proses panjang pengukuhan ammatoa ketua adat suku kajang yang dipilih oleh tuhan - News | Good News From Indonesia 2024

Proses Panjang Pengukuhan Ammatoa, Ketua Adat Suku Kajang yang Dipilih Oleh Tuhan

Proses Panjang Pengukuhan Ammatoa, Ketua Adat Suku Kajang yang Dipilih Oleh Tuhan
images info

Di tengah arus modernisasi yang kini diselami masyarakat Indonesia, negara ini memiliki suku yang masih merawat adat. Masyarakat ini biasanya disebut sebagai masyarakat adat. Mereka hidup dari dan untuk alam, serta memilih untuk menjauhi alat-alat modern yang sangat berpotensi merusak alam.

Tidak hanya Suku Badui yang berada di Banten, masyarakat adat yang masih merawat tradisi dan memilih berjarak dengan teknologi juga dapat ditemukan di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Salah satu masyarakat adat yang ada di Bulukumba, Sulawesi Selatan ialah masyarakat adat Kajang Ammatoa.

Suku Kajang, Dinobatkan sebagai Penjaga Hutan Tropis Terbaik di Dunia

Apa Itu Kajang Ammatoa

Suku Kajang Ammatoa merupakan masyarakat adat yang hidup di Tana Toa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Adat Suku Kajang terletak sekitar 200 km arah timur kota Makassar. Desa Tana Toa ini memiliki 9 dusun yang dihuni oleh Suku Kajang Ammatoa.

Di kalangan masyarakat, Suku Kajang Ammatoa merupakan salah satu suku tertua yang paling dihormati di Sulawesi Selatan. Bahkan, Kajang Ammatoa disebut sebagai suku ketiga paling ditakuti di Indonesia. Hal ini mengingat Suku Kajang dikenal memiliki kekuatan ilmu sihirnya yang hebat, yakni “Doti”.

Selain mengenai ilmu sihir, Suku Kajang Ammatoa juga memiliki kepercayaan unik. Menurut masyarakat Kajang, ketua adat mereka merupakan sosok pilihan yang diturunkan langsung oleh Tuhan.

Penasaran dengan fakta Suku Kajang Ammatoa? Simak artikel berikut.

8 Fakta Menarik Suku Kajang Ammatoa selain Kesaktian Ilmu Hitamnya (ilmu Doti)

Mengenal Ketua Adat Kajang Ammatoa

Masyarakat Kajang Ammatoa memiliki ketua adat yang disebut Ammatoa. Ammatoa artinya “seorang bapak yang dituakan”. Sama seperti ketua adat kebanyakan, Ammatoa mengemban tanggung jawab yang sangat besar.

Ammatoa sebagai pemimpin adat tertinggi diyakini memiliki sejumlah kekuatan dan kemuliaan (niturungi pangngellai). Ketua adat ini mengemban tugas yang cukup besar, di antaranya sebagai pelindung masyarakat, penghubung spiritual dengan Tuhan, dan sebagai penegak hukum di kalangan masyarakat adat.

Oleh karena itu, menurut keyakinan suku Kajang, Ammatoa - khususnya Ammatoa pertama – merupakan sosok pilihan yang dipilih langsung oleh Turiek Akrakna (Tuhan Yang Maha Kuasa).

Masyarakat meneyebutkan sebagai Tau-Manurung (orang yang turun dari langit). Masyarakat Kajang percaya, Tau-Manurung diutus ke bumi dengan titik awal di suatu tempat tertentu, yakni di dalam hutan adat Tupalo.

Dari kepercayaan itulah, hingga saat ini, masyarakat adat Kajang sangat menyakralkan hutan adat Tupalo. Sebab, hutan tersebut dianggap sebagai tempat awal berpijaknya leluhur mereka yang pertama.

Hutan adat Tupalo juga diberi nama Tana Toa yang artinya tanah tua atau tanah yang paling tua (Umar & Supardi, hlm 146).

Mengenal Suku Kajang, Penjaga Hutan Terbaik Dunia Ada di Sulawesi Selatan

Proses Pengukuhan Ketua Adat Ammatoa

Jabatan Ammatoa sebagai pemimpin masyarakat Adat Kajang berlaku seumur hidup. Oleh karena itu, tanggung jawab yang diemban seorang ketua adat sangatlah besar.

Ammatoa diangkat menjadi ketua setelah melalui proses ritual tertentu yang cukup panjang.

Apabila Ammatoa meninggal dunia, posisi tersebut akan digantikan oleh salah seorang yang bergelar “Puto” atau orang yang dianggap “shaleh” oleh masyarakat.

