Saat ini, bullying sudah menjadi fenomena yang semakin sering terjadi dan sulit dihindari. Semakin hari, semakin banyak kasus bullying yang terjadi, baik di sekolah, lingkungan rumah, maupun di media sosial. Sayangnya, bullying masih dianggap sebagai hal sepele, sekadar candaan, atau bagian dari pergaulan sehingga sering kali dibiarkan tanpa penanganan yang serius.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sebanyak 1.052 kasus bullying sepanjang tahun 2025 dengan 16% di antaranya terjadi di lingkungan sekolah. Yang lebih memprihatinkan lagi, KPAI menemukan adanya 25 kasus bunuh diri anak serta 26 anak meninggal dunia akibat bullying sepanjang tahun 2025.
Selain itu, Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri juga mencatat adanya lonjakan kasus bullying, dari 12.216 korban pada tahun 2024 menjadi 14.512 korban hingga November 2025. Data tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan, yakni sebesar 18,7%.
Beberapa kasus bullying juga ada yang tidak dilaporkan karena korban merasa takut, malu, atau khawatir akan mendapat perlakuan yang lebih buruk. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang dampak bullying juga membuat lingkungan sekitar, termasuk teman sebaya dan orang dewasa, cenderung mengabaikan atau menormalisasi perilaku tersebut. Kondisi ini membuat bullying terus berulang dan menimbulkan dampak negatif bagi korban, pelaku, maupun lingkungan sosial secara keseluruhan.
Lalu, bagaimana kita bisa menghentikan bullying yang semakin sering terjadi? Untuk itu, penting bagi kita mengenali peran setiap individu, memahami dampak yang ditimbulkan, dan membangun karakter positif agar dapat mencegah serta menghadapi perilaku bullying dengan tepat.
Peran Setiap Individu dalam Bullying
Dalam perilaku bullying, terutama yang terjadi secara berkelompok, setiap orang memiliki peran yang berbeda-beda. Mengetahui peran-peran ini penting bagi kita untuk mengenali siapa saja yang terlibat dan bagaimana dinamika bullying berlangsung.
1. Bully: orang yang menjadi pemimpin dalam bullying, biasanya memulai tindakan (inisiator) dan secara aktif terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut.
2. Bully Assistant: orang yang menjadi asisten bully dan ikut terlibat dalam tindakan bullying, tetapi biasanya menunggu dan mengikuti arahan dari pelaku utama.
3. Reinforcer: orang yang memeriahkan kejadian bullying dengan melakukan provokasi dan mengajak orang lain untuk menyaksikan tindakan bullying.
4. Defender: orang yang membela atau membantu korban, tetapi tidak jarang defender akhirnya juga menjadi korban bullying.
5. Outsider: orang yang mengetahui terjadinya bullying, tetapi memilih untuk tidak ikut campur atau mengambil tindakan apapun.
Dampak Bullying pada Setiap Pihak yang Terlibat
Selain melibatkan berbagai peran masing-masing individu, bullying juga menimbulkan dampak nyata bagi setiap pihak yang terlibat.
1. Bagi Korban Bullying
- Dampak Fisik:bullying yang dilakukan secara fisik, seperti memukul, menendang, mendorong, atau tindakan kekerasan lainnya, tentu dapat menimbulkan bekas luka, memar, hingga cedera serius. Selain rasa sakit, korban juga berisiko mengalami gangguan kesehatan jangka panjang, seperti trauma fisik serta penurunan kondisi kesehatan tubuh.
- Dampak Psikologis: bullying juga dapat memberikan trauma psikologis bagi korbannya. Korban bullying akan mengalami rasa cemas yang berlebih, gelisah, rendah diri, merasa putus asa, stress, depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri. Segala perasaan negatif yang timbul ini tentu membuat korban sulit memiliki kesejahteraan psikologis yang baik (Kusbandini & Suprapti, 2014 dalam Febriana & Rahmasari, 2021).
- Dampak Sosial: korban bullying akan cenderung menarik diri dari lingkungannya. Pengalaman negatif yang dialami membuat korban merasa takut, tidak percaya diri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain. Akibatnya, korban kesulitan membangun hubungan sosial dengan lingkungannya.
2. Bagi Pelaku Bullying
Bullying juga berdampak negatif bagi pelakunya. Pelaku cenderung terus melakukan kekerasan di masa depan karena mereka belajar bahwa kekerasan adalah cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Selain itu, perilaku bullying dapat membuat pelaku merasa lebih berkuasa atau unggul dibandingkan orang lain dalam situasi tertentu. Jika hal ini dibiarkan tanpa penanganan, pelaku berpotensi mengulangi dan bahkan memperluas tindakan bullying ke bentuk-bentuk lain yang lebih merugikan.
3. Bagi Orang yang Menyaksikan
Tindakan bullying yang tidak mendapat tindak lanjut dari pihak-pihak terkait dapat menimbulkan asumsi bahwa bullying merupakan perilaku yang diterima di lingkungan masyarakat. Dalam situasi ini, orang yang awalnya hanya menyaksikan akan terpecah menjadi beberapa kelompok, yaitu mereka yang ikut melakukan bullying karena takut menjadi korban, mereka yang memilih diam dan tidak berbuat apa pun karena takut diancam atau ditekan oleh pelaku, atau mereka yang menganggap bullying sebagai hal yang wajar sehingga tidak merasa perlu untuk menghentikannya.
Pengembangan Karakter untuk Mengatasi Bullying
Untuk menghentikan bullying, upaya perlu dilakukan dengan menanamkan karakter dan nilai-nilai positif pada setiap individu dalam kehidupan sosial.
1. Penanaman Nilai-Nilai Keagamaan
Menanamkan nilai-nilai keagamaan dapat membentuk sikap toleran terhadap perbedaan dan menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama sehingga dapat menghindari perilaku bullying, seperti mengolok, menghina, merendahkan, dan mencemooh.
2. Menumbuhkan Rasa Empati, Tanggung Jawab, dan Pengendalian Diri
Karakter ini membantu seseorang memahami dampak dari perilaku mereka terhadap orang lain. Dengan menumbuhkan empati, tanggung jawab, dan pengendalian diri yang baik, seseorang belajar bersikap peduli terhadap sesama, menyadari dan menerima konsekuensi dari setiap tindakannya, serta mengatur emosi dan perilaku agar tidak merugikan orang lain.
3. Budaya Meminta dan Memberi Maaf
Permintaan dan pemberian maaf merupakan karakter penting yang perlu dibangun karena dapat mengurangi terjadinya konflik serta meluruskan kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
4. Penanaman Nilai Anti Kekerasan dan Perdamaian
Nilai anti kekerasan dan perdamaian harus dijadikan pedoman dalam menyelesaikan setiap masalah agar ketenangan dan ketentraman dapat terjaga. Permasalahan dapat diselesaikan dengan diskusi terarah sehingga diperoleh solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
5. Penguatan Karakter Sosial
Melalui berbagai kegiatan sosial, seseorang akan terbiasa bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain. Hal ini dapat menumbuhkan rasa kebersamaan serta memperkuat hubungan sosial dengan orang lain sehingga dapat membantu mengurangi perilaku bullying.
Kini kita paham bahwa sebenarnya bullyingbisa dihentikan dengan menanamkan karakter dan nilai-nilai positif. Pilihannya ada pada kita, apakah kita hanya diam melihat kasus bullying yang terus terjadi? Atau justru bergerak bersama untuk menghentikannya? Mari kita ambil peran aktif untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, harmonis, dan bebas dari bullying.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News


