“Saya pastikan seni Mak Yong, saya teruskan lagi, selama-lamanya,” tegas seorang wanita lansia dalam sebuah rekaman video.
Wanita tersebut berkali-kali menekankan bahwa dirinya akan mewariskan dan meneruskan seni Makyong.
Ia adalah Mak Normah, seniman asal Batam, Kepulauan Riau yang hingga kini masih aktif dan lincah memeragakan gerak-gerik kesenian Makyong. Mak Normah adalah seorang Maestro dari tanah Melayu yang berhasil “ditemukan”.
Namanya berhasil diabadikan dalam sebuah video yang diambil oleh Febriana Garniz Kusumo, Tarmizi, dalam Muhammad Afdhal Ridho Kompetisi Rekam Maestro, sebuah kompetisi video pendek yang diselenggarakan oleh Good News From Indonesia berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI.
Berhadiah Jutaan Rupiah, Abadikan Kisah dan Inspirasi Lewat Lomba Rekam Maestro!
Kompetisi ini membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi para peserta untuk merekam biografi, cerita, kisah, dan inspirasi dari Maestro yang ada di lingkungan sekitar. Salah satu di antara Maestro tersebut ialah Mak Normah.
Dalam video garapan Kawan GNFI tersebut, Mak Normah tampak menjadi satu-satunya orang yang paling “matang” di antara yang lain. Meski demikian, wanita berusia 75 tahun itu masih sangat lihai memeragakan kesenian Mak Yong di hadapan banyak orang.
Tidak heran, seni Mak Yong atau biasa ditulis Makyong ini merupakan perpaduan antara seni tari dan seni peran (teater) sehingga membutuhkan banyak gerakan tubuh. Akibatnya, fisik Mak Normah telah terbiasa dan tetap lincah dengan usianya yang telah berkepala tujuh.
Mak Yong, Seni Teater Tradisional yang Menampilkan Budaya Melayu di Tiga Negara
Apa Itu Mak Yong?
Mak Yong merupakan kesenian khas Melayu yang memadukan gerak tari, syair lagu, sandiwara atau peran (teater), dan instrumen tradisional.
Dilansir dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Batam, Mak Yong biasanya menceritakan tentang kehidupan istana, lengkap dengan pesan moral yang hendak disampaikan, sesuai ciri khas kebudayaan dan tradisi Melayu. Akan tetapi, Mak Yong semakin beradaptasi dengan perkembangan zaman sehingga kadang diselipkan unsur humor agar tetap disukai dan relevan di segala kalangan.
Kesenian Mak Yong memiliki beberapa pemain utama yang terdiri dari Pak Yong (memerankan raja), Pak Yong Muda (sebagai pangeran), Putri Mak Yong (sebagai putri raja). Selain itu, ada pula tokoh pendukung yang turut melengkapi cerita, seperti hadirnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, hingga binatang, dengan ciri khasnya memakai topeng.
Bubi Chen, Sosok Maestro yang Pernah Mewarnai Musik Jazz Tanah Air
Rupanya, kesenian Mak Yong tidak hanya bisa ditemukan di Batam dan Bintan. Seni Mak Yong juga ada di Malaysia, tepatnya di Kelantan.
Selain itu, seni ini juga pernah dimainkan di Kota Pattani, Thailand. Bahkan, beberapa sumber menyatakan Mak Yong bermula dari tontonan orang phatani (Thailand), Klantan, Trenggano, Pulau Pinang, dan Kedah yang kemudian masuk ke daerah Kepulauan Riau pada masa kekuasaan Sultan Sulaiman pada abad XVIII Masehi.
View this post on Instagram
Menurut catatan Kemendikbud, Tradisi lisan Mak Yong telah berkembang pesat di Kepulauan Riau pada masa pemerintahan Kesultanan Riau (1722-1911).
Meski demikian, ada perbedaan yang mencolok antara Mak Yong di Batam dengan kesenian di Malaysia maupun Thailand. Mak Yong di dua negara tersebut – Malaysia dan Thailand – penarinya tanpa mengenakan topeng.
Semilir Angin dari Maestro Ludruk Surabaya
Selain itu, Mak Yong di Batam telah beradaptasi dengan hadirnya konsep lawakan.
“Khusus Mak Yong di Batam, penampilan mereka mengusung konsep hiburan, lebih kocak sehingga membuat penonton senang dan tertawa,” jelas Basri, penerus Sanggar Seni Pantai, dikutip dari Disbudpar Batam.
