Desa Penglipuran di Bali selama ini dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Namun, daya tariknya tidak hanya ada pada kebersihan, melainkan juga tata ruang rumah tradisional yang penuh filosofi.
Bagi wisatawan, berjalan di desa ini seperti menyelami cara orang Bali menjaga harmoni dengan keluarga, tradisi, dan alam.
Setiap pekarangan keluarga di Penglipuran disebut angkul-angkul, yang merujuk pada pintu gerbang menuju area rumah. Di desa ini terdapat 71 angkul-angkul yang tersusun sejajar dari utara hingga selatan.
Uniknya, bentuk atap rumah wajib sama, meskipun ukuran bangunan bisa berbeda. Keseragaman ini menjadi simbol keselarasan antarwarga, menegaskan bahwa mereka hidup sejajar tanpa perbedaan mencolok.
Di dalam satu angkul-angkul biasanya tinggal lebih dari empat keluarga besar, bahkan bisa mencapai sepuluh keluarga. Orang tua, sepupu, paman, hingga cucu hidup bersama dalam satu pekarangan luas.
Desa Penglipuran: Desa Adat Bali yang Tegas terhadap Poligami
Tradisi ini menjaga ikatan keluarga tetap erat sekaligus memudahkan pewarisan nilai adat dari generasi ke generasi. Kehidupan kolektif seperti ini memperkuat rasa kebersamaan yang sulit ditemui di kehidupan perkotaan modern.
Budaya Bali juga mengenal tradisi bahwa seorang istri akan pindah ke rumah keluarga suami setelah menikah. Perpindahan ini memperkuat konsep rumah besar sebagai pusat kehidupan keluarga.
Jumlah penghuni di dalam satu angkul-angkul akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Bagi masyarakat Bali, bertambahnya anggota keluarga justru dilihat sebagai berkah yang memperkuat kehidupan sosial.
Bale sebagai Pusat Upacara dan Konservasi
Selain angkul-angkul, rumah tradisional Bali memiliki bangunan penting lain bernama bale delod atau bale sakanem, yang ditopang 6 tiang. Bale ini berfungsi sebagai pusat kegiatan adat dan menjadi ruang serbaguna keluarga.
Mulai dari upacara pernikahan, potong gigi, hingga kremasi dilakukan di bale. Selain itu, bale juga kerap dijadikan tempat musyawarah keluarga untuk membicarakan berbagai hal penting.
Keberadaan bale menunjukkan bahwa rumah tradisional Bali tidak hanya difungsikan sebagai tempat tinggal. Rumah juga menjadi pusat kehidupan budaya dan sosial.
Arsitekturnya pun sarat dengan filosofi, di mana setiap tiang dan setiap ruang memiliki makna tersendiri. Hal ini menjadikan rumah tradisional bukan sekadar bangunan fisik, melainkan cermin nilai kehidupan masyarakat.
Menariknya, atap bale terbuat dari bambu, bukan genteng atau beton. Penggunaan bambu bukan tanpa alasan, karena desa Penglipuran memiliki hutan bambu seluas 46 hektare.
Menggali Sejarah Desa Wisata Penglipuran, Desa Terbersih menurut UNESCO
Bambu di sini dikenal memiliki kualitas terbaik, sehingga dipilih sebagai bahan utama bangunan. Selain ramah lingkungan, bambu juga memberi kesan alami yang menyatu dengan suasana desa.
Dengan memanfaatkan bambu dari hutan sekitar, masyarakat menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Wisatawan yang datang dapat melihat bagaimana bambu bukan hanya material bangunan, melainkan juga bagian dari identitas budaya.
Konservasi lingkungan dan tradisi berjalan beriringan, menciptakan harmoni yang kini menjadi daya tarik utama desa ini.
Filosofi Dapur di Utara
Bangunan penting lainnya dalam rumah tradisional Bali adalah dapur. Di Penglipuran, dapur selalu ditempatkan di sisi utara pekarangan. Posisi ini melambangkan gunung yang dianggap suci, sekaligus simbol kehidupan.
Penempatan dapur di sisi utara mencerminkan penghormatan terhadap unsur alam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Bali.
Selain posisinya, dapur juga sengaja dibuat lebih tinggi daripada bangunan lain. Hal ini melambangkan penghormatan kepada para tetua keluarga.
Dapur dipandang sebagai ruang yang sakral karena menjadi tempat lahirnya kehidupan sehari-hari melalui makanan. Dalam pandangan masyarakat Bali, dapur tidak hanya tempat memasak, melainkan juga simbol keberlangsungan keluarga.
Aktivitas memasak di desa ini masih menggunakan kayu bakar. Meski sederhana, cara ini memberi aroma khas pada setiap masakan dan mempertahankan keaslian budaya.
Desa Wisata Penglipuran Bali: Sejarah, Harga Tiket Masuk (HTM), Lokasi, dan Jam Operasional
Tradisi memasak dengan kayu bakar juga menjadi bagian dari pengalaman unik bagi wisatawan yang berkunjung. Mereka bisa merasakan suasana otentik yang jarang dijumpai di era modern.
Keseluruhan tata ruang rumah tradisional di Penglipuran mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali. Mereka membangun rumah bukan hanya untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk menjaga tradisi, spiritualitas, dan hubungan dengan alam.
Harmoni ini menjadikan Desa Penglipuran sebagai destinasi wisata budaya yang bernilai, sekaligus bukti bahwa warisan leluhur masih bisa hidup berdampingan dengan perkembangan zaman.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News