Dalam ranah perdagangan internasional, dua istilah yang sering terdengar namun kerap disalahpahami adalah proteksi dan kuota impor.
Di tengah wacana penghapusan kuota oleh pemerintah, penting untuk kembali mengurai dan menjelaskan perbedaan antara proteksi dan kuota impor, bukan sekadar dari sisi definisi, tapi juga dari sisi dampaknya terhadap harga, pelaku usaha, dan konsumen.
Manfaat Ekonomi Digital yang Berpeluang Besar untuk Pertumbuhan Indonesia
Apa Itu Proteksi dan Kuota Impor?
Secara umum, proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi produsen dalam negeri dari kompetisi produk asing. Bentuknya bisa berupa tarif, subsidi, pembatasan teknis, atau kuota impor.
Kuota impor sendiri merupakan salah satu bentuk proteksi non-tarif yang membatasi jumlah barang dari luar negeri yang bisa masuk ke pasar domestik dalam jangka waktu tertentu.
Kuota dimaksudkan untuk menjaga kestabilan pasar, mengamankan produsen lokal, dan mengatur keseimbangan pasokan. Namun, kebijakan ini seringkali menimbulkan efek negatif seperti distorsi harga, pasar yang tidak kompetitif, serta membuka peluang rente ekonomi.
Apa Itu Gig Economy? Ketika Kerja Tidak Lagi 9-5 dan Berangkat ke Kantor
Bagaimana Kuota Impor Diterapkan?
Mekanisme kuota impor di Indonesia, khususnya untuk daging sapi, masih mengacu pada Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dan Perpres Nomor 7 Tahun 2025 tentang neraca komoditas.
Melalui sistem ini, importir harus mengajukan rencana kebutuhan melalui platform digital nasional, lalu kuota ditentukan berdasarkan evaluasi kebutuhan, pasokan domestik, dan hasil rapat koordinasi antar kementerian.
Setelah kuota ditetapkan, importir juga harus mengurus Persetujuan Impor (PI). Proses panjang ini membuat respons pasar menjadi lambat, dan dalam banyak kasus, tidak efektif menekan harga. Bahkan, kuota impor kerap dinilai menjadi celah praktik monopoli oleh segelintir pelaku usaha.
Tekanan Global Memuncak, Bagaimana Ekonomi Indonesia Bisa Tetap Tumbuh pada 2025?
Dampak dan Masalah Kuota Impor
Salah satu dampak paling nyata dari sistem kuota impor adalah mahalnya harga barang, termasuk daging sapi.
Harga daging sapi di Indonesia tercatat dua kali lipat lebih tinggi dibanding Malaysia dan Thailand. Selain itu, kuota juga pernah menjadi alat politik, seperti pada kasus suap impor daging sapi pada 2013, yang menunjukkan betapa rentannya kebijakan ini terhadap korupsi.
Kebijakan kuota juga menyebabkan distribusi pasokan yang tidak merata dan menciptakan keterbatasan akses bagi konsumen. Sistem ini dinilai tidak adaptif terhadap dinamika harga global dan gagal menjamin efisiensi rantai pasok.
Stop Jadi Budak Paylater! Ini Cara Asik Gen Z Jadi Sultan Finansial
Perbedaan Proteksi dan Kuota Impor
Proteksi adalah istilah payung yang mencakup semua bentuk pembatasan terhadap barang asing untuk melindungi industri lokal.
Kuota impor, di sisi lain, adalah salah satu instrumen dari proteksi, yang bekerja dengan cara membatasi jumlah barang tertentu yang boleh masuk ke dalam negeri.
Jika proteksi lewat tarif memberi ruang bagi persaingan harga dan masih menghasilkan penerimaan negara, kuota justru menutup persaingan dan bisa menimbulkan konsentrasi kekuasaan ekonomi di tangan segelintir pelaku usaha.
Mengenal KEK Sanur, Pusat Wisata Kesehatan di Indonesia yang Berkelas Dunia
Arah Kebijakan Pemerintah
Hingga pertengahan 2025, mekanisme kuota impor masih berlaku. Namun, arahan Presiden untuk menghapus sistem ini tengah dibahas lintas kementerian. Pemerintah juga berencana membentuk Satgas Deregulasi untuk menyusun kebijakan baru, dengan fokus pada efisiensi dan transparansi distribusi barang strategis.
Dengan demikian, bila Kawan sudah bisa menjelaskan perbedaan antara proteksi dan kuota impor bukan hanya soal akademis, tetapi sangat relevan untuk publik. Kebijakan yang tepat akan menentukan harga barang, daya saing nasional, dan keadilan akses pasar bagi seluruh masyarakat.
Meski Keadaan Ekonomi Menantang, Optimisme Warga Indonesia untuk Masa Depan Tetap Tinggi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News