Rafa Kusuma Atma Wibowo, dalang cilik penyandang down syndrome mampu memukau masyarakat. Dengan keterbatasan perkembangan intelektual, Rafa Kusuma justru membuktikan kelebihannya.
Remaja berusia 16 tahun asal Dusun Babadan, Banguntapan, Kabupaten Bantul ini kerap kali unjuk kelebihan di pentas seni dan lomba. Bahkan, terkadang ia menjadi satu-satunya peserta difabel.
Salah satu pengalamannya adalah ketika ia berkesempatan untuk mendalang pada acara perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) 2023 oleh Dinsos DIY, Selasa (12/12/2023). Ia juga tampil di Festival Dalang Cilik Universitas Negeri Yogyakarta, 12 Mei 2024 lalu.
“Seni budaya adalah hak setiap orang, walaupun punya keterbatasan down sydrome juga punya hak untuk berkesenian dan berkebudayaan,” jelas Ludy Bimasena Wibowo, ayah Rafa Kusuma.
Band Anak Berkebutuhan Khusus I’M Star Pecahkan Rekor Dunia dan Muri di HUT ke-79 RI
Rafa Kusuma Dikenalkan Wayang Sejak Usia Empat Tahun
Ludy menambahkan, menurutnya, anak dengan down syndrome merupakan sosok peniru yang hebat dan andal. Hal ini dibuktikan melalui kemampuan Rafa Kusuma dalam memainkan wayang.
Ludy menegaskan bahwa kemampuan meniru bagi penyandang down syndrome memang dibutuhkan waktu yang lebih panjang dan ussaha yang lebih ekstra. Selain dari diri sendiri, kemampuan anak dengan down syndrome juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, terutama orang tua.
Rafa Kusuma telah dikenalkan wayang oleh ayahnya sejak ia berusia 4 tahun. Saat itu, Rafa Kusuma disuguhkan pertunjukan wayang Ki Anom Suroto melalui VCD (Video Compact Disc). Dari rangsangan ini membuat dalang cilik tersebut terdorong untuk latihan memainkan wayang secara autodidak melalui video.
“Dia belajar sendiri lewat laptopnya, dipasang sambil ditirukan. Bahkan kalo lagi seneng bisa aja dia main setiap saat, pagi, siang, sampai malam,” tegas Ludy.
Kopi Kamu, Coffee Shop Indonesia yang Berdayakan Anak Down Syndrom sebagai Barista
Ludy juga tidak menampik bahwa melalui wayang, Rafa Kusuma mengalami peningkatan kemampuan berbicara.
"Tentu ada sisi positif, yang paling signifikan tentu kemampuan oral atau bicaranya itu," jelasnya.
Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa sistem mendalang Rafa Kusuma tidak dapat disamakan sebagaimana dalang pada umumnya. Ludy menegaskan bahwa Rafa Kusuma hanya memainkan wayang.
“Rafa itu tidak bisa bicara, jadi dia hanya memainkan wayang. Ketika pentas pun sama, dia tidak main berjam-jam, namun hanya cuplikan lakon selama beberapa menit. Kalo saya bisa membuat istilah sendiri mungkin namanya mayang. Main wayang,” tegas Ludy.
Kembali Beraksi, Anggi Wahyuda Taklukkan Banyak Gunung dengan Satu Kaki
Peran Orang Tua Sangat Penting untuk Mendukung Anak Disabilitas
Ludyarto Bimasena Wibowo bersama istrinya menjadi sosok kunci yang membentuk kemampuan Rafa. Ia mengakui bahwa kondisi down syndrome menyebabkan seseorang, terkhusus anaknya mengalami kesulitan dan keterbelakangan dalam bertindak maupun berpikir.
Meski demikian, Ludy yang berasal dari suku Jawa ini berusaha terus mengasah kemampuan dan keseimbangan Rafa Kusuma melalui kesenian tradisional. Hal ini tidak terlepas dari khazanah kekayaan kesenian Jawa yang memadukan berbagai aspek, mulai dari pikiran, pendengaran, hingga gerakan.
“Karena saya orang Jawa ya, awalnya saya kenalkan dengan jathilan. Namun akhirnya kami memilih wayang," jelas Ludy, sebagaimana dikutip dari Kompas.
Cerita Nur Fauzi Ramadhan, Mahasiswa UI Penyandang Disabilitas yang Tumbuh dengan Mimpi Baru
Dari perpaduan aspek tersebut, Rafa Kusuma mampu mengidentifikasi wayang berdasarkan bentuk dan ketukan suara gamelannya, tanpa harus menghafal nama dari masing-masing lakon.
Dengan menonton cuplikan-cuplikan lakon berulang kali, Rafa dengan mudah dapat mengingat persis gerakan yang harus dilakukan, meskipun harus menggunakan musik berirama cepat sekalipun.
Selain demi usaha yang lebih personal, pengenalan wayang juga merupakan keinginan Ludy untuk tetap melestarikan budaya Indonesia, meskipun ia sendiri sebenarnya belum pernah memainkan wayang sebagaimana yang dilakukan putranya.
“Selain mengajarkan cinta budaya Kawa dengan kegiatan seperti ini juga menjadi stimulan atau terapi bagi Rafa," tandasnya.
Kisah Gabriel, Dalang Muda Asal Solo yang Bekerja Sejak Kecil untuk Cita-Cita Besarnya
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News