Papua Barat terbentuk dari beragam suku dengan bahasa, budaya, dan tradisi masing-masing suku yang unik. Di antara lebih dari 250 suku yang ada, terdapat beberapa suku dalam ketegori terbesar.
Suku Moi termasuk dalam jajaran salah satu suku terbesar bersama beberapa suku lain, antara lain suku Arfak, suku Biak, suku Maybrat, dan suku Sentani.
Suku Moi merupakan salah satu kelompok suku yang mendiami daerah pesisir selatan Papua Barat, mereka terutama bermukim di sekitar wilayah Kabupaten Sorong dan sekitarnya.
Suku ini memegang kuat kearifan lokal untuk menjaga keseimbangan alam. Mereka terorganisir, memiliki struktur sosial yang kuat. Adat istiadat yang mereka anut, diwariskan turun-temurun.
Berikut sejarah asal-usul suku Moi yang menjadi penduduk asli kota Sorong, sistem sosial dan kehidupan mereka, serta budaya dan tradisi masyarakat suku ini.
Baca Juga: Adat Perkawinan Suku Moi Asli di Sayosa
Siapa Suku Moi? Mengenal Penduduk Asli Sorong, Papua Barat
Suku Moi yang dikenal saat ini, erat berkaitan dengan keberadaan Fun Mau. Sosok ini kelak di kemudian hari dikenal sebagai pendiri Kerajaan Sailolof, salah satu kerajaan yang mendiami wilayah Raja Ampat.
Berdasarkan cerita lisan yang beredar, fun Mau lahir dari telur baykole di kawasan Sungai Malyat. Fun Mau dibesarkan dengan asupan air tebu, itu sebabnya ia dinamai Ulbisi.
Dalam perjalanan hidupnya, ia kemudian diberi gelar fun Mo, yang memiliki arti "raja orang Moi" di Pulau Sabba. Kemudian, fun Mo menikah dengan Pinfun Libit, putri raja Waigeo. Pinfun Libit bersama kedua pembantunya, terdampar di dekat Sabba.
Fun Mo kemudian bergerak ke selatan Pulau Salawati. Tempat ini kemudian dikenal sebagai Sailolof. Keturunan fun Mo yang memerintah kerajaan Sailolof, meiliki hubungan perdagangan dengan Kesultanan Tidore.
Suku Moi dapat dibagi dalam beberapa subetnik, yakni Moi Legin, Moi Abun, Moi Karon, Moi Klabra, Moi Moraid, Moi Segin, dan Moi Maya. Suku dengan pencarian utama berkebun dan mengelola hutan ini, memiliki bahasa dan budaya yang khas. Sistem sosial dan tradisi suku ini erat dengan alam dan lingkungan sekitar mereka.
Suku Moi adalah masyarakat penjaga tradisi Egek, yakni tradisi menjaga dan merawat alam dengan filosofi mengambil secukupnya saja.
Pada mulanya suku ini mendiami kampung Maladofok, yakni sebuah kampung kuno yang berlokasi sekitar dua kilometer di barat Desa Malaumkarta, Distrik Makbon, Sorong, Papua Barat Daya.
Namun, setelah terjadi bencana alam, suku Moi mengungsi ke berbagai kawasan lainnya. Suku ini menyebar ke desa Malaumkarta, Suatolo, Sawatut, Malagufuk, dan Mibi yang tergabung dalam Malaumkarta Raya.
Baca Juga: Tradisi Egek, Kearifan Lokal Suku Moi Papua Berikan Alam Waktu Beristirahat
Sistem Sosial dan Kehidupan Masyarakat Suku Moi
Suku Moi terbagi dalam tiga golongan, yakni orang yang berpengetahuan dan memiliki pemahaman tentang filsafat, golongan yang pengetahuannya terbatas dan tidak mendalam, dan para wanita dalam masyarakat Moi.
