dekat namun terasa jauh mengenal fantasy bond dalam hubungan - News | Good News From Indonesia 2025

Dekat Namun Terasa Jauh: Mengenal Fantasy Bond dalam Hubungan

Dekat Namun Terasa Jauh: Mengenal Fantasy Bond dalam Hubungan
images info

Dekat Namun Terasa Jauh: Mengenal Fantasy Bond dalam Hubungan


Pernahkah Kawan merasa berada dalam sebuah hubungan yang terlihat sangat stabil dan aman di mata orang lain, tapi di dalamnya kawan justru merasa hampa? Bayangkan Kawan sedang duduk berdua dengan pasangan di sebuah kafe, raga kalian berdekatan, tapi pikiran dan perasaan kalian terasa terpisah jarak ribuan kilometer.

Tidak ada lagi percakapan yang benar-benar jujur dari hati ke hati, tidak ada kehangatan emosional yang menyentuh, dan perlahan Kawan merasa sendirian padahal ada seseorang di samping kawan.

Hubungan kawan mungkin terlihat "baik-baik saja" di permukaan, tetapi di bawahnya, ia terasa seperti sebuah rutinitas tanpa nyawa. Dalam dunia psikologi, kondisi ini dikenal dengan istilah fantasy bond.

Ini adalah sebuah ikatan emosional semu yang tampak seperti kedekatan, tetapi sebenarnya lebih banyak hidup di dalam kepala daripada dalam pengalaman emosional yang nyata di kehidupan sehari-hari.

Sering kali kita terjebak dalam kabut ilusi, merasa dekat dalam pelukan namun sebenarnya sedang tersesat dalam kehampaan emosional yang sunyi | Sumber: Unsplash, Aleksandra Sapozhnikova

Apa Itu Fantasy Bond dan Mengapa Bisa Muncul?

Istilah fantasy bond pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog klinis bernama Robert W. Firestone. Ia menggambarkan kondisi ini sebagai ikatan emosional palsu yang memberikan rasa aman semu tanpa adanya kedekatan emosional yang autentik.

Menurut Firestone, fantasy bond biasanya terbentuk sebagai sebuah mekanisme pertahanan diri yang cukup unik. Seseorang menciptakan ilusi keterhubungan ini untuk melindungi dirinya dari rasa takut akan kehilangan, penolakan, atau kesepian yang mendalam.

Menariknya Kawan, akar dari kondisi ini sering kali bermula dari pengalaman masa kecil, tepatnya saat kebutuhan emosional kita tidak terpenuhi secara konsisten oleh orang tua atau pengasuh.

Alih-alih membangun kedekatan yang dinamis dan hidup, seseorang justru "mengganti" hubungan nyata tersebut dengan fantasi tentang hubungan itu sendiri. Secara lahiriah kawan terlihat dekat, tapi secara batin kawan merasa jauh karena tidak ada keterlibatan emosi yang jujur dan mengalir di sana.

Mengapa Banyak dari Kita yang Terjebak di Dalamnya?

Mungkin kawan bertanya-tanya, jika terasa begitu hampa, mengapa banyak orang tetap memilih untuk bertahan? Jawabannya sederhana kawan: karena fantasy bond menawarkan kenyamanan yang semu. Ia memberi ilusi stabilitas yang menenangkan hati.

Dalam ikatan ini, biasanya tidak banyak pertengkaran hebat dan risiko emosionalnya sangat rendah. Kawan tidak perlu merasa khawatir akan tuntutan untuk benar-benar membuka diri atau menjadi rentan di depan pasangan.

Namun justru di situlah letak masalahnya kawan. Hubungan semacam ini sering membuat seseorang kehilangan identitas dirinya sendiri. Identitas pribadi kawan perlahan melebur dalam peran sebagai "pasangan" saja, tanpa memiliki ruang untuk tumbuh sebagai individu yang mandiri.

Dalam artikel psikologi populer di Forbes, dijelaskan bahwa fantasy bond membuat pasangan cenderung menghindari konflik sehat dan menekan kebutuhan emosional mereka sendiri hanya demi mempertahankan ilusi kebersamaan. Akibatnya, hubungan Kawan mungkin bertahan selama bertahun-tahun, tetapi secara emosional ia tidak pernah benar-benar berkembang.

Dampak yang Perlu Kawan Waspadai

Jika dibiarkan terus-menerus, dampaknya memang tidak selalu terasa secara instan, namun perlahan akan menggerogoti kesehatan mental kawan. Kawan bisa merasa kesepian meski memiliki pasangan, mengalami kehampaan emosional, dan kehilangan keintiman sejati yang dulu membuat hubungan terasa hidup.

Dalam jangka panjang, kondisi ini juga dapat menurunkan harga diri dan menyulitkan kawan untuk membangun hubungan yang sehat di masa depan.

Robert W. Firestone dalam tulisannya Destructive Effects of the Fantasy Bond in Couple Relationships menegaskan bahwa fantasy bond menghambat pertumbuhan emosional dan menciptakan hubungan yang stagnan secara psikologis. Kawan dan pasangan mungkin hanya seperti dua orang yang hidup berdampingan secara administratif, tapi tidak secara emosional.

Keberanian untuk Jujur pada Diri Sendiri

Mengenali adanya fantasy bond dalam hubungan Kawan bukanlah tentang mencari siapa yang salah, baik itu diri sendiri maupun pasangan. Ini adalah tentang keberanian Kawan untuk jujur pada apa yang benar-benar kawan rasakan saat ini.

Hubungan yang benar-benar hidup memang penuh risiko; ada kalanya terjadi konflik, perbedaan pendapat, dan ketakutan. Namun justru di celah-celah kejujuran dan kerentanan itulah keintiman sejati bisa tumbuh subur. Kawan tidak lagi berpura-pura, melainkan berinteraksi dengan pasangan sebagai dua manusia yang nyata.

Mungkin sekarang saatnya kawan tidak lagi bertanya, "Kenapa hubungan ini bertahan?" melainkan mulai bertanya kepada diri sendiri, "Apakah hubungan ini benar-benar menghidupkan saya?" Kejujuran kawan hari ini adalah langkah pertama untuk membangun cinta yang jauh lebih nyata dan bermakna di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HR
KG
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.