mengapa sastra perlu masuk ke kelas - News | Good News From Indonesia 2025

Mengapa Sastra Perlu Masuk ke Kelas?

Mengapa Sastra Perlu Masuk ke Kelas?
images info

Sastra bukan sekadar pelajaran tambahan. Lebih dari itu, sastra berperan untuk menjadi fondasi dalam membentuk imajinasi, empati dan kesadaran kritis siswa.

Bagi banyak anak, dunia sekolah adalah pintu pertama mengenal dunia di luar dirinya. Banyak hal-hal yang mereka temui pertama kali di sekolah: melalui pengetahuan, pertemanan, lingkungan, termasuk lewat buku yang mereka baca.

Sebagaimana prinsip yang kerap ditanamkan kepada anak, “buku adalah jendela dunia,” sastra turut mengambil peran tersebut.

Sastra bukan hanya pelengkap pelajaran Bahasa Indonesia. Di balik lembar-lembar fiksi, puisi, dan drama, sesungguhnya tersimpan daya yang tak bisa diberikan oleh buku teks biasa, yakni empati, imajinasi, realitas, dan kesadaran akan kemanusiaan.

Strategi Kemendikdasmen Tingkatkan Literasi Lewat Sastra, dari Pembiayaan Komunitas hingga Kenalkan ke Anak-Anak

“Karya sastra memang berbasis imajinatif, tapi dalam imajinasi itu kita akan menemukan kebenaran,” ujar Okky Madasari, dalam wawancara langsung dengan GNFI.

Sastra bisa menjadi jembatan yang menghubungkan emosi dan realitas yang belum pernah mereka alami.

Lewat sastra—lewat cerita—siswa dapat lebih dalam memahami apa yang pernah terjadi yang mungkin saja tidak dijelaskan secara rinci dalam buku sejarah.

“Kita tidak lahir tahun 1945, tapi lewat karya sastra kita bisa dibawa ke sana. Kita bisa merasakan, kita bisa mengalami. Dari situlah empati itu tumbuh,” imbuh Okky Madasari.

Paksi Raras Alit Mantap Pilih Kuliah Sastra Jawa meski Tak Populer: Saya Menikmatinya

Selain itu, karya sastra memungkinkan mentransfer energi kepada pembaca untuk mengalami rasa takut, haru, kehilangan, dan harapan lewat tokoh-tokoh fiksi.

 Lewat pengalaman-pengalaman tersebut, sastra bekerja pelan-pelan, membentuk kesadaran secara personal. Dan dari sanalah, perubahan sosial lahir.

“Tantangan terbesarnya sekarang bagaimana agar karya sastra bisa dibaca sebanyak-banyak orang sendiri mungkin. Nah, ini hanya bisa dilakukan secara sistemik jika dibangun sistemnya.”

Konsep Baru Pendidikan Indonesia, Rencana Deep Learning Ful-Ful Hingga Sastra Indonesia Jadi Kurikulum

Program Sastra Masuk Kurikulum

Program Sastra Masuk Kurikulum yang digagas Kemendikbud dan resmi diterapkan pada tahun ajaran baru 2024/2025 mendapat respon beragam. Banyak dukungan terhadap program yang menjadi bagian dari kebijakan Merdeka Belajar episode ke-15 tersebut.

Meski demikian, banyak pula kecaman dan masukan yang hadir menyertai peluncuran program tersebut, di antaranya program ini terlalu populis, kurangnya kajian mendalam, hingga bagaimana realisasinya dalam pendidikan.

Masukan-masukan tersebut turut menjadi pertimbangan bagi kurator untuk kembali melakukan evaluasi.

“Ada bagian-bagian tertentu yang dianggap mengandung pornografi vulgar. Nah, jadi kemudian waktu itu kami sebagai kurator memutuskan untuk mendengar masukan. Jadi kita kemudian mereview ulang semuanya,” kata Okky yang juga menjadi bagian dari kurator buku-buku Sastra Masuk Kurikulum.

