Di tengah meningkatnya kebutuhan layanan kesehatan berkualitas, pemerintah meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur di Denpasar, Bali, sebagai kawasan kesehatan dan wisata medis terintegrasi. Proyek ini diklaim sebagai “terobosan sejarah” dalam pelayanan kesehatan nasional dan bagian dari upaya memperkuat akses layanan kesehatan bertaraf internasional di dalam negeri.
KEK Sanur tidak hanya membangun infrastruktur fisik seperti rumah sakit dan pusat kebugaran, tapi juga menyatukan visi untuk menjadikan Indonesia pemain baru di industri medical tourism.
Lalu, seberapa besar pengaruh KEK Sanur terhadap peta layanan kesehatan dan ekonomi nasional?
Kawasan Strategis di Tengah Kebutuhan Infrastruktur Kesehatan
KEK Sanur berdiri di atas kawasan seluas 41,26 hektare, dan dirancang sebagai destinasi health and wellness berkelas dunia. Kawasan ini mencakup fasilitas utama seperti:
- Bali International Hospital (BIH), yang dibangun dengan standar internasional dan didukung teknologi modern,
- Ethnobotanical Garden seluas 4,9 hektare, berisi lebih dari 380 spesies tanaman obat,
- Hotel bintang lima dan pusat konvensi berkapasitas 5.000 orang,
- Sentra UMKM dan area komersial untuk menggerakkan ekonomi lokal.
KEK ini juga terhubung dengan area wisata Sanur, sehingga dirancang tak hanya sebagai pusat layanan medis, tapi juga penarik kunjungan dari wisatawan mancanegara.
Potensi Ekonomi dan Reduksi Devisa Keluar
Setiap tahunnya, ribuan warga Indonesia mencari layanan medis ke luar negeri, terutama ke Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini mengakibatkan kehilangan devisa negara yang tidak sedikit. Pemerintah memperkirakan bahwa dengan beroperasinya KEK Sanur secara penuh hingga tahun 2045:
- Devisa keluar dapat ditekan hingga Rp86 triliun,
- Wisata medis berpotensi menghasilkan devisa Rp19,6 triliun,
- Lapangan kerja langsung dan tidak langsung yang diciptakan bisa mencapai 18.000 orang.
Namun, angka-angka ini tentu masih berupa proyeksi. Efektivitasnya sangat tergantung pada keberlanjutan kualitas layanan dan strategi promosi yang tepat sasaran.
Tantangan Inklusivitas dan Akses Publik
Salah satu kritik umum terhadap kawasan eksklusif seperti KEK Sanur adalah potensi kesenjangan layanan.
Jika kawasan ini hanya menjangkau kalangan atas atau wisatawan asing, maka nilai sosialnya menjadi terbatas. Dalam pidatonya, Presiden RI menekankan pentingnya pemerataan akses, khususnya untuk kelompok berpenghasilan rendah.
“Pelayanan kesehatan harus tersedia untuk semua, termasuk masyarakat kurang mampu, dengan dukungan asuransi dan intervensi pemerintah,” ujar Presiden dalam sambutannya.
Ini menjadi tantangan nyata: bagaimana KEK Sanur bisa menjaga standar internasional tanpa melupakan fungsi sosial dari layanan kesehatan itu sendiri.
Kolaborasi dan Diplomasi Kesehatan
Pembangunan KEK Sanur juga melibatkan kemitraan dengan pihak luar negeri, baik dalam bentuk investasi maupun transfer teknologi. Harapannya kawasan ini bisa menjadi model diplomasi kesehatan, yakni menggabungkan layanan, pengetahuan, dan potensi ekonomi dalam satu ekosistem yang inklusif.
Partisipasi pelaku usaha lokal, UMKM, hingga akademisi diharapkan menjadi bagian dari ekosistem ini, agar KEK Sanur tak menjadi menara gading, melainkan tumbuh sebagai penggerak pembangunan kesehatan berkelanjutan.
Jika berjalan sesuai rencana, KEK Sanur bisa menjadi katalis untuk mengurangi ketergantungan pada layanan medis luar negeri, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi medical tourism.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News