penanaman 5000 bibit mangrove bersama klpl dan tim kkn t ipb yaitu karangsong tambak totoran pabeanilir dan brondong merayakan hari mangrove sedunia untuk kelestarian pantai karangsong - News | Good News From Indonesia 2025

Penanaman 5000 Bibit Mangrove oleh Tim KKN-T IPB di Karangsong, Tambak, Totoran, Pabeanilir, dan Brondong

Penanaman 5000 Bibit Mangrove oleh Tim KKN-T IPB di Karangsong, Tambak, Totoran, Pabeanilir, dan Brondong
images info

Memperingati Hari Mangrove Sedunia (HMS), Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, hadir dan melakukan penanaman mangrove bersama Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (HAE) IPB University Komisariat Daerah Jawa Barat di Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (26/7).

Kegiatan penanaman mangrove sebanyak 5000 bibit bersama masyarakat di Desa Pantai Karangsong, Kec. Pasekan, Kab. Indramayu.

Kegiatan tersebut diinisiasi oleh HAE IPB University Komisariat Daerah Jawa Barat, yang dalam pelaksanaannya Kegiatan yang digelar Kumpulan Lembaga Peduli Lingkungan (KLPL) itu digelar dalam rangka memperingati Hari Mangrove Sedunia dengan menanam 5.000 bibit mangrove, aksi bersih pantai dan pelepasan benih rajungan. Berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat dan didukung oleh Perum Perhutani Divisi Jabar Banten dan masih banyak lagi.

Peringatan Hari Mangrove Sedunia setiap 26 Juli menjadi pengingat pentingnya ekosistem hutan mangrove dalam menjaga stabilitas lingkungan pesisir. Di Indonesia, salah satu contoh nyata upaya pelestarian mangrove dapat ditemukan di Indramayu, Jawa Barat. Kawasan mangrove Karangsong mencerminkan keberhasilan dalam upaya rehabilitasi lingkungan sekaligus menjadi bagian dari praktik budaya masyarakat setempat.

Pemikiran Stuart Hall menggarisbawahi bahwa praktik sosial bukan sekadar simbol budaya, melainkan juga bentuk kesadaran kolektif. Di Karangsong, keterlibatan warga dalam pemanfaatan mangrove untuk kebutuhan sehari-hari mencerminkan kesadaran ekologis sebagai ekspresi budaya yang menentang eksploitasi wilayah pesisir.

Dengan demikian, mangrove Indramayu bukan hanya berfungsi sebagai pelindung pantai, tetapi juga menjadi narasi budaya tentang transformasi, perlawanan, dan harapan dalam menghadapi tantangan lingkungan global.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, Indonesia memiliki sekitar 3,36 juta hektare mangrove—terluas di dunia—namun hanya sekitar 63% yang masih dalam kondisi baik. Di Karangsong, masyarakat setempat telah berhasil merehabilitasi lebih dari 200 hektare hutan mangrove sejak 2008, dengan dukungan dari Yayasan IKAMaT dan program CSR Pertamina. Keberhasilan ini menjadikan Karangsong sebagai pusat edukasi mangrove berskala nasional.

Dimensi yang Membentuk Mangrove Indramayu

Mangrove bukan sekadar tumbuhan di daerah payau, tetapi simbol perlawanan terhadap abrasi dan perubahan iklim. Tradisi masyarakat pesisir yang menjunjung kedekatan dengan alam telah membentuk jati diri kolektif mereka.

Berbagai produk hasil olahan seperti sirup mangrove dan peyek, serta aktivitas wisata seperti menyusuri hutan dengan perahu, menunjukkan bahwa mangrove turut berkontribusi terhadap kesejahteraan ekonomi dan nilai budaya masyarakat.

Kebijakan lokal yang mendukung pelestarian hutan mangrove merupakan bentuk pengakuan terhadap tradisi masyarakat. Kini, konsumsi bukan hanya persoalan kebutuhan fisik, tetapi juga berkaitan dengan makna simbolik.

Baik penduduk lokal maupun pengunjung memetik nilai-nilai spiritual dan religius dari interaksi mereka dengan alam. Tempat ini menjadi arena budaya yang terus bergerak dan menyampaikan pesan mendalam.

Lebih dari Sekadar Pohon, Mangrove Adalah Identitas

Hutan mangrove di Indramayu bukan hanya menjaga garis pantai dari kerusakan, tetapi juga menjadi tempat produksi nilai-nilai sosial yang menggambarkan keterikatan manusia dengan alam dan budaya.

Dalam peringatan Hari Mangrove Sedunia, Karangsong menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan bukan semata persoalan teknis, melainkan bagaimana komunitas memaknai alam sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas dan masa depan mereka.

Mangrove mencerminkan semangat gotong royong, kebijaksanaan lokal, dan semangat kolektif dalam merawat ruang hidup. Ketika masyarakat menanam, menjaga, dan memanfaatkan hutan ini, mereka sedang menyatakan, “Kami adalah penjaga bumi kami.”

Bagi anak-anak yang terlibat dalam kegiatan ini, menanam mangrove bukan sekadar mengenal pohon-pohon pesisir, tetapi juga menjadi pelajaran tentang tanggung jawab, rasa cinta terhadap kampung halaman, serta pentingnya merawat bumi sebagai tempat tinggal bersama.

Nilai-nilai tersebut menjadikan kegiatan ini lebih dari sekadar program pelestarian lingkungan. Ia menjadi fondasi dari sebuah warisan sosial yang akan terus tumbuh seiring waktu.

Aksi ini akan terus dikenang—dalam cerita yang dituturkan, dalam potret yang dijaga oleh warga, dan dalam rimbunnya hutan mangrove yang suatu saat akan berdiri kokoh.

Ini menjadi simbol bahwa pada suatu masa, masyarakat Karangsong pernah memilih untuk bertindak, menolak pasrah terhadap kondisi yang ada, yang dibantu oleh desa desa lainnya

Sebanyak 5.000 bibit mangrove yang ditanam di sepanjang pesisir Pantai Desa Karangsong kini tengah menapaki awal dari sebuah kisah baru. Kisah tentang sebuah desa yang tak hanya melindungi lautan, tetapi juga tengah merancang masa depan yang lebih baik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.