kisah ibu ibu berhadapan dengan polisi saat aksi catatan orde baru hingga reformasi - News | Good News From Indonesia 2025

Kisah Ibu-Ibu Berhadapan dengan Polisi Saat Aksi: Catatan Orde Baru hingga Reformasi

Kisah Ibu-Ibu Berhadapan dengan Polisi Saat Aksi: Catatan Orde Baru hingga Reformasi
images info

Kamis, 28 Agustus 2025, ribuan massa—terutama para buruh—turun ke jalan menyuarakan protes di depan Gedung DPR, Senayan. Dalam aksi bertajuk “Gerakan Buruh Indonesia Bergerak: Wujudkan Kedaulatan Rakyat, Hapus Penindasan dan Penghisapan”, para buruh membawa 10 tuntutan, di antaranya, menghapus sistem oursourcing, menolak upah murah, reformasi pajak perburuhan, hingga RUU Perampasan Aset untuk memberantas korupsi.

Dalam aksi tersebut, seorang ibu tertangkap kamera melakukan perlawanan di tengah jalan. Ibu paruh baya berbaju hitam motif bunga dan berkerudung merah muda, tampak menghadang barikade polisi yang hendak memukul mundur para demonstran. Ibu itu, berdiri di antara barisan polisi dan massa aksi.

Ia melemparkan benda-benda di sekelilingnya ke arah polisi. Saat jaraknya dengan barisan polisi semakin dekat, dengan nyali penuh ia memukul barikade aparat menggunakan tongkat.

Sementara itu, di Petamburan, beberapa ibu dan warga sekitar menghadang aparat masuk ke kompleks perumahan. Sambil mengacungkan sapu lidi, mereka mengatakan, “Mundur!”

5 Momen Epik Demo Tolak UU TNI: Duel di Atas Truk hingga "Nge-prank" Polisi

Sejarah Perlawanan Ibu-Ibu dalam Aksi Demo di Indonesia

Potret perlawanan ibu-ibu di jalan bukan pertama kali ini terjadi. Perlawanan kaum perempuan memiliki sejarah panjang di Indonesia.

Pada 1998, ibu-ibu dari kelas menengah telah lebih dulu mulai melakukan unjuk rasa. Mereka memiliki nyali untuk berdemo saat pembungkaman Orde Baru masih masif. Demonstrasi itu terinspirasi dari aksi Kamisan di Plaza de Mayo di Buenos Aires.

Penggunaan kata “ibu-ibu” dalam aksi ini bukan bentuk domestikasi, tetapi strategi politik. Sebab, politik Orde Baru kerap menggunakan bahasa “wanita” dan cenderung bersimpati pada kegiatan “ibu-­ibu” (seperti Dharma Wanita). Oleh karena itu, penggunaan kata “ibu-­ibu” bertujuan untuk menarik simpati berbagai pihak, dari masyarakat hingga pemerintah.

Empati, Keberanian, dan Perjuangan: Menelisik Solidaritas Ojol dan Barisan Aksi untuk Demokrasi

Mereka membawa tuntutan agar pemerintah menurunkan harga susu. Ibu-ibu ini tidak bisa secara terang-terangan membawa spanduk “Turunkan Soeharto”, sehingga mereka membawa urusan domestic. Memang, saat itu harga susu naik hingga 400% sehingga banyak orang tua yang kelimpungan membeli susu.

“Puncaknya, perempuan bisa bersuara meski harus dengan cara-cara politis, seperti turunkan harga susu. Jadi seolah-olah itu ibu-ibu yang demo, mencerminkan ibuisme juga. Jadi strategi demonya begitu,” kata Mariana Amiruddin, komisioner Komnas Perempuan, dikutip dari Historia.

Saat Haus! Jadi Korporasi Peduli Aksi Kemanusiaan dan Demonstrasi

Reformasi 1998 Dimulai dari Perempuan?

Julia Suryakusuma, Yuniyanti Chuzaifah, Myra Diarsi, Gayatri, Nori Andriyani, Tati Krisnawaty, Tinneke Arif, Wilasih adalah beberapa nama yang turun ke jalan 23 Februari 1998. Mereka menempatkan Bundaran HI sebagai titik aksi Suara Ibu Peduli (SIP).

Jika Gerakan mahasiswa menyatukan buruh kelas bawah-sebagaimana yang tertuang dalam lirik lagu Buruh Tani-ibu-ibu melalui Suara Ibu Peduli (SIP) justru mengatur strategi agar menarik para pekerja kantoran dari kelas menengah. Keterlibatan kelas menengah sangat diperlukan agar mereka bisa melihat realitas masyarakat miskin.

Skenario yang dibawa, para demonstran akan berjalan dari segala penjuru, menjinjing tas kantor yang isinya poster-poster dan bunga­‐bunga.

Ini Tugas Pokok Polisi Menurut Undang-Undang, Salah Satunya Melindungi Masyarakat

Dalam aksi ini, Karlina Leksono‐Supelli (staf Yayasan Jurnal Perempuan), mengajukan diri sebagai koordinator lapangan. Julia Suryakusuma menjadi juru bicara, orang yang dipercaya menangani media.

Myra Diarsi (Rumah Ibu) menyiapkan segala keperluan aksi termasuk apa yang harus dibacakan atau lagu­‐lagu yang dinyanyikan. Sementara itu, Wilasih Noviana, aktifis dari Salatiga berperan sebagai "ibu-ibu" untuk menyakinkan aparat.

Demo mereka hanya berlangsung 30 menit. Usai aksi, Karlina Supelli, Gadis Arivia, dan Wilasih langsung diangkut ke truk aparat. Mereka dicurigai “ditunggangi” oleh kaum oposisi, bahkan dituduh ideologi ketiganya berkiblat pada komunis.

Sidang ketiga aktivis perempuan itu dilakukan pada 4 Maret 1998. Ketiganya disambut dengan nyanyian lagu “Kasih Ibu” dan “Ibu Pertiwi” saat memasuki ruangan.

 Dukungan banyak mengalir dari masyarakat termasuk akademisi. Hari itu, mereka menyampaikan pledoi. Akan tetapi, keputusan ditunda hingga Senin, 9 Maret 1998.

Pada siding putusan, mereka dinyatakan bersalah karena melanggar pasal 510 KUHP tentang arak-arakan dan didenda Rp2.250 atau kurungan 2 minggu.

Akuntabilitas, Pembuka Harapan Tuntasnya Kasus Pembunuhan Pengemudi Ojol oleh Brimob

Mereka menolak keputusan tersebut. Akan tetapi, sidang selanjutnya tidak pernah terjadi karena Soeharto berhenti pada tanggal 21 Mei dan perkara tersebut tidak dilanjutkan.

Julia mengatakan, demo Suara Ibu Peduli (SIP) merupakan inisiator dari reformasi pada 1998. Gerakan ini kemudian dilanjutkan oleh para mahasiswa dengan massa yang lebih besar. Akan tetapi, fakta sejarah terkait peran perempuan dalam pergerakan ini seolah tidak pernah digaungkan.

“Sebetulnya, yang pertama demo itu SIP. Demo mahasiswa kan baru Mei 1998,” kata Julia.

5 Lagu Berisi Kritik kepada Pemerintahan, Karya Musisi Indonesia dari Iwan Fals hingga Sukatani

Sumber: jurnalperempuan.org

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.