desa penglipuran desa adat bali yang tegas terhadap poligami - News | Good News From Indonesia 2025

Desa Penglipuran: Desa Adat Bali yang Tegas terhadap Poligami

Desa Penglipuran: Desa Adat Bali yang Tegas terhadap Poligami
images info

Desa Penglipuran di Bali bukan hanya dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia, tetapi juga menyimpan aturan sosial unik yang jarang ditemukan di tempat lain.

Di desa adat ini, poligami memang tidak secara hukum tertulis dilarang. Namun, masyarakat memiliki kesepakatan budaya yang membuat praktik tersebut nyaris mustahil dilakukan.

Poligami di Penglipuran dianggap melanggar norma sosial. Bahkan, pelakunya akan mendapatkan sanksi berupa pengasingan ke sebuah tempat khusus bernama Karang Memadu.

Poligami dan Sanksi Sosial di Penglipuran

Masyarakat Penglipuran punya cara tersendiri untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Jika ada laki-laki yang nekat berpoligami, ia tidak serta-merta dipenjara atau dikenai denda resmi, melainkan mendapatkan hukuman sosial. Bersama istri keduanya, ia harus pindah dan tinggal di area khusus yang sudah disiapkan desa, yaitu Karang Memadu, yang berada di ujung desa.

Sanksi ini bukan sekadar hukuman simbolis. Warga percaya, dengan adanya isolasi ini, masyarakat bisa tetap hidup damai tanpa konflik rumah tangga yang rumit.

Istri kedua tidak diakui secara sah dalam adat, karena tidak akan mendapatkan upacara adat pernikahan. Artinya, hanya istri pertama yang benar-benar dianggap istri sah oleh desa.

Di balik aturan ini, tersimpan filosofi penting: menghormati perempuan. Bagi warga Penglipuran, poligami dianggap merugikan kaum perempuan. Dengan adanya sanksi sosial, mereka memastikan bahwa perempuan tidak menjadi korban praktik perkawinan ganda yang seringkali melahirkan kecemburuan, ketidakadilan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga.

Meski tidak tertulis dalam hukum negara, aturan adat ini diikuti secara konsisten. Masyarakat percaya bahwa menjaga kehormatan perempuan sama pentingnya dengan menjaga kelestarian desa dan budaya. Bagi mereka, rumah tangga yang harmonis berawal dari kesetiaan suami kepada satu istri.

Suku Bali Aga: Menyingkap Jejak Penduduk Asli Bali yang Masih Lestari

Karang Memadu: Tempat Isolasi bagi Pelaku Poligami

Nama Karang Memadu memiliki makna khusus. Kata "memadu" identik dengan memiliki istri lebih dari satu.

Area ini memang disediakan khusus untuk orang-orang yang melanggar norma adat tersebut. Lokasinya berada di ujung desa, seakan memberi jarak antara masyarakat utama dengan mereka yang dianggap keluar dari aturan sosial.

Mereka yang tinggal di Karang Memadu tetap memiliki hak hidup, tetapi kehilangan pengakuan sosial. Status istri kedua juga tidak mendapatkan legitimasi adat, karena desa menolak untuk mengupacarai pernikahan tersebut. Dalam praktiknya, sanksi ini cukup efektif karena tidak ada satu pun warga Penglipuran yang berani melanggar.

Harmoni Sosial di Balik Aturan Adat

Aturan adat di Desa Penglipuran bukan semata soal larangan, melainkan upaya menjaga harmoni sosial. Dengan tidak adanya praktik poligami, hubungan antarwarga menjadi lebih rukun. Konflik rumah tangga yang berpotensi merembet ke kehidupan bermasyarakat bisa dihindari.

Bagi warga, ketenangan hidup bersama adalah warisan yang harus dijaga. Mereka percaya bahwa keseimbangan desa tidak hanya bergantung pada tata ruang dan lingkungan, tetapi juga pada kualitas relasi manusia di dalamnya. Aturan adat seperti ini menjadi benteng agar setiap keluarga tetap berjalan seimbang dan damai.

Harmoni ini pula yang membuat Desa Penglipuran sering dipandang sebagai model kehidupan bersama yang ideal. Para pengunjung tidak hanya melihat keindahan fisik desa, tetapi juga merasakan ketenteraman yang lahir dari aturan sosial yang dipatuhi dengan kesadaran bersama.

Warisan Budaya yang Terjaga

Keunikan aturan anti-poligami ini menambah daya tarik Desa Penglipuran di mata wisatawan. Selain rumah-rumah tradisional yang rapi, udara sejuk, serta tata ruang desa yang lestari, nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi menjadi daya tarik tersendiri.

Wisatawan yang datang bisa belajar bahwa pelestarian budaya tidak hanya tentang bangunan atau ritual, tetapi juga soal etika hidup bermasyarakat. Desa ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal mampu melahirkan aturan sosial yang adil, menghargai perempuan, sekaligus menjaga keharmonisan komunitas.

Keberadaan Karang Memadu menjadi simbol perlawanan halus terhadap poligami. Dengan cara ini, masyarakat desa tetap memegang teguh prinsip adat tanpa harus bersinggungan dengan hukum negara. Pola seperti ini membuktikan bahwa nilai tradisional masih relevan untuk menjawab persoalan modern.

Menjaga Lingkungan dengan Tri Hita Karana, Kearifan Bali untuk Keberlanjutan Bumi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.