sede vacante tradisi berabad abad vatikan dan jejak paus fransiskus di indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Sede Vacante: Tradisi Berabad-abad Vatikan dan Jejak Paus Fransiskus di Indonesia

Sede Vacante: Tradisi Berabad-abad Vatikan dan Jejak Paus Fransiskus di Indonesia
images info

Ketika seorang Paus meninggal dunia, terjadi serangkaian prosedur dan ritual yang telah berlangsung berabad-abad dalam tradisi Gereja Katolik. Periode ini, yang dikenal sebagai "Sede Vacante" (Takhta Kosong), merupakan masa transisi yang sangat penting dan diatur secara ketat oleh protokol Vatikan.

Tradisi tersebut tidak hanya mengatur suksesi kepemimpinan gereja, tetapi juga membentuk identitas dan kontinuitas institusi yang telah memainkan peran penting dalam sejarah peradaban dunia—termasuk di Indonesia.

Konfirmasi Kematian dan Pengumuman Resmi

Prosedur pertama yang dilakukan adalah konfirmasi resmi kematian Paus. Secara tradisional, Kamarlengo (Camerlengo) Gereja, seorang kardinal yang ditunjuk khusus, memiliki tugas resmi untuk memverifikasi kematian Paus.

Pada zaman modern, dokter akan mengeluarkan sertifikat kematian resmi, sementara Kamarlengo melakukan ritual simbolis memanggil nama baptis Paus tiga kali (Holy See Press Office, 2005).

Setelah kematian dikonfirmasi, Kamarlengo secara tradisional menghancurkan Cincin Nelayan (Fisherman's Ring) dan segel resmi Paus – tindakan simbolis yang menandai berakhirnya masa kepausan. Berita kematian kemudian diumumkan secara resmi kepada dunia (Universi Dominici Gregis, 1996).

Pengaturan Jenazah dan Masa Berkabung

Jenazah Paus dipersiapkan sesuai dengan ritual khusus yang dijabarkan dalam "Ordo Exsequiarum Romani Pontificis" – buku liturgi resmi untuk pemakaman Paus.

Tubuhnya disiapkan dan dikenakan pakaian kepausan tradisional merah. Jenazah kemudian ditempatkan di Basilika Santo Petrus untuk penghormatan publik.

Warisan Paus Fransiskus untuk Dunia dan Indonesia: Tentang Perdamaian, Dialog, dan Harapan

Biasanya, jenazah Paus dimakamkan di Basilika Santo Petrus, kecuali terdapat permintaan khusus dari beliau untuk dimakamkan di tempat lain yang memiliki makna personal atau spiritual baginya (Noonan, 1996).

Vatikan memasuki masa berkabung resmi yang disebut "Novemdiales" – sembilan hari berkabung dengan misa requiem khusus yang diadakan setiap hari. Tradisi ini telah didokumentasikan dalam banyak sumber historis dan merupakan bagian penting dari protokol kepausan (Beal et al., 2000).

Pemakaman Paus

Upacara pemakaman Paus merupakan acara berskala besar yang dihadiri oleh para kepala negara, pejabat diplomatik, dan pemimpin agama dari seluruh dunia. Misa pemakaman biasanya dipimpin oleh Dekan Kolegium Kardinal dan dilangsungkan di Lapangan Santo Petrus (Appleby, 2001).

Setelah misa pemakaman, jenazah Paus ditempatkan dalam tiga peti mati yang berbeda: peti mati dalam terbuat dari kayu cemara, peti mati tengah terbuat dari timah dengan nama dan tanggal kepausannya, dan peti mati luar terbuat dari kayu elm. Tradisi pemakaman ini dapat dilihat dalam dokumentasi resmi terkait dengan pemakaman Paus Yohanes Paulus II (Vatican Information Service, 2005).

Periode Sede Vacante dan Pemerintahan Sementara

Selama periode Sede Vacante, Kolegium Kardinal mengambil alih pemerintahan Gereja Katolik. Namun, kekuasaan mereka terbatas pada urusan sehari-hari dan mempersiapkan konklave.

Detail mengenai proses ini dijabarkan secara eksplisit dalam Konstitusi Apostolik "Universi Dominici Gregis" yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1996, sebuah dokumen resmi yang mengatur prosedur selama kekosongan Tahta Suci.

Kardinal Kamarlengo bertanggung jawab atas administrasi Vatikan selama periode ini, dibantu oleh tiga kardinal lainnya. Semua kepala departemen Kuria Romana (pemerintahan Vatikan) secara otomatis kehilangan jabatan mereka ketika Paus meninggal, dengan beberapa pengecualian yang ditetapkan dalam hukum kanonik (Código de Derecho Canónico, 1983).

