Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik sedunia dan kepala Vatikan, dikabarkan telah meninggal dunia di usia 88 tahun, setelah memimpin selama lebih dari satu dekade. Beliau wafat di kediamannya di Casa Santa Marta Vatikan, Roma Pada 21 April 2025.
Sempat menjalani pemulihan usai dirawat karena pneumonia bilateral, beliau tutup usia setelah beberapa minggu keluar dari rumah sakit Roma. Pengumuman resmi dari Vatikan disampaikan oleh Kardinal Kevin Farrell dengan penuh duka:
"Saudara-saudari terkasih, dengan dukacita yang mendalam saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci kita, Fransiskus. Pada pukul 7.35 pagi ini, Uskup Roma, Fransiskus, telah kembali ke rumah Bapa."
Dunia menyampaikan duka yang mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus. Di Paris, Sebagai bentuk penghormatan, lonceng Katedral Notre-Dame dibunyikan 88 kali untuk mengenang 88 tahun kehidupan Paus Fransiskus, sementara Menara Eiffel dipadamkan.
Masa Berkabung
Sebagai bagian dari tata upacara resmi di Vatikan, pemakaman Paus Fransiskus akan mengikuti panduan terbaru yang telah disetujui olehnya sendiri pada April 2024. Prosedur ini mencakup penentuan kematian yang dilakukan di kapel khusus serta penempatan jenazah langsung ke dalam peti mati.
Sesuai dengan arahan pribadi Paus Fransiskus, upacara pemakaman dirancang lebih sederhana dan fokus pada aspek spiritual, menjauh dari kesan seremoni besar-besaran. Meninggalnya paus fransiskus mengawali masa berkabung Gereja Katolik atau yang disebut Novendialis selama Sembilan hari. Jenazah Paus akan ditempatkaan di Basilika Santo Petrus, dimana seluruh umat dan pemimpin dunia diperkenankan untuk memberikan penghormatan terakhir mereka.
Pemilihan Paus Baru (Conclave)
Setelah kematian atau pengunduran diri seorang Paus, Dewan Kardinal akan bertemu untuk menentukan Paus Baru, kegiatan ini disebut Conclave. Dalam pertemuan tersebut mereka akan membahas berbagai tantangan dan kebutuhan yang dihadapai Gereja Katolik di seluruh dunia.
Setidaknya sekitar dua atau tiga minggu setelah kekosongan paus, Conclave akan diadakan. Empat putaran pemungutan suara diadakan setiap hari hingga seorang kandidat memperoleh dua pertiga suara. Hanya kardinal yang berusia di bawah 80 tahun yang memenuhi syarat untuk memberikan suara dalam Conclave
Saat seorang kardinal mendapatkan dua pertiga suara yang dibutuhkan, dekan Dewan Kardinal akan menanyakan apakah ia bersedia menerima tugas sebagai paus. Jika ia setuju, kardinal tersebut akan memilih nama yang akan ia gunakan sebagai paus, lalu mengenakan jubah kepausan.
Setelah itu, ia bersiap untuk muncul di balkon Basilika Santo Petrus. Sementara itu, surat suara dari pemilihan terakhir dibakar dengan bahan khusus yang menghasilkan asap putih—tanda bahwa paus baru telah resmi terpilih.
Refleksi atas kepergian Paus
Kepergian Paus Fransiskus meninggalkan jejak yang kuat tidak hanya bagi umat Katolik namun bagi dunia internasional. Selama masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus, untuk pertama kalinya perempuan ditunjuk untuk menduduki Jabatan yang sebelumnya dipegang oleh laki-laki.
Sejak 2016, Vatikan mulai menunjukkan keterbukaan terhadap kepemimpinan perempuan. Barbara Jatta dipercaya memimpin Museum Vatikan, diikuti oleh Suster Nathalie Becquart yang pada 2021 menjadi wanita pertama dengan hak suara dalam Sinode Uskup. Pada tahun yang sama, Suster Raffaella Petrini ditunjuk sebagai sekretaris jenderal Kegubernuran Vatikan, dan kemudian naik jabatan menjadi presiden lembaga tersebut.
Tak hanya dalam urusan internal Gereja, Paus Fransiskus juga aktif menyuarakan pendapatnya dalam isu-isu dunia. Ia dikenal vokal menyampaikan pandangan tentang konflik global, seperti menyerukan perdamaian untuk Rusia dan Ukraina, mengkritik perlakuan Israel terhadap Palestina, hingga menanggapi kebijakan imigrasi kontroversial di Amerika Serikat.
Keberanian dan kepeduliannya menjadikan beliau sosok pemimpin yang akan dikenang lama setelah kepergiannya.
Paus Fransiskus akan dikenang sebagai pemimpin pembaru yang mendorong keterbukaan di Vatikan, termasuk memberi ruang bagi perempuan dalam posisi strategis untuk pertama kalinya. Kepemimpinannya mencerminkan semangat inklusif dan keberanian dalam menghadapi tantangan, baik di dalam Gereja maupun di dunia internasional.
Menurut Kawan GNFI, seperti apa sosok Paus yang dibutuhkan dunia saat ini?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News