Namun, kini tolpit agak sulit ditemukan.
Jika ingin mencicipinya, Kawan GNFI bisa mengunjungi pasar tradisional di Bantul atau acara khusus seperti Pasar Kangen 2025 di Taman Budaya Yogyakarta, tempat pedagang seperti Momo masih setia menjajakan penganan legendaris ini.
Asal-Usul Nama dan Sejarah Kue Tolpit
Melansir detik.com, nama “kontol kejepit” memang terdengar provokatif dan mengundang tawa, tapi di baliknya tersimpan kisah yang menarik. Menurut cerita yang beredar, kue ini awalnya dikenal sebagai adrem, sebuah nama yang konon sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.
Rasa manis dan legitnya begitu memikat, hingga orang-orang Belanda menjulukinya “dream” (mimpi), mengacu pada kenikmatan rasanya yang “seperti mimpi”. Namun, lidah masyarakat Indonesia mengucapkannya sebagai “adrem”, yang kemudian melekat hinggalah kini.
Lalu, dari mana asal nama “kontol kejepit” atau “tolpit”?
Nama ini merujuk pada bentuk kue yang unik. Proses pembuatannya melibatkan adonan yang digoreng hingga mengapung, lalu dijepit dengan sumpit hingga membentuk tiga tangkai yang sedikit menyerupai entah disengaja atau tidak sesuatu yang “terjepit”. Inilah yang memunculkan nama jenaka tersebut, yang ternyata sudah diterima dengan biasa oleh masyarakat lokal.
Selain soal nama, tolpit juga punya cerita sejarah yang kental dengan tradisi. Di masa lalu, kue ini bahkan jadi alat tukar saat musim panen. Petani menukarkan gabah hasil panen mereka dengan adrem yang dibawa pedagang keliling dari sawah ke sawah. Lebih dari sekadar camilan, tolpit juga menyimpan makna filosofis.
Bahan-bahannya terdiri dari tepung beras, kelapa, dan gula jawa, melambangkan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah, sekaligus penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan. Kue ini juga dianggap sebagai simbol pengampunan dan ketenangan, dengan harapan membawa hidup yang “adem” atau damai.
Keunikan Kue Tolpit yang Sulit Dilupakan
Keunikan tolpit tak cuma terletak pada namanya yang “berani”. Proses pembuatannya juga punya daya tarik tersendiri. Adonan yang sudah dicampur digoreng dalam minyak panas hingga mengembang seperti kue cucur.
Saat adonan mulai matang dan mengapung inilah, penjual akan menekan dan membaliknya dengan sumpit, lalu menjepitnya hingga membentuk tiga tangkai yang khas. Penggunaan gula jawa bukan gula pasir seperti pada cucur modern, juga menjaga cita rasa otentik yang manis dan sedikit karamel.
Meski kini keberadaannya mulai tergerus zaman, tolpit tetap jadi warisan kuliner yang patut dilestarikan. Nama “kontol kejepit” yang lucu dan sedikit nakal justru jadi daya tarik tambahan, membuat orang penasaran untuk mencoba dan menggali cerita di baliknya.
Bagi yang ingin merasakan nostalgia kuliner Jogja, tolpit adalah pengingat manis bahwa tradisi bisa tetap hidup, meski dengan nama yang bikin senyum-senyum sendiri.
Jadi, jika suatu saat Kawan GNFI berkunjung ke Bantul, jangan lupa mampir ke pasar tradisional untuk mencari kue legendaris ini. Siapa tahu, sepotong tolpit dan secangkir teh panas bisa membawa kawan pada perjalanan rasa yang tak hanya lezat, tapi juga penuh cerita.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News