Konklave dan Pemilihan Paus Baru

Acara terpenting selama Sede Vacante adalah konklave - pertemuan kardinal untuk memilih Paus baru. Konklave dimulai 15-20 hari setelah kematian Paus, memberikan waktu bagi semua kardinal dari seluruh dunia untuk tiba di Roma.

Aturan-aturan yang mengatur konklave telah dikodifikasi dalam "Universi Dominici Gregis" dan kemudian dimodifikasi oleh Paus Benediktus XVI dalam "Normas Nonnullas" pada tahun 2013.

Fakta Menarik Paus Fransiskus, Perjalanan Sebelum Jadi Paus

Para kardinal yang berusia di bawah 80 tahun, yang dikenal sebagai kardinal pemilih, melakukan sumpah kerahasiaan sebelum memasuki Kapel Sistina. Di sana mereka berdoa, berdiskusi, dan memberikan suara melalui proses yang sangat rahasia (Reese, 1996).

Pemungutan suara diadakan hingga seorang kandidat menerima dua pertiga suara yang diperlukan. Setelah setiap sesi pemungutan suara yang tidak menghasilkan pemenang, kertas suara dibakar: asap hitam menandakan bahwa belum ada Paus yang terpilih, sementara asap putih menandakan bahwa Gereja telah memiliki Paus baru (Allen, 2002).

Habemus Papam dan Awal Pontifikat Baru

Ketika seorang kardinal akhirnya terpilih dan menerima posisi tersebut, Kardinal Protodiaken mengumumkan dari balkon utama Basilika Santo Petrus dengan kata-kata terkenal "Habemus Papam" ("Kita memiliki seorang Paus"). Dia kemudian mengumumkan nama baptis dan nama kepausan yang dipilih oleh Paus baru (Vatican Radio, 2013).

Paus baru kemudian muncul di balkon untuk memberikan berkat pertamanya kepada kota Roma dan dunia ("Urbi et Orbi"). Dalam beberapa hari setelahnya, diadakan Misa Inagurasi Pontifikat yang resmi, seperti yang didokumentasikan secara ekstensif selama inagurasi Paus Fransiskus pada Maret 2013 (L'Osservatore Romano, 2013).

Pontifikat Paus Fransiskus dan Misi Global

Sejak terpilih melalui proses konklave tersebut pada tahun 2013, Paus Fransiskus telah menjalankan pontifikatnya dengan visi membangun jembatan antara berbagai komunitas dan tradisi keagamaan di seluruh dunia.

Salah satu karakteristik kepemimpinannya adalah kunjungan pastoral ke negara-negara yang sebelumnya jarang dikunjungi oleh para pendahulunya, termasuk negara-negara dengan minoritas Katolik.

Misi dialog antaragama yang menjadi prioritas Paus Fransiskus telah membawanya ke berbagai belahan dunia, memperluas jejak diplomatik dan spiritual Vatikan di luar batas-batas tradisionalnya.

Di tengah misinya yang global ini, kunjungan beliau ke Indonesia pada tahun 2024 menjadi salah satu tonggak sejarah penting dalam upaya membangun harmoni antaragama di era kontemporer.

Kunjungan Bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia

Pada September 2024, Paus Fransiskus melakukan kunjungan bersejarah ke Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya beliau mempromosikan dialog antaragama yang menjadi fokus kepemimpinannya.

Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Apa Selanjutnya untuk Gereja Katolik?

Dalam pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 4 September, Paus mengapresiasi keberagaman Indonesia yang tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

"Seperti lautan yang secara alami menyatukan semua pulau di Indonesia, sikap saling menghargai atas keunikan budaya, etnis, bahasa, dan agama dari berbagai kelompok di Indonesia menjadi fondasi tak tergantikan yang mempererat dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dan bangga," ujar Paus Fransiskus.

Kunjungan ini menawarkan harapan baru bagi dialog yang lebih intensif antara komunitas mayoritas dan minoritas agama di Indonesia, sekaligus menegaskan komitmen Paus terhadap persaudaraan global yang juga tertuang dalam Deklarasi Abu Dhabi tahun 2019.

Keberlanjutan Misi Kepausan dari Sede Vacante hingga Indonesia

Perjalanan Paus Fransiskus ke Indonesia meneruskan misi berabad-abad Gereja Katolik. Dari Sede Vacante hingga diplomasi modern, tradisi kepausan berkembang tanpa kehilangan esensi spiritualnya. Kunjungan ini membuktikan transformasi ritual kuno menjadi sarana dialog kontemporer.

Melalui pertemuan dengan pemimpin Indonesia, Paus menyebarkan pesan perdamaian universal. Meski aspek eksternal berevolusi mengikuti zaman, esensi spiritual tetap tidak berubah.

Bagi umat Katolik Indonesia, tradisi ini menjembatani warisan masa lalu dengan harapan masa depan yang harmonis di bawah kepemimpinan spiritual yang berkelanjutan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

YL
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.