Istilah cagar budaya terdiri dari dua kata, yaitu “cagar” dan “budaya”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cagar diartikan sebagai daerah perlindungan untuk pelestarian makhluk hidup, terutama tumbuhan dan binatang. Sementara itu, budaya dapat diartikan sebagai sistem dari pola perilaku, pemikiran, serta tradisi yang diwariskan secara sosial.
Budaya juga bisa dipahami sebagai aktivitas manusia yang menghasilkan sebuah tempat dan objek yang telah menjadi kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. “Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa,” (Maryamah, 2016), sehingga makna dari budaya dapat diartikan berbeda-beda tergantung pada bagaimana dan dalam konteks apa konsep itu digunakan.
Dapat disimpulkan bahwa cagar budaya merujuk pada kawasan yang kelestariannya, masyarakat, tempat, dan benda-bendanya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan yang perlu dilestarikan karena memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Taman Makam Pahlawan Kerja di Kota Pekanbaru merupakan salah satu cagar budaya yang menjadi saksi bisu sejarah kelam pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Situs ini tidak hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para pekerja paksa (romusha), tetapi juga menjadi sumber pembelajaran sejarah yang penting bagi masyarakat, khususnya generasi muda di Pekanbaru.
Keberadaan makam ini mengingatkan kita pada ribuan romusha yang dipaksa bekerja membangun jalur kereta api di bawah kondisi yang sangat berat, dengan risiko tinggi terhadap kelaparan, penyakit, dan kekerasan dari tentara Jepang.
Kompleks makam ini tidak hanya menyimpan nisan dan monumen, tetapi juga menyimpan kisah perjuangan, penderitaan, dan pengorbanan yang luar biasa dari para korban kerja paksa.
Negara Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam dan budaya yang melimpah. Selain itu, Indonesia juga memiliki latar belakang sejarah yang sangat panjang. Salah satu peristiwa sejarah yang masih membekas dalam ingatan rakyat Indonesia adalah periode pendudukan Jepang.
Pendudukan Jepang yang berlangsung selama 3,5 tahun itu membawa pengalaman buruk bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada waktu itu yang menyebabkan masyarakat Indonesia menderita dan mengalami kesengsaraan.
“Kedatangan bangsa Jepang juga membawa perubahan mulai dari sistem pemerintahan dan perekonomian di Pekanbaru pada saat itu” (Fikri et al., 2023). Pada periode tersebut, hampir seluruh wilayah Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang. Salah satu tempat yang dijajah oleh Jepang adalah kota Pekanbaru.
Menurut (Redaksi Detak Indonesia, 2022), alasan pertama dan utama untuk pembangunan jalur ini adalah untuk mengangkut batu bara dari Tapui, yang terletak di cabang dari jalur ini. Alasan kedua adalah alasan strategis: menghubungkan Samudera Hindia dengan Selat Malaka.
Taman Makam Pahlawan Kerja ini terletak di Jalan Kaharuddin Nasution, Kelurahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Indonesia. “Tempat ini merupakan sebuah kawasan cagar budaya yang dimanfaatkan sebagai saksi bisu peristiwa bersejarah di Indonesia yakni pembangunan rel kereta api Muara Sijunjung – Pekanbaru yang terjadi pada tahun 1943-1945” (Anjani et al., 2024).
Ribuan romusha dan tawanan perang dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat berat, dengan banyak di antaranya meninggal dunia akibat kelelahan, penyakit, dan perlakuan kejam.
Para romusha yang sebagian besar merupakan warga sipil yang diambil secara paksa, diwajibkan untuk bekerja dalam pembangunan jalur rel kereta api di bawah pengawasan tentara Jepang yang terkenal disiplin dan ketat.
Mereka diharuskan bekerja selama berjam-jam setiap hari, sering kali tanpa istirahat yang memadai dan kurangnya bahan makanan membuat para pekerja paksa ini harus mencari jalan keluar sendiri. “Tikus yang berkeliaran di lokasi kamp merupakan salah satu pilihan guna mengatasi kekurangan ini” (Redaksi Detak Indonesia, 2022). Sehingga tubuh mereka menjadi lemah dan rentan terhadap berbagai penyakit seperti malaria, diare, dan penyakit kulit lainnya.
Jumlah romusha yang tewas selama pembangunan jalur kereta api di bawah pendudukan Jepang sangat besar. Menurut data yang ada di papan informasi Makam Pahlawan Kerja, diperkirakan bahwa untuk setiap 1 km, ada sekitar 1.270 jiwa yang menjadi korban. Beberapa di antara mereka dimakamkan di area Taman Makam Pahlawan Kerja yang sekarang menjadi bagian dari kawasan cagar budaya, sementara sisanya dikuburkan secara massal di sekitar lintasan rel kereta api.
Saat ini, makam-makam yang terletak di Taman Makam Pahlawan Kerja hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah korban yang ada. Di sisi lain, cerita tentang ribuan romusha yang dimakamkan secara massal di sepanjang jalur rel kereta api tetap menjadi bagian dari sejarah kelam yang perlu diingat dan dihargai sebagai pelajaran bernilai mengenai kemanusiaan dan nilai kemerdekaan.
Penetapan Taman Makam Pahlawan Kerja sebagai area cagar budaya menegaskan betapa pentingnya menjaga tempat ini sebagai bagian dari sejarah. Di dalam kompleks tersebut, terdapat bangunan bersejarah, monumen kereta api tua, dan makam-makam para romusha yang mengingatkan kita akan kesedihan dan pengorbanan yang telah mereka alami.
Selain berfungsi sebagai tempat wisata sejarah dan budaya, Taman Makam Pahlawan Kerja juga sering digunakan sebagai sarana belajar tentang sejarah, baik melalui kunjungan maupun karyawisata yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru.
Penggunaan Taman Makam Pahlawan Kerja sebagai tempat belajar sejarah memberikan efek positif bagi mahasiswa, seperti peningkatan pemahaman terhadap materi sejarah setempat, menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, serta menanamkan nilai-nilai patriotisme dan kemanusiaan.
Taman Makam Pahlawan Kerja yang terletak di Pekanbaru adalah suatu situs budaya dengan nilai sejarah yang tinggi. Menurut (Zahro et al., 2017), mengetahui sejarah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan peradaban suatu bangsa yang bermoral tinggi serta dalam menciptakan individu yang punya rasa nasionalisme dan cinta terhadap tanah air.
Dengan demikian, menjaga dan memanfaatkan lokasi ini sebagai sumber pembelajaran, masyarakat dapat selalu mengenang serta menghormati pengorbanan para romusha, sambil menjadikan sejarah sebagai landasan untuk membentuk karakter generasi penerus bangsa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News