Puto ini merupakan anggota masyarakat yang tidak memiliki cacat-cela selama hidupnya dan hanya mengabdikan hidup semata pada kebijakan dan kepentingan masyarakat.

Mempelajari Kesederhaan di Desa Adat Kajang Ammatoa Bulukumba

Biasanya, sebelum meninggal, Ammatoa akan menunjuk seorang Puto yang dianggap paling memenuhi syarat untuk menggantikannya. Puto yang terpilih akan mendapat gelar Amma-Lolo atau pejabat Ammatoa sementara.

Sejak menyandang gelar Amma-Lolo, ia akan menjalani serangkaian proses evaluasi, sebelum akhirnya resmi dikukuhkan menjadi Ammatoa.

Proses pelatihan dan evaluasi ini memakan waktu yang cukup panjang, sekitar 3 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, Amma-Lolo tidak boleh ke luar dari kawasan adat, dan senantiasa harus melatih penguasaannya tentang Pasang ri Kajang (pengetahuan mengenai aspek- aspek kehidupan, baik yang bersifat kepentingan duniawi, maupun yang bersifat ukhrawi), di bawah bimbingan Amma’ Galla’ atau Galla’ Puto’ yang merupakan juru bicara Ammatoa.

Maestro dari Sulawesi Tengah, Ina Tobani dan Pakaian Adat dari Kulit Kayu Pohon Beringin

Selama proses tersebut, masyarakat akan terus melihat tanda-tanda alam untuk melihat apakah pengangkatan Amma-Lolo sebagai Ammatoa direstui atau tidak.

Tanda-tanda alam tersebut berupa:

“…Napparanakkang juku, Napaloloiko ruang Kaju, Nahambangiko Allo, Nabattuiko ere’ Bosi, Napalo’lorang ere tua’, Nakajariangko tinanang...”

“Tumbuh-tumbuhan dan ikan berkembang baik, air tuak tetap menetes, musim kemarau dan penghujan seimbang, dan semua tanaman pokok menjadi.”

Apabila tanda-tanda tersebut terlihat selama tahap pertama dilaksanakan, hal tersebut menunjukkan bahwa calon Ammatoa merupakan orang yang shaleh dan bersih (Manuntungi).

Mengenal Upacara Adat Buang Jong dari Bangka Belitung, Merawat Laut dan Tradisi Leluhur

Setelah tahap pertama berhasil dilalui, proses berikutnya merupakan persiapan dan kelengkapan upacara pengukuhan. Proses ini membutuhkan waktu lima minggu.

Pada tahap ini, Amma-Lolo mulai melakukan berbagai kegiatan ritual tertentu. Tidak hanya calon Ammatoa, bahkan masyarakat juga turut mempersiapkan berbagai hal yang berkenaan dengan pelaksanaan upacara pengukuhan.

Tahap ketiga atau tahap terakhir berupakan tahap pengukuhan Ammatoa. Proses ini dilakukan di dalam hutan adat Tupalo, hutan yang dianggap sebagai asal usul kemunculan leluhur mereka. Tahap ini membutuhkan waktu selama 3 hari.

Paca Goya, Ritual Adat Kampung Kalaodi untuk Berdamai dengan Alam

Hari ketiga yang merupakan puncak acara. Amma-Lolo bersama 40 rang berkumpul pada sebuah lapangan yang diyakini merupakan tempat pertama kali leluhur mereka menginjakkan kaki di bumi, dan duduk dalam sikap berdoa tanpa bersuara sedikit pu, guna menantikan turunnya “suara” dari TRA.

Apabila “suara” yang dimaksud telah hadir, itu menunjukkan bahwa Amma-Lolo telah mendapat restu-Nya. Kemudian, seekor ayam hitam dan kerbau hitam yang telah dipersiapkan sebelumnya akan segera mendekati Amma-Lolo sambil melakukan gerakang-gerakan khusus berupa “isyarat” kepada peserta upacara tentang keabsahan Amma- Lolo untuk diresmikan menjadi Ammatoa.

Saat ini, Ammatoa suku Kajang ialah Puto Nyonyok (73 tahun) yang merupakan Ammatoa XX.

Hidup Nomaden Menjaga Alam, Masyarakat Adat Punan Batu Benau Raih Kalpataru 2024

Referensi:

Congge, Umar & Supardi. 2017. “Peran Lembaga Adat Ammatoa dalam Mempertahankan Adat Istiadat Kajang di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba”. Jurnal Ilmiah Administrasita’, Vol 8. No. 02. Hlm. 141-160.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.