patungan beli hutan solusi mujarab - News | Good News From Indonesia 2025

Patungan Beli Hutan: Solusi Mujarab?

Patungan Beli Hutan: Solusi Mujarab?
images info

Patungan Beli Hutan: Solusi Mujarab?


Ketika banjir bandang dan longsor merenggut ribuan nyawa di Sumatera pada akhir 2025, perhatian publik segera tertuju pada penyebab di balik bencana yang berulang. Ribuan batang kayu gelondongan yang berserakan di lokasi terdampak memperlihatkan satu kenyataan pahit: kerusakan hutan terjadi dalam skala besar, dan negara gagal mendeteksi maupun menghentikannya sejak dini.

Dari kegelisahan inilah muncul gagasan tak biasa dari Pandawara Group. Lima pemuda pegiat lingkungan ini mengajak masyarakat untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya: urunan dana untuk membeli hutan.

Gagasan yang Memantik Perdebatan Nasional

Inisiatif “Patungan Beli Hutan” semula hanya berupa lamunan spontan yang disampaikan di media sosial. Namun, respons publik yang luar biasa membuat gagasan tersebut berkembang menjadi gerakan nasional. Donasi mulai mengalir.

Dukungan muncul dari banyak figur publik. Denny Caknan dan Denny Sumargo menyatakan komitmen masing-masing sebesar satu miliar rupiah, sementara King Abdi menambahkan lima ratus juta rupiah. Beberapa tokoh lain menyatakan ketertarikan untuk ikut berperan.

Gerakan ini memantik perdebatan. Banyak warga menilai langkah tersebut sebagai bentuk solidaritas baru yang lahir dari kegagalan tata kelola lingkungan. Namun, sejumlah politisi mengingatkan agar fokus utama tidak bergeser dari penanganan korban bencana.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, meminta agar prioritas diarahkan untuk pemulihan masyarakat. Sementara itu, Daniel Johan dari Komisi IV DPR menyebut gerakan ini sebagai “sindiran keras” bagi pemerintah yang dinilai tidak mampu mengamankan kawasan hutan secara efektif.

Komentar lain menyoroti potensi korupsi dan pungutan liar dalam proses pembelian lahan. Peringatan ini menegaskan bahwa persoalan utama ada pada kompleksitas tata kelola hutan yang melibatkan banyak aktor dan kepentingan.

Ketika Publik Bertindak Mengisi Kekosongan Negara

Gerakan “Patungan Beli Hutan” menunjukkan sesuatu yang jauh lebih penting daripada penggalangan dana. Gerakan ini memperlihatkan bahwa kepercayaan publik terhadap kemampuan negara menjaga hutan semakin menurun.

Banyak warga merasa bahwa jika hutan tidak segera diamankan, bencana berikutnya hanya menunggu waktu. Donasi menjadi cara masyarakat mengambil alih sebagian tanggung jawab yang seharusnya dipikul negara.

Inisiatif ini memunculkan solidaritas baru. Ada kebanggaan ketika publik dapat berkontribusi pada penyelamatan hutan. Ada pula kesadaran bahwa konservasi bukan hanya urusan lembaga pemerintah atau LSM internasional. Masyarakat akhirnya melihat bahwa hutan merupakan aset publik yang dapat dijaga bersama.

Namun, solidaritas ini juga menghadirkan paradoks. Urunan dana untuk membeli hutan dapat dianggap sebagai kritik paling tajam terhadap negara. Rakyat harus membeli kembali hutan yang seharusnya dikelola dan dilindungi oleh pemerintah.

Situasi ini mengingatkan bahwa akar persoalan berada pada lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pembalakan liar serta alih fungsi lahan.

Apakah Solusi Ini Layak?

Secara konsep, membeli hutan dapat menjadi langkah proteksi sementara terhadap ancaman ekspansi industri. Namun, efektivitasnya sangat tergantung pada mekanisme legal, pengelolaan jangka panjang, dan model kelembagaan yang digunakan.

Pandawara Group berencana menggandeng LSM konservasi agar dana yang terkumpul dikelola secara transparan. Skema “hutan wakaf” juga muncul sebagai alternatif, dengan landasan hukum yang lebih kuat dan perlindungan lebih permanen.

Namun, ada risiko yang tidak boleh diabaikan. Pembelian lahan hanya menyentuh satu sisi persoalan. Tanpa penegakan hukum yang tegas terhadap pembalakan liar, kawasan yang dibeli tetap akan rentan terhadap perambahan.

Evaluasi kebijakan alih fungsi lahan harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk perbaikan tata kelola, pemantauan berbasis teknologi, dan sanksi yang tegas bagi perusahaan maupun aparat yang terlibat.

Selain itu, gerakan ini tidak boleh dibiarkan menjadi substitusi dari peran negara. Pemerintah tetap memiliki tanggung jawab utama dalam menjaga kawasan hutan, memperbaiki tata kelola, dan mencegah setiap bentuk eksploitasi ilegal. Solidaritas publik harus dibaca sebagai dukungan moral untuk mempercepat reformasi, bukan sebagai beban baru yang harus dipikul masyarakat tanpa kapasitas memadai.

Jalan Tengah yang Perlu Dipilih

Kekuatan terbesar gerakan ini adalah dorongan moral yang muncul dari publik. Kesadaran masyarakat meningkat, solidaritas tumbuh, dan tekanan terhadap pemerintah semakin kuat. Semua ini harus dihargai sebagai modal sosial yang penting. Namun, kesuksesan jangka panjang hanya dapat tercapai jika pemerintah memperkuat regulasi, memperketat pengawasan, dan menindak tegas pelaku pembalakan liar.

Patungan membeli hutan mungkin bukan solusi sempurna, tetapi dapat menjadi pemicu dialog nasional tentang tata kelola lingkungan yang selama ini dianggap mandek. Solusi mujarab tidak akan datang dari satu tindakan. Solusi akan lahir dari kombinasi solidaritas masyarakat, komitmen politik, dan penegakan hukum yang konsisten.

Jika gerakan ini diposisikan sebagai pendamping kebijakan negara dan bukan pengganti, maka “Patungan Beli Hutan” dapat menjadi awal dari perubahan tata kelola lingkungan yang selama ini sulit terwujud. Dalam kondisi krisis ekologis seperti sekarang, upaya apa pun yang memicu perbaikan patut mendapat ruang untuk berkembang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RS
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.