Di sebuah bukit tersembunyi di Pulau Bangka, sebuah tradisi kuno terus berdenyut. Suku Jerieng, yang menyebut diri mereka sebagai pewaris tradisi Taber Gunung, setiap tahunnya berkumpul untuk sebuah upacara yang bukan sekadar ritual, melainkan juga janji abadi antara manusia, alam, dan leluhur.
Dengan penuh kehormatan, mereka merawat warisan budaya yang telah berusia ratusan tahun, sebuah praktik yang juga dikenal sebagai Sedekah Gunung.
Tradisi ini, yang sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, bukan hanya serangkaian upacara, tetapi juga sebuah filosofi hidup yang mengajarkan harmoni dan rasa syukur.
Dipimpin oleh generasi kedelapan Batin Gunung, Janum, suku ini menggelar prosesi sakral yang jatuh pada tanggal 14 Muharram, menandai babak baru dalam siklus alam dan spiritual mereka.
Melestarikan Jejak Leluhur: Dari Rumah Adat hingga Puncak Bukit
Di Desa Pelangas, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, denyut nadi tradisi ini terasa kuat. Alunan gendang dan gong yang merdu mengiringi langkah mereka, membuka tirai bagi perjalanan spiritual yang akan mereka jalani.
"Saya merupakan generasi ke delapan yang melanjutkan tradisi Taber Gunung atau Sedekah Gunung sebagai Batin Gunung," ujar Ketua Adat Suku Jerieng, Janum.
Perjalanan itu dimulai dengan langkah kaki telanjang Janum memimpin barisan, menembus jarak sekitar satu kilometer. Mereka berhenti sejenak di balai desa, di mana tarian sakral "tari tabuh" dipentaskan.
Selanjutnya, mereka melanjutkan perjalanan ke makam leluhur, Kek Adung dan Kek Weng, untuk berziarah dan meminta restu. Janum, sebagai Batin Gunung, bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga penghubung.
“Ziarah untuk berdoa sekaligus meminta izin kepada leluhur kami," jelasnya, menyoroti peran pentingnya sebagai jembatan antara dunia nyata dan spiritual.
Puncak dari ritual ini adalah perjalanan menuju Bukit Penyabung, sebuah bukit sakral yang dipenuhi pepohonan rimbun dan batu-batu granit raksasa. Di sanalah, dengan pakaian putih dan peci resam, Janum berdiri tegak di depan sesaji.
Dalam Bahasa Jerieng, ia merapalkan doa-doa penuh harapan, memohon berkah bagi kesuburan ladang dan perlindungan dari segala marabahaya.
"Tujuannya sebagai wujud pengharapan kepada Allah SWT melalui penghuni tanah air kita agar masyarakat Suku Jerieng diberikan kesuburan ladang serta terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan," ungkapnya. Ritual ini diakhiri dengan menaburkan beras, kunyit, bunga melati, dan madu, sebagai simbol berbagi dengan alam.
Kearifan Lokal dalam Tumbuh-tumbuhan dan Larangan Adat
Di tengah kemajuan zaman, Suku Jerieng memegang teguh kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagian besar warga yang pulang dari bukit membawa tumbuhan obat, seperti medangsang dan daun sudu-sudu, yang mereka yakini memiliki khasiat luar biasa.
Sebuah penelitian bahkan mencatat 82 jenis tanaman obat yang digunakan suku ini untuk mengobati 45 jenis penyakit, menunjukkan betapa dalamnya pengetahuan mereka akan alam.
Selain itu, ritual ini juga diiringi dengan larangan-larangan adat yang telah diwariskan. Setelah upacara, masyarakat dilarang berkebun, melaut, atau menyembelih hewan selama tiga hari.
Larangan ini bukan tanpa alasan, menurut Janum, tradisi ini sempat terhenti, yang mengakibatkan hasil kebun mereka menurun drastis.
"Melalui sedekah gunung, kami diajarkan untuk bijak mengelola hasil alam, saling berbagi dengan makhluk. Sebisa mungkin kami menaati larangan yang ada," kata Masliadi, Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Pelangas.
Suku Jerieng percaya bahwa kehidupan harmonis bergantung pada keseimbangan antara manusia, tumbuhan, hewan, dan makhluk tak kasat mata. "Kita, semua yang hidup di bumi, harus bekerja sama. Saling menjaga dan berbagi. Jangan serakah," tegas Janum.
Melalui tradisi Sedekah Gunung, mereka mengingatkan diri mereka sendiri—dan kita semua—tentang pentingnya menjaga harmoni dengan alam, sebuah pesan yang relevan di tengah tantangan lingkungan saat ini.
Sumber:
- Suku Jerieng Bangka Gelar Tradisi Sedekah Gunung yang Bertahan Ratusan Tahun
- Sedekah Gunung, Menjaga Keharmonisan Manusia dan Alam di Pulau Bangka
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News