Kawan GNFI, permasalahan sampah plastik masih menjadi tantangan besar di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di kawasan perdesaan. Volume sampah plastik terus meningkat, sementara penanganannya masih belum optimal.
Namun, sekelompok mahasiswa dari IPB University yang sedang menjalani program KKN-T 2025 menghadirkan harapan baru lewat program bertajuk Eco Lysis.
Eco Lysis merupakan program demonstrasi teknologi pirolisis buatan mahasiswa yang berfungsi mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Proses pirolisis sendiri adalah teknik penguraian senyawa melalui pemanasan tanpa oksigen.
Teknologi ini dinilai cocok diterapkan di tingkat rumah tangga karena tidak memerlukan peralatan canggih dan bisa dirakit dengan biaya yang relatif terjangkau.
Program ini dilaksanakan di Kampung Nangela, Desa Sukadamai, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kegiatan dimulai dengan sesi diskusi dan sosialisasi bersama warga dan tokoh masyarakat guna memperkenalkan konsep dasar pirolisis serta potensi manfaatnya dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Tim mahasiswa menjelaskan bahwa alat ini dirancang dan dibuat secara mandiri oleh anggota KKN-T IPB dengan desain sederhana agar mudah direplikasi.
Adapun komponen utama dari alat pirolisis yang ditunjukkan meliputi:
- Tabung besi bekas sebagai reaktor utama pembakaran,
- Kompor gas sebagai sumber panas,
- Pipa logam untuk menyalurkan uap hasil pembakaran, dan
- Wadah logam sebagai tempat kondensasi dan penampungan hasil pirolisis.
Selama sesi demonstrasi, alat berhasil menghasilkan cairan menyerupai bahan bakar minyak dalam waktu sekitar 1 hingga 2 jam. Cairan tersebut memiliki sifat mudah terbakar dan berpotensi digunakan untuk kebutuhan pembakaran skala kecil.
Tim mahasiswa juga memaparkan kelebihan dan kekurangan dari teknologi ini sebagai bagian dari transparansi edukasi kepada masyarakat.
Kelebihan:
- Biaya pembuatan relatif murah,
- Dapat dirakit dari bahan bekas, dan
- Ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap berlebih jika digunakan dengan benar.
Kekurangan:
- Proses pembakaran membutuhkan waktu yang cukup lama,
- Potensi bahaya jika tidak diawasi karena melibatkan tekanan dan suhu tinggi, dan
- Hasil bahan bakar belum distandarisasi dan masih memerlukan uji kualitas lebih lanjut.
Program Eco Lysis tidak hanya menjadi bentuk implementasi teknologi tepat guna, tetapi juga membuka ruang diskusi lintas generasi. Banyak warga yang aktif bertanya dan memberikan masukan terkait potensi alat ini digunakan di lingkungan sekitar mereka.
Antusiasme tersebut menjadi indikator kuat bahwa masyarakat terbuka terhadap inovasi, asalkan edukasi dilakukan secara inklusif dan komunikatif.
Lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa untuk memahami dinamika sosial dan tantangan lingkungan secara langsung.
Mereka belajar bahwa inovasi tidak hanya soal teknologi, tetapi juga bagaimana teknologi itu bisa diterima dan dimanfaatkan secara nyata oleh masyarakat.
Rangga, salah satu mahasiswa yang terlibat dalam program ini, menyampaikan bahwa misi utama Eco Lysis tidak berhenti pada demonstrasi teknologi semata.
"Kami ingin teknologi ini tidak berhenti di masa KKN, tapi bisa terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya, dapat membantu mengurangi sampah plastik rumah tangga yang selama ini menjadi masalah," ungkapnya.
Kawan GNFI, langkah kecil yang dilakukan lewat program Eco Lysis menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari desa. Inovasi ini membuktikan bahwa kolaborasi, pengetahuan, dan kepedulian lingkungan dapat menciptakan solusi yang relevan dan aplikatif.
Teknologi ini sangat layak untuk dikembangkan lebih lanjut dan direplikasi di berbagai wilayah Indonesia guna mendukung masa depan yang lebih bersih dan mandiri secara energi. Mari, terus dukung gerakan inovatif dari anak muda Indonesia demi keberlanjutan Bumi tercinta!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News