Anak Dalam merupakan salah satu suku yang mendiami kawasan di perbatasan antara Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Sebagian dari Anak Dalam juga hidup di perbatasan Provinsi Jambi dengan Riau.
Masyarakat yang berasal suku Anak Dalam kerapkali hidup berpindah-pindah (melangon) di lingkungan hutan dan bertahan hidup dengan cara meramu. Oleh karena itu, mereka juga dikenal dengan sebutan Orang Rimba karena hidupnya yang berada di kawasan hutan.
Meski demikian, sebagian suku Anak Dalam kini telah hidup menetap dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan makanannya.
Cerita Suku Akit yang Punya Rumah di Atas Rakit dan Disegani Belanda
Suku Anak Dalam yang tinggal di Jambi berada di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi dan Sebagian kecil ada di wilayah selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) Riau.
Mereka juga hidup di sekitar daerah aliran sungai Musi dan Tembesi (Sumatera Selatan), serta sungai Rawas (Jambi).
Sama seperti masyarakat perairan seperti umumnya, suku Anak Dalam yang tinggal di daerah aliran sungai hidup dengan menangkap ikan.
Lihat postingan ini di Instagram
Uniknya, sebagian masyarakat Anak Dalam masih mengenakan pakaian tradisionalnya, yakni cawot atau cawat, pakaian yang hanya berfungsi menutupi alat vital dari laki-laki. Sementara itu, perempuan dari suku Anak Dalam hanya mengenakan kemben.
Nama Lain Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam juga dikenal sebagai suku Kubu, Lubu, atau Ulu.
Nama Kubu berasal dari bahasa Melayu, yakni ngubu atau ngubun yang berarti bersembunyi di dalam hutan. Sebutan Suku Kubu ini muncul dari masyarakat sekitar, di luar kelompok suku Anak Dalam.
Akan tetapi, suku Anak Dalam disebut kurang menyukai panggilan tersebut karena dinilai merendahkan. Mereka lebih suka disebut dengan suku Anak Dalam dibandingkan suku Kubu, Lubu, atau Ulu.
Dilansir dari Warsi, Kubu menurut mereka memiliki makna peyorasi, seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikan.
Mengenal Suku Ogan dari Sumatera Selatan: Asal Usul, Tempat Tinggal, dan Marganya
Sistem Kekeluargaan Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam sangat menjaga silsilah dan darah dalam keluarganya. Oleh karena itu, perkawinan dalam suku Anak Dalam sangat ketat dan menganut sistem endogami kelompok, yakni perkawinan yang mengharuskan pasangan berasal dari kelompoknya sendiri.
Meski demikian, mereka melarang keras perkawinan dengan saudara sekandung atau saudara sepupu dari pihak ibu.
Dari sistem kekerabatan yang erat inilah muncul pola perilaku masyarakat Anak Dalam yang lebih senang hidup berkelompok dalam keluarga orang tuanya. Bahkan, dalam adat suku Anak Dalam, anak laki-laki yang telah menikah harus tinggal di lingkungan kerabat istrinya.
Cerita dari Masyarakat Gelek Malak Kalawilis Papua yang Masih Berburu Menggunakan Tombak
Dalam kehidupan suku Anak Dalam, mereka hidup berkelompok yang terdiri dari beberapa kepala keluarga. Kumpulan dari beberapa kepala keluarga dipimpin oleh seorang Tumenggung. Biasanya pemilihan Tumenggung berdasarkan garis keturunan, tetapi saat ini Tumenggung dinilai berdasarkan kapasitas yang dimiliki.
Tidak hanya Tumenggung, sistem kepemimpinan di suku Anak Dalam juga berjenjang layaknya kepemimpinan dalam negara, yakni mulai dari Temenggung, Depati, Mangku, Menti, hingga Jenang (kepala suku).
Proses Panjang Pengukuhan Ammatoa, Ketua Adat Suku Kajang yang Dipilih Oleh Tuhan
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News