Menjadi seniman wayang tidak harus berprofesi sebagai dalang. Ada banyak peran di balik pementasan wayang yang megah dan agung, salah satunya ialah pengrajin wayang, sebuah profesi yang berhasil menciptakan aneka bentuk wayang dengan sempurna.
Di Nganjuk, Jawa Timur terdapat seniman yang sangat multitalenta. Ia bisa membuat lukisan di berbagai media, bahkan mampu memanfaatkan papan kayu bekas menjadi lebih bernilai. Ia adalah Nono Mardiono, seorang seniman sekaligus pengrajin wayang ulung dan berdedikasi.
Nono – sapaannya – merupakan pria kelahiran Nganjuk Kota yang memiliki jiwa seni tinggi. Ia dikenal sebagai pengrajin wayang, baik melalui lembaran kain (wayang beber) atau wayang yang dibuat menggunakan kayu bekas (wayang kayu).
Meski demikian, sesungguhnya Nono memiliki banyak kemampuan di bidang seni rupa lainnya, mulai dari membuat patung, relief, taman, lukisan dengan media kaca, lukisan dengan media kanvas, hingga wayang kayu. Akan tetapi, saat ini Mbah Nono lebih giat dan tekun untuk memproduksi wayang kayu yang disebut sebagai wayang madio.
Fakultas Filsafat UGM Hadirkan Dalang dan Sinden dari Mahasiswa untuk Pentaskan Wayang
Di usianya yang mencapai 67 tahun, ia masih lihai menggambar pola wayang di sepotong kayu, kemudian mengukir, hingga memoles dengan pewarna yang menjadikan wayang kayu lebih apik.
Nono berprinsip, meskipun di usianya yang telah lebih dari setengah abad ini, ia tetap menjalankan usaha seninya untuk tetap melestarikan keberadaan peninggalan budaya, khususnya wayang.
“Memang tujuan saya melestarikan dan mengadakan yang sudah punah,” jelasnya.
Rafa Kusuma Si Sosok Istimewa, Dalang Cilik Down Syndrome Asal Yogyakarta
Mencintai Wayang Sejak Kecil
Kecintaan Nono terhadap wayang dimulai dari hal yang cukup unik. Ia memang telah mengenal wayang sejak usianya yang masih kecil.
Saat itu, ia cukup dekat dan mendapat pengaruh dari seniman asal Jawa Tengah. Seperti yang diketahui, Jawa Tengah merupakan salah satu daerah pusat kesenian. Para seniman tersebut datang ke Nganjuk untuk menjual hasil karya seni mereka.
“Saya semenjak kecil itu tertarik, karena sejak kecil banyak tetangga yang dari Jawa Tengah. Itu saudagar yang banyak lukisannya,” jelas Nono Mardiono, sebagaimana dikutip dari video karya Taufan Latief Alimudin Akbar yang diikutkan dalam Lomba Rekam Maestro.
Melihat karya pedagang tersebut yang sangat indah, Nono berniat untuk mencari tahu lebih dalam mengenai karya seni.
“Saya tertarik, itu belinya di mana, bagaimana saya bisa membeli, kalau saya membuat bagaimana caranya,” imbuh Nono.
Maestro Sulawesi Tengah, Ina Tobani yang Langgengkan Pakaian Adat dari Kulit Kayu Pohon Beringin
Nono kemudian mengadopsi dan berinovasi membuat wayang menggunakan kayu bekas. Wayang tersebut dinamakan Wayang Madio, mirip dengan nama asli Nono, yakni Nono Mardiono.
Menurut Nono, wayang madio ini bercerita mengenai kerajaan Nusantara mulai dari Kerajaan Majapahit, Singasari, hingga Kediri. Uniknya, wayang ini murni kreasi Nono.
“Akhirnya saya belajar bagaimana bisa membuat seperti itu walaupun tidak sebagus itu. Saya membuat sendiri, tidak mencontoh, mengarang. Ini kan wayang madio. Orang beranggapan saya ini menyimpang ya terserah saja,” terang Nono.
Kasrin Endro Prayono, Maestro Pemahat Batu dari Magelang
Kreativitas Hadir dari Rasa Cinta
Kreativitas Nono dalam penciptaan wayang ini dilandaskan oleh kecintaannya terhadap budaya Indonesia. Dengan sepotong papan atau kayu bekas, ia bisa menyulap menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.
“Saya tertarik dengan wayang kayu karena ini budaya bangsa kita yang udah mulai punah. Mencari bahan pun tidak sulit. Jadi barang bekas pun bisa digunakan, misalnya papan apapun dari kayu bisa digunakan untuk membuat ini. Jadi barang yang tidak berharga bagaimana bisa menjadi barang berharga, disukai orang,” terangnya.
Selain bahan mudah didapat, wayang yang dihasilkan Nono rupanya juga mendapat pangsa pasar yang cukup besar di luar negeri.
“Saya membuat model primitif karena banyak yang suka terutama orang di luar negeri,” terangnya.
Mak Normah, Maestro Kepulauan Riau yang Gigih Mewariskan Kesenian Mak Yong
Tidak hanya wayang kayu, Nono juga tercatat berhasil menduniakan wayang beber. Saat pameran, wayang beber milik Nono bisa terjual di angka Rp 10 juta – Rp 20 juta.
“Tapi untuk wayang kayu ya sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu,” imbuhnya sebagaimana dikutip dari Jawa Pos.
Meski demikian, Nono tidak menargetkan diri untuk menjual wayang-wayang tersebut. Ia mengungkapkan bahwa hasil karyanya dapat menjadi koleksi pribadi nantinya yang akan dikenalkan pada anak cucu.
“Siapa yang mau belajar saya ajarin, mau beli silakan. Kalau gak ya saya pakai koleksi agar anak cucu saya juga belajar mengenal kesenian daerah Nganjuk ini,” tandasnya.
Fatonah, Maestro dari Sukapura yang Belajar Batik Secara Diam-Diam
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News