Mars Barisan Pekerja, yang juga dikenal dengan sebutan Mars Romusha, lahir pada masa pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tahun 1943. Lagu ini bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari strategi propaganda yang digunakan penjajah untuk membangkitkan semangat tenaga kerja atau romusha. Saat itu, Jepang sangat membutuhkan tenaga manusia untuk membangun berbagai proyek pertahanan, infrastruktur, dan kebutuhan perang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Jepang menggunakan medium seni dan budaya sebagai sarana penyebaran pesan. Salah satunya melalui musik, yang dianggap mudah meresap ke dalam kehidupan masyarakat.
Lagu Barisan Pekerja diproduksi dengan bahasa Indonesia agar terasa akrab bagi rakyat, dan diselipkan dalam film-film propaganda Jepang. Melalui cara ini, pesan “semangat kerja keras” dibungkus dalam bentuk yang tampak menggembirakan.
Lirik dan Isi Pesan
Lirik lagu ini sangat sederhana, berulang, dan penuh dengan ajakan. Beberapa bait menggambarkan suasana kerja di sawah, di laut, maupun di pabrik. Ada gambaran petani yang membajak, nelayan yang berlayar, serta pekerja pabrik yang tidak pernah berhenti menggerakkan mesin.
Isi pokoknya adalah seruan untuk terus bekerja, bersatu, dan tidak pernah menyerah. Kalimat seperti “bekerja bekerja bekerja” menegaskan ajakan itu. Selain itu, muncul pula kalimat propaganda yang lebih politis, seperti “gugur hancur kaum sekutu,” yang jelas menunjukkan posisi Jepang sebagai pihak yang ingin menggiring rakyat Indonesia mendukung perang melawan Sekutu.
Jika diperhatikan, lirik lagu ini mencoba menyatukan berbagai golongan masyarakat—petani, nelayan, hingga buruh pabrik—dalam satu semangat kolektif untuk bekerja tanpa henti. Secara musikal, ritmenya bersemangat layaknya lagu mars, sehingga terdengar gagah dan penuh dorongan.
Fungsi sebagai Alat Propaganda
Lagu Mars Barisan Pekerja berperan besar dalam upaya mobilisasi rakyat. Ada tiga fungsi utama yang terlihat jelas:
1. Mobilisasi tenaga kerja
Lagu ini digunakan untuk menyemangati romusha agar mau bekerja keras di berbagai bidang, meskipun kenyataannya kerja tersebut sering dipaksakan.
2. Legitimasi ideologi
Dengan memasukkan unsur-unsur keseharian seperti sawah, laut, dan pabrik, lagu ini seolah menunjukkan bahwa bekerja untuk Jepang adalah hal wajar sekaligus terhormat. Namun, pesan tersebut sesungguhnya diarahkan untuk kepentingan perang Jepang.
3. Membentuk memori kolektif
Lagu ini menjadi salah satu cara bagi Jepang menanamkan ide bahwa bekerja keras tanpa henti adalah bentuk pengabdian. Meski kemudian masa itu berakhir, lagu ini tetap tercatat dalam sejarah dan meninggalkan jejak yang kuat.
Walaupun terdengar penuh semangat, kenyataannya romusha bekerja dalam kondisi yang sangat berat. Mereka sering kekurangan makanan, mengalami kelelahan ekstrem, bahkan banyak yang meninggal akibat kerja paksa. Hal ini membuat lirik lagu yang penuh kegembiraan terasa kontras dengan realitas yang dihadapi.
Dalam konteks tersebut, lagu ini bukan hanya sebuah karya seni, melainkan juga simbol ironi. Di satu sisi, musiknya mampu membangkitkan semangat, tetapi di sisi lain, ia menyembunyikan penderitaan rakyat yang dipaksa bekerja tanpa belas kasihan.
Kini, lagu Mars Barisan Pekerja kembali terdengar melalui berbagai platform digital. Banyak generasi muda yang menemukan kembali lagu ini, baik melalui YouTube maupun media sosial. Respons yang muncul pun beragam.
Sebagian memaknainya sebagai bagian penting dari sejarah yang perlu dipelajari, sehingga dapat menjadi pengingat akan penderitaan masa lalu. Sebagian lain merasa liriknya masih relevan sebagai motivasi untuk bekerja keras dan bersatu, meskipun konteks sejarahnya berbeda. Ada juga yang menolak dan menilai lagu ini tidak layak dihidupkan kembali karena mengandung unsur propaganda penjajah.
Penerimaan yang beragam tersebut menunjukkan bahwa sebuah karya seni dapat dimaknai secara berbeda tergantung pada pengalaman, pengetahuan, serta kesadaran sejarah setiap orang.
Walaupun penting dari sisi sejarah, lagu ini tetap menimbulkan perdebatan. Ada kekhawatiran bahwa mempopulerkan kembali lagu ini tanpa penjelasan yang memadai bisa menimbulkan salah tafsir. Misalnya, orang bisa terjebak pada semangat kerja kerasnya saja, tanpa memahami bahwa lagu ini lahir dari situasi penindasan.
Bagi sebagian kalangan, lagu ini dianggap melukai ingatan kolektif karena mengingatkan pada penderitaan romusha. Namun, di sisi lain, sebagian melihatnya sebagai dokumen sejarah yang tak boleh dihapus. Justru dengan mempelajari lagu ini, masyarakat dapat memahami bagaimana propaganda bekerja, dan bagaimana seni digunakan sebagai alat kekuasaan.
Relevansi di Era Sekarang
Lagu Mars Barisan Pekerja memberikan pelajaran berharga bahwa semangat kerja keras dan persatuan memang penting, tetapi harus berjalan beriringan dengan keadilan dan kemanusiaan. Menghidupkan kembali lagu ini sebaiknya disertai dengan penjelasan sejarah yang menyeluruh, agar generasi sekarang tidak hanya melihat sisi semangatnya, tetapi juga menyadari penderitaan yang pernah terjadi.
Dengan demikian, lagu ini bisa menjadi bahan refleksi, bukan sekadar nyanyian. Ia mengingatkan bahwa kerja keras tanpa memperhatikan kesejahteraan dan hak asasi manusia hanya akan berujung pada penderitaan.
Mars Barisan Pekerja adalah lagu yang lahir dari situasi kompleks. Ia diciptakan untuk mengobarkan semangat, tetapi sesungguhnya menutupi realitas pahit kerja paksa romusha. Kini, lagu ini menjadi cermin sejarah yang memuat pelajaran penting.
Melalui pemahaman yang tepat, lagu ini dapat mengingatkan masyarakat tentang betapa berharganya kebebasan dan kemanusiaan. Semangat kerja keras tetap relevan, tetapi harus ditempatkan dalam bingkai yang adil, manusiawi, dan menghargai martabat setiap pekerja.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News