Dalam pendidikan kedokteran, gelar bukan akhir dari perjalanan akademik. Ada satu lagi tahapan penting yang harus dilalui dan menjadi penentu, yakni Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).
Sejak diberlakukan secara nasional pada tahun 2014, ujian ini dinilai menjadi salah satu bentuk tanggung jawab negara terhadap keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan.
“Kita ingin melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa siapa pun yang sudah menempuh proses pendidikan, di ujung nanti akan kita uji dengan metode yang sudah disiapkan dengan mekanisme yang baik dan tim yang melibatkan seluruh pakar,” jelas Setiawan, Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Menurut data Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), lebih dari 114.000 dokter telah lulus UKMPPD dan kini mengabdi di berbagai daerah Indonesia. Akan tetapi, ada sekitar 2.300 mahasiswa retaker, yakni belum lulus setelah beberapa kali ujian. Sekitar 100 di antaranya bahkan sudah menempuh masa studi profesi lebih dari lima tahun.
Keberadaan sekitar 2.300 mahasiswa retaker, termasuk 100 orang yang menempuh masa studi lebih dari lima tahun, memperlihatkan bahwa standar kelulusan dalam profesi ini memang tinggi dan tidak bisa ditawar.
Akan tetapi, retaker ini juga menimbulkan beberapa keresahan yang membuat perwakilan mahasiswa program pendidikan profesi dokter (PPD) Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) unjuk rasa di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) pada Rabu (18/6/2025).
Apa tuntutan mereka? Simak artikel berikut.
Dua Tahap UKMPPD
UKMPPD terdiri atas dua tahap utama. Pertama, Computer-Based Test (CBT) untuk mengukur pengetahuan teoretis calon dokter. Kedua, Objective Structured Clinical Examination (OSCE), yaitu ujian praktik klinis terstruktur yang menilai kemampuan menerapkan ilmu dalam situasi nyata.
Kedua tahapan ini dilakukan untuk memastikan bahwa calon dokter tidak hanya tahu (know how), tetapi juga apakah mereka mampu melakukan (show how).
Model uji dinilai menjadi inspirasi di tingkat internasional. World Bank bahkan mencatat UKMPPD sebagai salah satu contoh baik (best practice) yang layak direplikasi di kawasan Asia Tenggara. UKMPPD diklaim terbukti mendorong peningkatan mutu pendidikan kedokteran dan memperkuat kepercayaan publik.
"Bahkan, Bank Dunia mencatatnya sebagai contoh baik untuk replikasi sistem uji kompetensi di kawasan Asia Tenggara," jelas Dierktur Jenderal (Dirjen Dikti) Kemdiktisaintek RI, Khairul Munadi, dikutip dari Antara News.
Landasan Hukum yang Kokoh
Kemdiktisaintek menegaskan bahwa UKMPPD memiliki dasar hukum kuat dan berlapis.
Ujian ini diatur dalam:
- UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
- UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,
- serta PP No. 28 Tahun 2024 sebagai aturan pelaksanaannya.
UKMPPD menjadi syarat mutlak untuk memperoleh Sertifikat Profesi Dokter. Sertifikasi ini penting untuk menandai kesiapan seorang lulusan untuk menjalankan praktik medis secara profesional dan legal.
Tanpa lulus UKMPPD, seorang lulusan hanya memiliki ijazah sarjana kedokteran, belum berhak menyandang status “dokter”.
Isu Retaker dan Respons Kemdiktisaintek
Dalam beberapa bulan terakhir, muncul aspirasi dari Pergerakan Dokter Muda Indonesia (PDMI) yang memperjuangkan keadilan bagi mahasiswa retaker. Pemerintah meresponsnya melalui dua forum dialog, pada 18 dan 23 Juni 2025.
Tiga isu utama yang mereka angkat adalah: sertifikat profesi, pembebasan biaya kuliah, dan pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kemdiktisaintek menjelaskan bahwa sertifikat profesi dokter hanya diberikan bagi peserta yang lulus UKMPPD dan menjalani sumpah dokter. Namun, mahasiswa retaker tetap berhak atas ijazah sarjana dan surat keterangan penyelesaian pendidikan klinik.
Untuk keringanan biaya, Kemdiktisaintek telah mengeluarkan surat edaran yang mendorong perguruan tinggi membebaskan biaya kuliah bagi retaker yang tidak mengikuti pembelajaran aktif, serta menyediakan program pembinaan ulang (crash program) atau alih jenjang studi.
Sementara itu, terkait Putusan MK No. 10/PUU-XV/2017, Kemdiktisaintek menegaskan bahwa hasil keputusan tersebut tidak membatalkan UKMPPD, melainkan menegaskan bahwa uji kompetensi tetap sah dan diperlukan sebagai instrumen penjaminan mutu profesi dokter.
Menjaga Mutu Dokter Indonesia
Setiawan, Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, menekankan bahwa menjadi dokter berarti menjaga kehidupan manusia. Oleh karena itu, keadilan bagi mahasiswa harus berjalan beriringan dengan penegakan mutu dan integritas profesi.
Kemdiktisaintek juga bersinergi dengan Kementerian Kesehatan dalam menciptakan sistem kesehatan akademik terpadu. Tujuannya untuk memperkuat pendidikan kedokteran, memperluas penelitian medis, dan memastikan layanan kesehatan yang berkualitas.
“Pondasi sektor kesehatan harus diperkuat melalui penerapan tridarma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” tutur Setiawan.
Melalui kolaborasi lintas kementerian, asosiasi profesi, dan perguruan tinggi, transformasi pendidikan kedokteran diharapkan dapat melahirkan generasi dokter yang unggul, tangguh, dan berintegritas.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News