Di Cirebon, Jawa Barat terdapat sebuah legenda yang menceritakan tentang sosok buaya putih yang menjadi penunggu di Sungai Kriyan. Apakah Kawan pernah mendengar dan mengetahui kisah cerita rakyat ini sebelumnya?
Simak kisah lengkap dari legenda buaya putih yang menjadi sosok penunggu Sungai Kriyan dalam artikel berikut.
Legenda Buaya Putih
Dikutip dari buku Wahyu Setyorini dan Tim Wong Indonesia Nulis yang berjudul 78 Legenda Ternama Indonesia, pada zaman dahulu di daerah Cirebon hiduplah seorang raja yang bernama Sultan Sepuh I Martawijaya. Sang raja dikenal sebagai sosok pemimpin yang adil dan bijaksana.
Sultan Sepuh memiliki seorang anak yang bernama Elang Angka Wijaya. Sang raja sangat menyayangi putranya tersebut.
Semua permintaan Elang akan selalu dituruti oleh Sultan Sepuh. Bahkan kebiasaan yang dia lakukan biasanya akan dibiarkan begitu saja oleh sang raja.
Alhasil Elang memiliki kebiasaan makan yang berbeda dengan orang pada umumnya. Kebiasaan ini terus terbawa hingga Elang dewasa.
Elang memiliki kebiasaan untuk makan sambil tengkurap. Dia tidak peduli dengan lingkungan sekitar meskipun makan dalam posisi yang tidak pada umumnya.
Bahkan penasihat raja pernah menegur kebiasaan makan Elang ini. Meskipun demikian, Elang tidak pernah mendengarkan dan mengindahkan teguran yang disampaikan kepada dirinya.
Pada suatu hari, sang raja sempat melihat kebiasaan makan putranya tersebut. Sultan Sepuh tentu terkejut melihat cara makan Elang.
Akhirnya sang raja berniat menegur cara makan putranya tersebut. Pada suatu siang, Sultan Sepuh mengajak Elang untuk makan bersama dirinya.
Semua hidangan lezat mulai disajikan di hadapan mereka. Elang begitu tergiur untuk segera menyantap semua makanan tersebut.
Ketika semua hidangan sudah selesai disajikan, Sultan Sepuh langsung menyuruh putranya untuk mulai makan. Elang kemudian mengambil makanan yang sudah terhidang di depannya.
Setelah itu, Elang langsung menaruh piring di lantai dan tidur tengkurap. Dirinya langsung menyantap makanan tersebut dengan posisi demikian.
Sang raja kemudian menegur Elang agar memperbaiki posisi makannya. Namun Elang tetap melanjutkan makan tanpa mendengarkan nasihat ayahnya.
Sultan Sepuh menjadi kesal melihat perilaku putranya itu. Dia langsung berkata bahwa hanya buaya yang makan dengan posisi tengkurap.
Elang tetap tidak menggubris perkataan Sultan Sepuh. Akhirnya dia kembali ke kamar setelah menghabiskan semua makanan yang ada di hadapannya.
Ketika malam tiba, hujan langsung turun dengan derasnya. Tidak hanya itu, petir-petir besar juga muncul bersamaan dengan hujan deras tersebut.
Sultan Sepuh memiliki perasaan yang tidak enak melihat situasi ini. Dia merasa akan ada marabahaya yang datang dalam situasi ini.
Sang raja kemudian teringat perkataan dia kepada sang putra saat makan siang. Sultan Sepuh kemudian langsung menuju kamar Elang untuk melihat kondisi putranya.
Elang yang tengah tertidur tiba-tiba bangun akibat suara petir yang menyambar. Elang kemudian kaget karena ada yang aneh dengan tubuhnya.
Tiba-tiba kaki Elang berubah menjadi bersisik. Tidak hanya itu, tiba-tiba muncul ekor di antara kakinya layaknya seekor buaya.
Elang kemudian menangis dan menyesali perbuatannya. Dia kemudian meminta tolong kepada sang ayah yang ada di hadapannya.
Sultan Sepuh tidak bisa berbuat banyak melihat kondisi putranya. Dalam sekejap Elang kemudian berubah menjadi seekor buaya putih.
Tidak lama kemudian, buaya putih tersebut masuk ke dalam hutan di tengah situasi hujan deras. Setelah itu, buaya putih tersebut masuk ke Sungai Kriyan yang tidak jauh dari sana.
Oleh masyarakat setempat, buaya putih ini kemudian diyakini sebagai sosok penunggu di Sungai Kriyan tersebut.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News