Untuk mengiringi seni lakon dan tarian tersebut, alat yang digunakan ialah gong, gendang, mong, nafiri, breng-breng, dan gedombak. Penampilan tari dan lagu yang dimainkan harus menyesuaikan dengan cerita yang dilakonkan.
Dahulu, kesenian Mak Yong tidak selesai dalam satu hari. Pada masa jayanya sekitar tahun 1950-an, rangkaian cerita yang dibawakan bisa berlanjut hingga berhari-hari selama tiga malam. Akan tetapi, pada masa sekarang cerita Mak Yong hanya berlangsung 1 hingga 3 jam di tempat terbuka.
Srihadi Soedarsono Wafat, Sosok Maestro Seni Lukis dan Pencipta Logo ITB
Kesenian Mak Yong Bersifat Sakral
Mak Yong bukanlah kesenian biasa. Mak Yong, menurut kepercayaan masyarakat setempat merupakan sebuah kesenian yang sakral. Oleh karena itu, setiap pertunjukan Mak Yong akan diawali dan diakhiri dengan ritual ‘buka tanah’ dan ‘tutup tanah’ yang dilakukan oleh seorang bomoh. Bomoh merupakan orang yang memiliki keahlian khusus di bidang supranatural.
Para pemain, termasuk para pemusik dan penari, akan diberi air dan mantra yang dipercaya mampu membuat mereka bermain dengan baik. Semua peralatan yang dipakai dalam pementasan juga diberi mantra.
Sementara itu, pemeran utama, topeng, dan peralatan musik berupa gendang dan rebab secara khusus diberi tambahan mantra dan jimat yang lain.
Setelah segala rangkaian upacara pembukaan selesai, lagu “Menghadap Rebab” dengan tari Ular Sawah dipertunjukkan. Kemudian cerita Mak Yong dimulai dengan lagu pembukaannya, “Betabik”.
Sejarah Hari Ini (1 Oktober 1917) - Gesang, Maestro Keroncong Indonesia
Komitmen Mak Normah Melestarikan Seni Makyong di Kepulauan Riau
Kecintaan Mak Normah terhadap kesenian Mak Yong telah mendarah daging. Semua keluarganya merupakan seorang seniman Mak Yong. Mak Normah sendiri telah mengenal Mak Yong sejak usianya yang baru belasan tahun.
“Saya orang asli Mak Yong. Keluarga saya Mak Yong semua, dari nenek saya dari ibu, dari suami, dari bapak, semua seniman Mak Yong,” tuturnya dalam logat Melayunya yang kental.
Mak Normah bertekad untuk terus mewariskan Mak Yong ke generasinya. Ia akan terus menjaga Mak Yong agar tidak hilang ditelan perubahan zaman.
Hal ini senilai dengan pepatah yang pernah diungkapkan Hang Tuah, ”Tak Melayu Hilang di Bumi”, yang artinya masyarakat senantiasa menjaga nilai-nilai kemelayuan, baik adat dan tradisi Melayu.
Fatonah, Maestro dari Sukapura yang Belajar Batik Secara Diam-Diam
“Sekarang saya wariskan dengan anak dan cucu saya. Saya tidak peduli panas maupun hujan, tetap saya budayakan agar tidak hilang seni Mak Yong ini. Walaupun saya dibantu pemerintah ataupun tidak dibantu pemerintah,” tegas Mak Normah.
Atas dedikasinya ini, Mak Normah telah meraih berbagai penghargaan, salah satunya penghargaan dari Gubernur Kepulauan Riau atas pengabdian Mak Normah melestarikan budaya masa lampu, masa kini, dan inspirasi bagi masa depan.
Mulai dari yang terdekat, darah seni Mak Yong yang ada dalam diri Mak Normah diturunkan kepada anak cucunya. Mereka telah dikenalkan kesenian Mak Yong sejak berusia belasan tahun.
“Saya Abdullah, anak dari Mak Normah. Kami enam bersaudara. Kami memang diajarkan dari kecil, yakni dari usia 11 tahun, saya sudah berkecimpung di dunia kesenian untuk melestarikan seni budaya Melayu, terutama Mak Yong. Dan sampai saat ini kami masih melestarikan budaya Makyong mulai dari anak, cucu, dan sampai ke cicit Mak Normah,” tandas Abdullah, putra Mak Normah.
Maestro dari Sulawesi Tengah, Ina Tobani dan Pakaian Adat dari Kulit Kayu Pohon Beringin
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News