Nenek Renia, Satu dari Sekian Penutur Sastra Lisan “Korehan” yang Masih Setia

Sejak tahun 2023, sejumlah sastrawan, akademisi, dan 40 guru dilibatkan untuk mendukung proses kurasi dalam daftar bacaan sastra. Buku-buku sastra pilihan dan telah dikurasi akan menjadi panduan yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa sebagai bahan bacaan yang berkualitas.

Pada akhirnya, ada 177 karya terpilih. Dari 177 buku sastra tersebut, dibagi menjadi 43 judul untuk SD/MI, 29 judul untuk SMP/MTs, serta 105 judul untuk SMA/MA. 

Misalnya, puisi Aku Ini Binatang Jalang, novel Laskar Pelangi, novel Negeri 5 Menara, menjadi daftar buku untuk kalangan anak SMP. Sementara itu, siswa SMA dikenalkan puisi dan novel: Layar Terkembang, Pendidikan Jasmani dan Kesunyian, Belenggu, Museum Masa Kecil, Nyanyian Akar Rumput, hingga Hujan Bulan Juni.

Bagi para pegiat sastra dan pendidikan, ini bukan hanya soal mendudukkan karya-karya sastra dalam daftar bacaan wajib, tetapi juga perjuangan membangun sistem yang mampu membentuk cara berpikir yang lebih dalam, reflektif, dan manusiawi.

Kece! Puisi Chairil Anwar Ditampilkan di Subway Korea Selatan, Bukti Sastra Indonesia Mampu Menembus Dunia

Tantangan Sastra Masuk Kurikulum, Sastra Bukan Hanya Analisis Tema

“Sistem pendidikan kita belum mengakomodasi karya sastra sebagai sumber pengetahuan yang penting di bangku sekolah,” kata Okky Madasari.

Persoalan konsumsi sastra bukan hanya ada di minat siswa. Lebih dari itu, ada masalah struktural yang menjadi alasan mengapa sastra jarang dikenalkan secara lebih dalam di bangku sekolah.

Salah satunya adalah kurangnya stimulus dari pengajar yang sebenarnya juga berperan dalam pemahaman siswa terhadap suatu karya.

Sedikit Mengenal Sastra Lisan Suku Tetun yang Masih Eksis Hingga Saat Ini

Para pengajar atau pendidik, dalam hal ini wajib terlebih dahulu memahami konteks dalam suatu karya sastra, lebih dari sekedar menganggap sastra sebagai pelengkap mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Ketika sastra hanya dijadikan pelengkap pelajaran Bahasa Indonesia, maka nilainya pun direduksi menjadi sekadar pelajaran struktur bahasa atau analisis tema.

Akan tetapi, benturan berbagai administrasi yang dibebankan pada guru hingga pemahaman guru dan kaitannya dengan spesialisasi menjadi pokok permasalahan. Tanpa didukung pemahaman yang komprehensif, para guru hanya akan mengutip informasi-informasi yang tersaji dalam buku panduan Sastra Masuk Kurikulum.

Sastra adalah Perlawanan, Sastra sebagai Arsip Sejarah dan Medium Realitas Kaum Terpinggirkan

Oleh karena itu, banyak pihak yang meminta realisasi dari program ini masih perlu dikaji dan dievaluasi.

Meski demikian, Okky Madasari mengapresiasi langkah yang dilakukan Kemendikbud. Menurutnya, program ini menjadi titik awal untuk memutus rantai kurangnya minat literasi anak—khususnya sastra—serta mendorong para guru untuk turut menyelam bersama sastra, dalam hal ini puisi, novel, atau bahkan drama.

“Lingkaran setan itu harus segera diputus. Bagaimana seorang guru bisa mengajak anak-anak membaca karya sastra kalau dia sendiri tidak pernah membaca?” imbuh Okky.

Sejarah Balai Pustaka, Melahirkan Ragam Buku Bahasa Daerah dan Sastra

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.