Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman, salah satunya yaitu bahasa. Bahasa Indonesia memiliki ragam bahasa salah satunya yaitu ragam baku.
Ragam baku adalah cara berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah serta kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Ragam baku tentunya sangat penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam situasi resmi atau formal.
Dalam bukunya, Siti Mutmainah menjelaskan bahwa bahasa dapat berubah mengikuti perkembangan hidup manusia. Perubahannya seperti kata-kata baru yang muncul karena perubahan zaman atau kata lama yang memiliki arti baru.
Kata-kata tersebut yaitu bahasa gaul. Berbagai kalangan banyak yang menggunakan bahasa gaul terutama di media sosial contoh kecilnya pada aplikasi TikTok.
Dalam era digital saat ini, bahasa Indonesia kerap kali terabaikan oleh penggunaan yang sembarangan di media sosial. Dari sekadar typo hingga sengaja menggunakan bentuk tidak baku, kita mulai bertanya: apakah ini sekadar tren, ataukah sinyal bahwa identitas bahasa kita sedang diuji? Ejaan yang benar seolah menjadi beban, bukan lagi kebanggaan. Padahal, menjaga bahasa berarti menjaga jati diri bangsa.
Tidak jarang kita menemukan kata-kata yang jauh dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media sosial seperti TikTok dan Instagram kerap menjadi wadah munculnya berbagai kekeliruan dalam penggunaan bahasa.
Contoh yang sering dijumpai adalah penggunaan kata, seperti:
- Penggunaan kata antri. Banyak orang menulis, "Aku sedang antri tiket konser" atau "Antri di Kopi Klotok ramai banget, jadi harus sabar", padahal bentuk bakunya adalah
- Penggunaan kata ijin. Banyak orang menulis, "Saya minta ijin tidak masuk kerja" atau "Boleh ijin pulang lebih awal?", padahal bentuk bakunya adalah izin.
- Penggunaan kata resiko. Seringkali ditulis, ”Ini resiko yang harus kamu ambil”, padahal bentuk bakunya adalah risiko.
Selain itu, Laila dan Serafica dalam artikelnya menjelaskan penggunaan artikel di seringkali salah digunakan. Partikel di penggunaannya harus dipisah ketika menyatakan tempat. Contohnya di mana, di atas, di rumah, dan yang lainnya. Partikel di digabung ketika menyatakan kata kerja. Contohnya dimakan, dipukul, dan contoh lainnya.
Contoh penggunaan partikel di yang salah seperti kalimat pada caption video di TikTok:
- “Merasa banget deh di sepelein”. Sepelein artinya meremehkan, mengabaikan yang berarti kata kerja. Maka, di pada kalimat tersebut harus digabung.
- “Tidak bangga disukai banyak orang, lebih bangga di setiain sama satu orang”. Setia artinya mampu bertahan dengan hal yang telah dimiliki, setiain artinya dipertahankan merupakan kata kerja. Maka, di pada kalimat tersebut harus digabung.
- “Untukmu wahai takdirku, akan kutunggu syahdunya duduk disebelahmu hingga terucap indahnya qobiltu”. Disebelahmu artinya duduk berdekatan yang berarti menyatakan tempat. Maka, di harus dipisah.
Kenapa banyak orang lebih nyaman pakai yang salah? Padahal, Menurut Hrp, F.K, Dkk (2024) Bahasa seseorang mengungkapkan identitasnya, yang pada gilirannya mengungkapkan karakter, kebiasaan, pola, perilaku, atau kecerdasannya.
Kata-kata yang dipilih, cara pengucapannya, dan penekanan atau nadanya, semuanya dapat mengungkapkan siapa yang berbicara. Beberapa alasan ini mungkin bisa menjawab rasa penasaran kalian. Pertama, kepraktisan dan kebiasaan, di media sosial kecepatan menulis dianggap lebih penting daripada ketepatan.
Kata yang lebih "enak didengar" atau sudah lazim diucapkan, seperti contoh diatas, lebih mudah dipahami meskipun penggunaannya salah. Kedua, kurangnya kesadaran bahasa, tidak semua pengguna media sosial paham atau memperhatikan kaidah ejaan yang benar.
Banyak yang menganggap bentuk baku hanya penting di dunia akademik atau pekerjaan formal saja.Ketiga, pengaruh lingkungan dan media, ketika media massa, selebritas, atau influencer menggunakan kata tidak baku, kebiasaan itu dengan cepat menyebar dan dianggap wajar.
Padahal, mengetahui dan menerapkan bahasa baku dalam kehidupan sehari-hari itu penting. Amelia, dkk dalam jurnal ilmiahnya menjelaskan pentingnya penggunaan bahasa baku yaitu sebagai berikut:
- Identitas Indonesia. Menggunakan bahasa baku berarti menjaga identitas Indonesia terutama dalam situasi formal, karena bahasa baku merupakan bentuk resmi bahasa Indonesia yang mencerminkan identitas Indonesia.
- Meningkatkan keterampilan berbahasa. Memahami dan menggunakan bahasa baku dapat meningkatkan keterampilan berbahasa seseorang. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
- Kejelasan komunikasi. Penggunaan bahasa baku dapat menghindari kebingungan dan kesalahpahaman karena memiliki arti yang jelas.
- Mendukung pemahaman di seluruh Indonesia. Indonesia memiliki berbagai keberagaman, salah satunya yaitu bahasa. Agar masyarakat antar wilayah dapat berkomunikasi dengan jelas, maka dapat menggunakan bahasa Indonesia terutama bahasa baku.
Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan cerminan jati diri bangsa. Ketika kita mulai lengah dan membiarkan kesalahan ejaan serta penggunaan kata tidak baku menjadi kebiasaan, secara tidak sadar kita sedang mengikis identitas kita sendiri.
Media sosial memang menawarkan ruang ekspresi bebas, tapi kebebasan itu semestinya tidak mengorbankan ketepatan berbahasa. Justru, di tengah derasnya arus informasi dan tren digital, kesadaran untuk menjaga bahasa menjadi lebih penting dari sebelumnya.
Menjaga ejaan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukan berarti kaku, melainkan bentuk kepedulian terhadap budaya kita sendiri. Mulailah dari hal kecil, seperti membiasakan diri menulis dengan ejaan yang benar dan memahami makna kata baku.
Karena, bahasa yang kita gunakan hari ini akan membentuk cara berpikir dan cara bangsa ini dikenang di masa depan. Mari jaga bahasa, karena di sanalah harga diri bangsa kita berpijak.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News