Sebagian masyarakat dunia telah beralih dari ponsel pintar (smartphone) ke ponsel yang lebih sederhana (feature phone) beberapa tahun belakangan. Gerakan ini merupakan respon dari kejenuhan masyarakat atas beragam dampak negatif yang dirasakan saat menggunakan smartphone.
Meskipun menawarkan berbagai kemudahan akses informasi, ponsel pinter juga turut memengaruhi kondisi psikologis pengguna. Akibatnya, para pengguna kerap merasakan perubahaan suasana hati yang sangat cepat, sulit berkonsentrasi, hingga kecanduan.
Oleh karena itu, masyarakat dunia secara perlahan telah menerapkan "dumbphone", istilah yang merujuk pada ponsel dengan fungsi dasar, seperti menelepon, mengirim pesan teks, dan menyetel alarm.
Bukan Indonesia, Ternyata Warga Negara Ini yang Habiskan 60% Waktunya untuk Bermain Ponsel
Ponsel ini juga dikenal sebagai feature phone, ponsel dengan fitur simpel, atau ponsel bodoh, yang jamak digunakan pada tahun 1990-an.
Tujuan dari penggunan feature phone adalah untuk detoks digital. Dengan feature ponsel, seseorang masih tetap dapat terhubung dengan orang lain, tetapi terbatas pada fungsi-fungsi dasar yang tidak memungkinkan terkoneksi secara luas dan tanpa batas.
Meski Dihadapkan Tantangan Pekerjaan, 89% Milenial dan Gen Z Optimis pada Masa Depan
Gerakan Kembalikan Ponsel Simpel di Amerika Serikat
Dilansir dari The Guardian, inisiasi gerakan untuk mengembalikan feature ponsel terjadi di Amerika Serikat pada 2017. Gerakan ini disebarluaskan oleh para TikToker yang mengunggah konten dengan tagar #bringbackflipphones.
Human Mobile Devices (HMD), produsen ponsel Nokia melihat peluang tersebut dan melakukan peluncuran kembali Nokia. HMD melihat penjualan ponsel lipatnya meningkat dua kali lipat pada April 2023.
Pasar feature phone mendominasi di Timur Tengah, Afrika dan India. Counterpoint Research melaporkan pasar negara-negara tersebut mencapai 80% pada tahun lalu.
Perhumas: Kemampuan Komunikasi Jadi Mesin Perubahan yang Positif dan Tak Akan Tergantikan AI!
Sementara itu, International Data Corporation (IDC) mencatat, ponsel fitur (feature phone) mewakili sekitar 10% dari total pasar ponsel pada tahun 2021. Penjualan yang signifikan ada di kawasan Afrika, sebagian Asia, dan di kalangan generasi tua, serta kelompok demografi yang kurang paham teknologi di seluruh dunia.
Di Amerika Serikat, feature phone masih memiliki pasar. Walaupun, persentasenya masih kalah jauh dibandingkan penjualan ponsel pintar. Feature phone tercatat menyumbang 2% dari keseluruhan penjualan ponsel di AS.
"Ponsel fitur tetap konsisten di AS karena desainnya yang sederhana, harganya terjangkau, dan ketangguhannya masih menarik bagi kelompok demografi tertentu," kata Counter Point, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang riset dan data.
Faktor Utama dalam Keputusan Pembelian Smartphone oleh Anak Muda di Era Digital Tahun 2024
Gen Z Mendominasi Penggunaan Feature Ponsel
Dilansir dari BBC Indonesia, Gen Z tercatat menjadi generasi yang paling banyak melakoni gerakan ini. Gerakan ini dibangun atas ancaman teknologi yang telah menghantui mereka sejak kecil.
Tidak hanya ponsel, Gen Z juga mulai menggali hal-hal bernuansa retro—tren yang dikenal sebagai Newtro—lainnya, seperti piringan hitam, kaset, fanzine, gim video 8-bit, dan ponsel jadul.
Di Indonesia, belum ada data pasti jumlah pengguna ponsel jadul atau ponsel simpel. Akan tetapi, ponsel jenis ini masih digunakan dengan fungsi yang sama; detoksifikasi dan perangkat cadangan. Apalagi, ponsel simpel menawarkan daya tahan baterai yang cukup lama sehingga dapat dijadikan sebagai pegangan dalam kondisi darurat.
Bagaimana, apakah Kawan tertarik menerapkan detoksifikasi digital dan mulai menggunakan ponsel simpel?
Kampung Lali Gadget Sidoarjo: Lupa dengan Smartphone, Lestarikan Permainan Lokal
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News