dari tki korea ke duta petani muda kisah adi mashudi membangun agrowisata melon di blora - News | Good News From Indonesia 2025

Dari TKI Korea ke Duta Petani Muda: Kisah Adi Mashudi Membangun Agrowisata Melon di Blora

Dari TKI Korea ke Duta Petani Muda: Kisah Adi Mashudi Membangun Agrowisata Melon di Blora
images info

Dari TKI Korea ke Duta Petani Muda: Kisah Adi Mashudi Membangun Agrowisata Melon di Blora


Nama Adi Latif Mashudi kini masuk dalam jajaran 26 Duta Petani Muda yang dikukuhkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui ajang Young Ambassador Agriculture (YAA) 2025. Pemuda asal Desa Ngiyono, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora itu, menyingkirkan ratusan peserta lain.

Program ini merupakan bagian dari Youth Entrepreneurship and Employment Support Service (YESS) Kementan yang bertujuan melahirkan wirausahawan muda di bidang pertanian.

Dari 615 peserta yang mendaftar hanya 50 yang lolos grand final, hingga akhirnya 26 orang terpilih menjadi duta. Mereka diharapkan menjadi motor penggerak generasi muda dalam mengembangkan pertanian berdaya saing.

Kini, Adi Mashudi menjadi salah satu wajah baru petani milenial Indonesia.

Menurut Adi, ada tiga tugas utama yang diemban para duta. Pertama, mendorong peningkatan komoditas ekspor. Kedua, aktif dalam program Brigade Pangan, yang fokus menjaga ketahanan pangan nasional. Ketiga, mendukung Koperasi Merah Putih, meski di luar wilayah kerja program YESS.

baca juga

Dari SMK ke Negeri Ginseng

Latar belakang pendidikan Adi tidak ada yang berkaitan dengan bidang pertanian. Ia justru merupakan lulusan SMK Pelita Japah jurusan teknik. Namun perjalanan hidup membawanya merantau ke Korea Selatan sebelum akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia dan membuka agrowisata di Blora.

Kisah perjalanan Adi bermula sejak di bangku SMK. Saat itu, ia mengikuti program kursus bahasa Korea gratis. Program ini awalnya hanya dianggap untuk sekadar mengisi waktu luang. Namun kemudian menjadi bekalnya berangkat ke Korea.

"Waktu itu memang ada program pendidikan bahasa Korea gratis dan pada awalnya saya enggak ada niatan untuk ke Korea, hanya mengisi jam kosong karena masih ada waktu untuk belajar mengikuti kursus tersebut," ungkap Adi, dikutip dari Kompas.com.

baca juga

Setelah lulus dari bangku sekolah, sebenarnya Adi ingin melanjutkan pendidikan. Akan tetapi, upayanya sempat kandas, sehingga akhirnya ia memilih untuk merantau ke Korea Selatan.

Kegagalannya di bidang pendidikan formal saat itu terjadi saat ia terpaksa harus melepas beasiswa karena beberapa pertimbangan, termasuk izin orang tua. Tak patah semangat, Adi pun melamar ke lima perusahaan di Indonesia. Sayang, semua percobaannya gagal.

Kemudian, kursus bahasa Korea yang diikuti sebelumnya, mengarahkan Adi untuk melanjutkan sekolah bahasa Korea di Pati. Dari situlah, ia berangkat ke Korea dan bekerja di perusahaan elektronik.

baca juga

Kuliah dan Sekolah di Korea

Di Korea, Adi tidak hanya bekerja. Ia masih gigih mengejar pendidikannya yang sempat tertunda. Sambil bekerja dua shift—siang dan malam dengan jam wajib 12 jam—Adi menyelesaikan kuliah S1 Manajemen di Universitas Terbuka yang bermitra dengan Yeungnam University. Setiap Minggu, ia menempuh perjalanan kuliah, meski harus langsung berangkat dari pabrik setelah bekerja semalaman.

“Waktu itu kampusnya di Yeungnam University, setiap hari Minggu kuliah ke sana. Bukan hal mudah karena saya kerja dua shift,” imbuh Adi.

Di kuliah pun, ia masih aktif di berbagai organisasi mahasiswa, Ia bahkan menjabat Ketua Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PCI IPNU) Korea Selatan.

baca juga

Pulang dan Bertani dengan Cara Baru

Setelah enam tahun menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), Adi pulang ke Blora. Dengan tabungan sekitar Rp900 juta, ia membangun lahan agrowisata buah melon di tanah seluas 2.000 meter persegi, lengkap dengan greenhouse.

Model greenhouse atau rumah kaca ini memungkinkan untuk pengendalian suhu, kelembaban, dan hama sehingga tanaman lebih sehat dan produktif.

Adi menamai usahanya Girli Smart Ecosystem Farming. Adi menanam tiga jenis melon, yakni New Kiananti berbentuk bulat, Sweet Lavender yang lonjong, serta Rangipo-RZ Lavender. Ia menjual melon tersebut dengan harga rata-rata Rp30 ribu per kilo.

Sebenarnya, Adi tak hanya berfokus pada melon. Ia juga mengembangkan stroberi, durian, alpukat, hingga buah naga. Bahkan, sebagian lahannya digunakan untuk beternak lele dan ikan nila. Sebab, prinsipnya bukan untuk menanam dan mencari keuntungan dari melon, tetapi membuat pertanian sebagai ruang edukasi dan wisata.

Di kebunnya, pengunjung bisa memetik langsung buah yang matang, sekaligus belajar soal teknik tanam modern. Konsep ini memperlihatkan bahwa pertanian bisa kreatif, modern, dan menguntungkan.

baca juga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.