Perempuan seringkali digolongkan sebagai kelompok rentan. Kerentanan itu bukan sifat alamiah, melainkan hasil dari struktur sosial, budaya, dan kebijakan yang tidak responsif terhadap kebutuhan perempuan.
Misalnya saja, dari naiknya harga bahan pokok atau naiknya nominal pajak, perempuan adalah sosok yang paling terdampak. Sebab, sebagian besar urusan domestik berada di bawah kendali perempuan.
Dengan upah rata-rata buruh di Indonesia yang hanya Rp2,84 juta per bulan, perempuan dipaksa memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Artinya, hanya ada jatah Rp96 ribu tiap harinya—belum termasuk biaya listrik, gas, dan kebutuhan lainnya. Fakta ini dihadapkan dengan gaji dan tunjangan yang diterima oleh DPR mencapai Rp3 juta per hari.
Kisah Ibu-Ibu Berhadapan dengan Polisi Saat Aksi: Catatan Orde Baru hingga Reformasi
Saat anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyebut, anggota dewan bisa menerima pendapatan hingga Rp100 juta per bulan, kemarahan rakyat jelas memuncak. Kemarahan ini ditunjukkan lewat demonstrasi yang digelar sejak 25 Agustus 2025.
Dalam unjuk rasa yang digelar di Gedung DPR Senayan, berbagai elemen masyarakat terlibat, mulai dari buruh, mahasiswa, hingga ibu-ibu.
Ya, ibu-ibu turut mengungkapkan kekecewaannya. Mereka menunjukkan kekecewaan itu lewat berbagai cara: berhadapan langsung dengan aparat hingga aksi teatrikal membawa narasi domestik.
Berikut potret-potret perlawanan ibu-ibu atau emak-emak, dan perempuan secara umum, saat aksi.
Sosok Idham Chalid, Ketua DPR 'Termiskin': Tolak Mobil Dinas dan Haramkan Keluarganya Gunakan Fasilitas Negara
1. Nyuci Tanpa Air Saat Demonstrasi
“Nih, saya nyuci masih ngucek. Noh, anggota DPR gaji tunjangan 3 juta per hari,” kata salah seorang ibu dalam aksi demo Kamis, 28 Agustus 2025 di Senayan.
Dalam video yang diunggah oleh akun Instagram @watchdoc_insta, ia tampak mencuci di sela aksi. Ia menjemur beberapa helai kain di atas tanaman setinggi lutut di pinggir trotoar. Sementara itu, di sampingnya ada ember plastik biru. Yang menarik, tidak ada air di dalam ember tersebut. Aksi teatrikal ini menyindir kenyataan tentang sulitnya masyarakat mendapatkan air bersih. Air telah menjadi komoditas yang dikapitalisasi, baik swasta maupun negara.
Saat air bersih menjadi barang mewah bagi masyarakat, para DPR bisa mengakses air dengan mudah. Sang ibu menyindir bahwa para wakil rakyat bisa saja mandi menggunakan air bermerek yang biasa diminum masyarakat. Artinya, ada ketimpangan yang cukup tajam antara DPR dan rakyat.
“Mereka pasti sewa sewa pembantu. Kalau nggak, laundry. Mereka (juga) mandi pake air Aqua kali,” tegasnya.
2. Ibu Kerudung Pink Lawan Polisi hingga Bagi-Bagi Minum
Kemarahan tergambar jelas di raut muka ibu berkerung pink saat unjuk rasa di Gedung DPR RI. Dengan menggunakan megafon atau corong, ia jongkok dan mengungkapkan kekecewaannya.
“Ayo, siapa yang berani keluar sini! Eh, polisi jangan ngumpet kau,” katanya.
Kemarahan itu tidak hanya ditunjukkan lewat ucapan. Ibu tersebut juga tertangkap kamera melakukan perlawanan di tengah jalan. Ia tampak menghadang barikade polisi yang hendak memukul mundur para demonstran. Ibu yang berdiri di antara barisan polisi dan massa aksi itu bahkan memukul barikade aparat menggunakan tongkat.
Momen ini berhasil diabadikan dan ia menjadi salah satu sosok yang menggambarkan perlawanan perempuan saat demonstrasi 28 Agustus 2025.
Belum selesai di sana, saat aksi pindah haluan ke Mako Brimob Kwitang, Jumat, 29 Agustus 2025, ibu itu kembali turun dan terekam kamera. Kali ini, ia mengenakan kerudung hitam. Ia tak lagi berhadapan dengan polisi, tetapi membantu membagikan air minum kepada para demonstran.
“Kalau ada asap mundur,” katanya.
Kelak, kita tahu bahwa nama ibu tersebut adalah Ana.
Saat Haus! Jadi Korporasi Peduli Aksi Kemanusiaan dan Demonstrasi
3. Ibu-Ibu Cuma Bisa Pegang Sapu, Bukan Senjata
Sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya, seorang ibu sangat dekat dengan urusan domestik. Senjata itulah yang bisa dibawa saat mereka turut serta dalam aksi sebagai simbol perlawanan.
Dalam aksi di Mako Brimob Kwitang, Jumat (29 /8/2025), seorang ibu berhadapan dengan aparat sambil memegang sapu. Ia menegaskan bahwa mereka hanya bisa memegang sapu, bukan senjata. Akan tetapi, ikatan sapu itu merepresantikan bagaimana anak bersatu dalam rahim ibu.
“Nih, ibu-ibu bisanya cuma megang sapu. Tidak megang senajta. Tapi dari ikatan sapu ini, inilah lambang bahwa anak-anak bangsa bersatu dalam rahim sang ibu,” tegasnya.
4. Menawarkan Ilmu Public Speaking
Seorang public speaker @siskasetiawatii_ melakukan hal unik saat turut serta demonstrasi. Berbekal sertifikasi dari BNSP RI, ia menawarkan kursus berbicara di depan publik secara gratis kepada para polisi yang berjaga.
Harapannya, para aparat tersebut bisa diajak berkomunikasi secara efektif, dalam hal ini komunikasi dua arah. Bukan hanya masyarakat yang mengungkapkan keresahan, sedangkan negara bungkam.
“Perlu saya ajarin public speaking? Perlu saya ajari komuikasi efektif? Perlu saya ajari pemilihan diksi yang baik? Namanya belajar gak ada yang gratis. Belajar, ngomong!” tegasnya.
Ini Tugas Pokok Polisi Menurut Undang-Undang, Salah Satunya Melindungi Masyarakat
5. Ibu di Balikpapan Tegaskan Listrik di Balaikota dari Warga
Senin, 25 Agustus 2025, seorang ibu berkerudung hitam menjadi orator di depan Kantor Wali Kota Balikpapan. Masyarakat berujuk rasa untuk menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Saat itu, demonstran menyambungkan aliran listrik dari pos satpam di balik gerbang Balaikota Balikpapan untuk pengeras suara. Akan tetapi, aliran listrik tersebut tiba-tiba terputus. Farah Devi, seorang ibu dari Serikat Buruh pun meminta agar diberikan akses listrik agar orasi bisa tetap berjalan.
“Fasilitasi ini, Pak. Kelewatan kalian ini. Kasih listriknya, Pak. Kami yang bayar listriknya. Itu pajak dari kami,” tegasnya.
Cerita Ryan, Pebisnis Helm Anak yang Libatkan Emak-Emak
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News