Dalam kepemimpinan adat, suku ini terbagi dalam dua bagian, yakni tokoh adat dan pejabat adat. Tokoh adat yang disebut meliputi orang yang memiliki kekuatan gaib, pembicara atau orang yang menyampaikan pesan, orang yang memiliki pengetahuan tentang sejarah, dan orang
kaya yang terhormat.
Berikut tiga jenis kepemimpinan yang dikenal dalam masyarakat Papua berdasarkan penelitian Natasya Virginia Leuwol, dkk.
Kepemimpinan Berwibawa (Pria Berwibawa)
Kepemimpinan ini berdasarkan prestasi dan kekayaan budaya individu, misalnya jumlah
kain timur yang dimiliki perseorangan.
Lainnya, kemampuan dalam berargumen, keberanian dalam menyampaikan pendapat atau berdiplomasi, dan kerja sama antarwarga untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Demikian juga dengan sifat murah hati, diperlukan untuk menunjukkan seseorang peduli membantu orang lain tanpa menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kepemimpinan Chief atau Penghulu (Keondofian)
Kepemimpinan jenis ini bersifat warisan. Kedudukan atau jabatan diperoleh, dari pewarisan yang biasanya dilakukan dari keluarga atau marga yang sama.
Sumber kepemimpinan Ondoafi berdasarkan pada kaitan seseorang dengan asal-usul pemimpin, di mana seseorang yang berasal dari keturunan dewa atau alam yang dianggap sakral memungkinkan kepemimpinannya untuk tidak dibantah atau dilanggar.
Jika seseorang sakit atau meninggal sehingga tidak dapat memimpin, kepemimpinan diwariskan kepada anak laki-laki tertua yang memenuhi syarat, yakni memiliki sifat kepemimpinan yang baik dan pengetahuan yang lengkap tentang adat-istiadat setempat.
Jika anak tersebut tidak memenuhi syarat, maka jabatan dialihkan kepada salah seorang saudara laki-laki yang memenuhi syarat tersebut.
Namun apabila calon pemimpin belum mampu menunaikan tugas atau masih kecil, maka tugas diberikan kepada saudara ondafi sampai anak tersebut siap dan cukup dewasa untuk memimpin.
Kepemimpinan Campuran
Kepemimpinan ini adalah kombinasi kedua model kepemimpinan sebelumnya. Seorang pemimpin akan mewariskan kedudukannya kepada anak laki-lakinya dalam situasi masyarakat yang tentram dan damai.
Jika terdapat masalah atau situasi berbahaya terjadi dalam masyarakat, maka orang yang dapat mengatasi dan menangani masalah tersebut, secara otomatis terpilih dan diakui sebagai pemimpin selanjutnya.
Baca Juga: Hari Masyarakat Adat Internasional: Mereka yang Menjaga Lingkungan Indonesia dengan Adat
Budaya dan Tradisi Suku Moi
Suku Moi memiliki budaya dan tradisi unik yang diwariskan turun-temurun. Terkait adat-istiadat di antaranya adalah prosesi pernikahan adat, pendidikan adat, serta sanksi dan hukum adat.
Dalam prosesi pernikahan, adat Suku Moi memiliki kemiripan dengan lima suku lainnya, yakni suku Maybrat, Sorong Selatan, Pegunungan Arfak, dan Bintuni.
“Dalam tatanan adat masyarakat Moi ada beberapa prosesi yang sebagian dapat diketahui oleh masyarakat, ada juga beberapa yang tidak boleh diketahui masyarakat, khususnya kaum perempuan," jelas Ketua Harian LMA Papua Barat Daya Franky Umpain sebagaimana dilansir Tribun Sorong.
Dalam prosesi pernikahan adat suku Moi yang boleh diketahui masyarakat umum, dilakukan dengan pembayaran mas kawin berupa kain tenun, terutama Kain Timor.
Upacara pembayaran mas kawin diperuntukkan bagi mempelai perempuan maupun orangtua perempuan. Namun acara pemberian mas kawin ini, dilakukan secara terpisah.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News