“Pacalang … melaksanakan tugas dalam bidang keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat dalam Wewidangan Desa Adat,” jelas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
Bagi masyarakat di luar Bali mungkin asing dengan istilah pecalang. Pecalang ialah anggota keamanan Desa Adat di Provinsi Bali.
Kata Pecalang berasal dari kata “calang” yang secara teologi diambail dari kata “celang”, berarti “waspada”. Sejarah mencatat, kehadiran pecalang sudah ada sejak dahulu. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, pecalang merupakan reikarnasi dari penjaga puri (rumah dilingkungan raja) jaman dahulu.
Peran Pecalang Segara dalam Menjaga Terumbu Karang di Bali
Dalam tatanan masyarakat modern, kehadiran pecalang disebut mulai eksis sejak tahun 1970-an saat acara Pesta Kesenian Bali mulai diadakan.
Keberadaan mereka resmi, sebagaimana tertuang dalam Perda Bali. Bahkan, tidak semua masyarakat dapat menjadi pecalang. Ada ketentuan dan pelatihan yang harus diikuti oleh masyarakat yang hendak menjadi petugas keamanan atau pecalang. Hal ini tercantum dalam BAB VII Pasal 47.
“Pacalang mendapat pendidikan dan pelatihan dari lembaga yang berkompeten.”
Peran pecalang dalam tatanan adat masyarakat Bali sangat krusial. Selain bertugas menjaga keamanan wilayah adat sehari-hari, pecalang juga menjadi garda terdepan dalam mengamankan pelaksanaan upacara keagamaan dan kegiatan kesenian di Bali.
Oleh karena itu, pada Sabtu (15/3/2025) lalu, ribuan pecalang di Bali merayakan Gelar Agung Pecalang 2025. Acara ini bertujuan untuk menyatukan ribuan pecalang yang tersebar di beberapa desa adat dan menguatkan peran mereka dalam tatanan masyarakat.
Mama Sariat Tole: Pelestari Seni Tenun Ikat Alor yang Mendunia
Pelaksanaan Perdana Gelar Agung Pecalang Tahun 2025
Gelar Agung Pecalang 2025 telah dilaksanakan di kawasan Renon, Denpasar, Bali (15/3). Menariknya, Gelar Agung Pecalang ini merupakan acara perdana yang diadakan. Oleh karena itu, para pecalang tampak antusias. Acara ini berhasil mengumpulkan ribuan pecalang dari ribuan desa adat di Bali.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 mencatat ada 1.493 desa adat di Bali.
Agenda ini menjadi momen yang sangat penting bagi para pecalang. Sebab, Gelar Agung Pecalang menjadi bagian dari upaya konsolidasi dalam memperkuat peran pencalang dalam hal keamanan, termasuk tradisi, seni budaya, dan kearifan lokal Bali.
Gubernur Wayan Koster dalam acara itu menegaskan, pecalang tidak hanya menjaga wilayah. Di era gempuran teknologi, peran pecalang lebih dari itu; menjaga keaslian serta keharmonisan adat Bali.
“Pecalang memiliki peran strategis dalam menjaga perdamaian di desa adat. Namun, di era digital ini, mereka juga harus mampu memanfaatkan teknologi untuk mencapai tingkat yang memadai,” kata Gubernur Wayan Koster.
Cerita Widianti Widjaya Teruskan Batik Oey Soe Tjoen, dari Terpaksa hingga Penuh Cinta
Apa Saja Tugas Pecalang?
Pecalang memiliki berbagai tugas dalam hal pengamanan. Sebagaimana dilansir dari Skripsi yang disusun Kadek Risthiana Aprilya Utari Giri, diungkapkan bahwa pecalang memiliki dua peran penting, terutama saat pelaksanaan pengamanan Pesta Kesenian Bali.
Pertama, pecalang harus bersinergi secara internal untuk mempersiapkan acara yang akan digelar. Pecalang bertanggung jawab untuk mempersiapkan kelengkapan anggota pecalang, membagi tugas penjagaan di beberapa titik rawan, dan melakukan penguatan kerjasama pengamanan.
Kedua, pecalang berkoordinasi dengan pihak keamanan eksternal dengan membentuk gabungan kerja bersama Kepolisisan dan Satpol PP. Sinergi antar ketiganya dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tugas, fungsi dan kedudukan dalam kepanitiaan Pesta Kesenian Bali.
Saat tidak ada agenda upacara adat atau pun keagamaan, pencalang bertugas layaknya warga yang menerapkan sistem keamanan lingkungan (siskamling). Mereka akan berkumpul pada pukul 01.00 dini hari, kemudian berkeliling menyisir desa adat, lalu pulang pukul 05.00 WITA.
Ki Sawiyah, Sang Maestro Penjaga Eksistensi Seni Tatah Sungging Wayang Kulit Gagrak Cirebon
Syarat dan Hak Pecalang
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh para pecalang dan hak yang diperoleh. Beberapa syarat untuk menjadi pecalang dalam Lontar Purwadigam, sebagaimana dilansir dari Indrayanti (2021) dalam Jurnal Cakrawala Hukum di antaranya.
- Nawang kangin kauh (terpelajar).
- Wanen lan wirang (berani membela kebenaran).
- Celang lan cala (kemampuan indra yang tajam).
- Rumaksa guru (sebagai guru, artinya memberikan contoh yang baik).
- Satya bhakti ikang Widhi (bertakwa kepada Tuhan).
- Karam Desa Pakraman (sudah menikah).
Permainan Tradisional Gratis di Kutai Kartanegara Miliki Banyak Fungsi, Rahmat Effendi jadi Inisiator
Setelah melakukan tugasnya dengan baik, pecalang memiliki hak-hak istimewa yang membebaskan diri dari kewajiban layaknya masyarakat biasa. Pecalang dibebaskan dari kewajiban untuk mengikuti kegiatan kedesa seperti bersih-bersih desa, sebab mereka justru berperan dalam pengamanan kegiatan tersebut.
Pecalang berhak atas busana dan atribut. Biasanya, pecalang ciri khas dalam berpakaian, yakni mengenakan kain kotak-kotak dengan keris di pinggang, berpakaian adat Bali lengkap, mengenakan ikat kepala khas Bali ‘udeng’, memakai kemeja putih, dan mengenakan rompi bertuliskan Pecalang Desa Adat.
Kemudian, pecalang juga berhak berhak atas pembagian uang hasil dendaaan atau dosan karma tempekan yang melanggar ketentuan, serta berhak menggunakan semua fasilitas umum milik desa.
Mak Normah, Maestro Kepulauan Riau yang Gigih Mewariskan Kesenian Mak Yong
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News