kurikulum merdeka belajar evaluasi kritis implementasinya di sekolah negeri dan swasta - News | Good News From Indonesia 2025

Kurikulum Merdeka Belajar: Evaluasi Kritis Implementasinya di Sekolah Negeri dan Swasta

Kurikulum Merdeka Belajar: Evaluasi Kritis Implementasinya di Sekolah Negeri dan Swasta
images info

Kurikulum Merdeka diperkenalkan sebagai solusi terhadap kekakuan sistem pembelajaran nasional dan respons terhadap krisis pendidikan akibat pandemi COVID-19.

Konsep ini membawa semangat “merdeka belajar”, di mana guru dan sekolah diberi otonomi dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan peserta didik.

Pendekatan yang lebih fleksibel ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus mengurangi kesenjangan antarwilayah.

Namun, menjelang tahun 2025, implementasi Kurikulum Merdeka justru menunjukkan adanya tantangan baru yang cukup serius: tidak semua pihak benar-benar “merdeka”.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka masih timpang. Sekolah-sekolah unggulan, baik negeri maupun swasta di perkotaan, lebih siap melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dan berbasis proyek.

Merdeka Belajar tapi Tertekan, Suara Siswa tentang Kurikulum Baru

Mereka memiliki akses terhadap sumber daya, pelatihan, dan perangkat digital yang memadai. Sebaliknya, sekolah-sekolah negeri di daerah tertinggal masih bergulat dengan minimnya pelatihan guru, keterbatasan bahan ajar, dan kendala infrastruktur teknologi.

Survei yang dilakukan oleh Kemendikbudristek menunjukkan bahwa sekitar 58% guru belum sepenuhnya memahami Kurikulum Merdeka. Kemudian, sekitar 42% guru di daerah rural mengalami kendala dalam mengikuti pelatihan dan mengakses sumber daya digital.

Kondisi tersebut tidak hanya berimbas pada kesiapan guru, tetapi juga berdampak langsung pada capaian belajar siswa. Berdasarkan data Asesmen Nasional 2023, sekolah yang lebih dahulu mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, khususnya sekolah penggerak dan swasta unggulan, menunjukkan peningkatan skor literasi dan numerasi sebesar 5—8 poin.

Di sisi lain, sekolah-sekolah yang terlambat menerapkan kurikulum atau tidak mendapat dukungan cukup hanya mencatat peningkatan 1—3 poin.

Ketimpangan ini menandakan bahwa akses terhadap pelatihan, fasilitas, dan dukungan implementasi masih sangat menentukan kualitas pembelajaran yang diterima siswa.

Hubungan dengan Nilai-Nilai Pancasila

Realitas ini bertentangan dengan nilai-nilai dasar dalam Pancasila. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menekankan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan adil dan bermartabat, termasuk dalam hal pendidikan.

Namun, kesenjangan yang terjadi dalam implementasi Kurikulum Merdeka membuktikan bahwa hak ini belum sepenuhnya terpenuhi, khususnya bagi anak-anak di daerah tertinggal.

Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menuntut pemerataan akses dan kualitas pendidikan.

Ketika hanya sebagian sekolah yang dapat menjalankan kurikulum dengan optimal, sementara lainnya tertinggal, maka semangat keadilan sosial belum terwujud. Selain itu, Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, juga belum terealisasi dengan baik.

Banyak guru di daerah merasa kebijakan kurikulum bersifat top-down dan tidak melibatkan masukan dari pelaksana di lapangan. Sosialisasi dan pelatihan masih dilakukan secara umum dan daring, tanpa mempertimbangkan konteks lokal atau kondisi faktual masing-masing sekolah.

Merdeka Belajar, Merdeka Berpikir: Langkah Baru Pendidikan untuk Demokrasi

Padahal, pendidikan yang berpihak pada rakyat semestinya dibangun atas dasar musyawarah dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.

Usulan Kebijakan Publik

Untuk menjawab persoalan ini, dibutuhkan kebijakan afirmatif yang konkret dan berpihak pada pemerataan pendidikan. Pertama, pemerintah perlu mengadakan pelatihan in-house secara intensif dan kontekstual di setiap sekolah, terutama di daerah 3T.

Pelatihan harus difasilitasi oleh komunitas guru penggerak yang telah berpengalaman, dan difokuskan pada praktik pengembangan modul ajar, asesmen formatif, dan pembelajaran berdiferensiasi.

Pendekatan ini akan membantu guru memahami esensi Kurikulum Merdeka, bukan hanya secara administratif, tetapi juga secara pedagogis.

Kedua, redistribusi anggaran pendidikan harus dilakukan berdasarkan prinsip keadilan. Dana BOS Afirmasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebaiknya diarahkan secara prioritas untuk sekolah yang minim fasilitas.

Dana ini tidak hanya untuk pengadaan alat, tetapi juga untuk pembinaan guru, pelatihan teknologi, serta pengembangan sarana belajar berbasis lokal. Hal ini akan membantu mengurangi ketimpangan antarwilayah dan mempercepat pemerataan kualitas pendidikan.

Ketiga, dibutuhkan forum evaluasi partisipatif di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, dan perwakilan dinas pendidikan.

Forum ini dapat menjadi ruang untuk menyalurkan umpan balik dan pengalaman lapangan dalam pelaksanaan kurikulum, serta menjadi jembatan komunikasi antara pusat dan daerah.

Pelibatan masyarakat pendidikan secara aktif akan memperkuat semangat demokratisasi dalam pendidikan.

Keempat, integrasi pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang dikaitkan dengan isu-isu lokal perlu diperkuat. Misalnya, pembelajaran tentang lingkungan hidup, budaya lokal, atau kewirausahaan berbasis potensi desa akan membuat siswa lebih kontekstual dalam memahami materi dan meningkatkan daya kritis mereka.

Indonesia Raih Kemajuan dalam PISA 2022, Apa Strategi Merdeka Belajar?

Metode ini telah terbukti meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di sejumlah sekolah penggerak.

Dampak dan Harapan

Apabila langkah-langkah ini dijalankan secara konsisten, Kurikulum Merdeka dapat benar-benar menjadi instrumen transformasi pendidikan yang inklusif dan adil. Siswa dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan geografis akan merasakan kemerdekaan belajar yang sesungguhnya.

Bukan hanya siswa di sekolah elit, tetapi juga mereka yang belajar di pelosok negeri. Pendidikan akan menjadi alat pemerdekaan sejati, seperti yang diamanatkan oleh Pancasila.

Dengan berpijak pada nilai-nilai keadilan sosial, kemanusiaan, dan demokrasi partisipatif, Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga memanusiakan.

Kurikulum Merdeka bukan sekadar kurikulum baru, melainkan harus menjadi gerakan kebangsaan untuk menciptakan generasi yang berkarakter, adil, dan merdeka dalam berpikir dan bertindak.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DD
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.