Dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam, Indonesia memiliki kekayaan budaya yang mampu menawarkan pendekatan alternatif berbasis kearifan lokal. Satu di antaranya adalah tradisi sasi lompa, sebuah sistem pengelolaan berbasis aturan adat yang telah lama diterapkan oleh masyarakat Negeri Haruku.
Secara administratif, Negeri Haruku berada di wilayah Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Di tengah tekanan besar terhadap sumber daya kelautan, tradisi sasi muncul sebagai contoh bagaimana kearifan lokal dapat berperan dalam menjaga kelestarian alam sekaligus menciptakan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Tak hanya itu, praktik tradisi sasi dapat berkontribusi pada kebijakan pengelolaan alam yang lebih berkelanjutan dan efektif di Indonesia.
Keunikan tradisi sasi terletak pada cara penerapannya yang melibatkan seluruh anggota masyarakat, mulai dari pengaturan waktu hingga wilayah yang diperbolehkan untuk menangkap ikan atau mengelola hutan.
Menuba Ikan, Tradisi Suku Dayak Tomun yang Menggunakan Racun Akar Tuba
Di Pulau Haruku, tradisi sasi lompa mengatur cara dan waktu penangkapan ikan lompa (Trisina baelama) yang hidup di perairan sekitar sungai Learisa dan laut Maluku.
Praktik ini memiliki dua jenis aturan yang berlaku, yaitu tradisi sasi laut dan tradisi sasi sungai. Setiap jenis tradisi sasi memiliki tujuannya masing-masing, tetapi keduanya saling melengkapi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan sungai.
Perbedaan Tradisi Sasi Laut dan Sasi Sungai
Pada saat ikan lompa berada di laut, masyarakat menerapkan tradisi sasi laut yang melarang penangkapan ikan di perairan laut bagian dalam.
Sementara itu, ketika ikan berada di sungai, tradisi sasi sungai diberlakukan. Hal ini melarang penggunaan jaring atau bahan kimia berbahaya untuk menangkap ikan.
Dalam tradisi ini, pengorbanan besar dilakukan oleh pemimpin adat atau Kewang yang memperlihatkan pentingnya tanggung jawab kolektif terhadap pelestarian alam. Pada saat tutup tradisi sasi, Kewang Darat dan Kewang Laut bertugas memasang tanda tradisi sasi.
Kayu yang digunakan sebagai tanda diambil secara mandiri, tanpa bantuan alat maupun orang lain, kemudian diseret langsung dari hutan atau pantai hingga ke lokasi pemancangan.
Proses yang berat ini dilakukan dengan penuh dedikasi, tanpa keluhan, sebagai bentuk komitmen menjaga keberlanjutan tradisi tradisi sasi.
Sasi lompa bukan hanya berfungsi sebagai aturan, tetapi juga sebagai sistem sosial yang memperlihatkan pentingnya partisipasi komunitas dalam pengelolaan alam.
Setiap pelanggaran terhadap aturan ini akan dihadapkan pada proses penyelesaian yang melibatkan musyawarah dan tanggung jawab bersama.
Mengintip Tradisi Tubo, Ketika Warga Grobogan Menangkap Ikan Bersama-sama Dua Tahun Sekali
Sistem peringatan yang ada memastikan bahwa setiap pelanggaran bisa diperbaiki tanpa mengabaikan prinsip keadilan sosial. Hal ini menjadikan tradisi sasi sebagai alat yang efektif dalam memperkuat kohesi sosial dan memastikan sumber daya alam dimanfaatkan secara bijak.
Makna Tradisi Sasi dalam Kehidupan
Lebih jauh lagi, sistem tradisi sasi menggambarkan bagaimana kebijakan lokal yang berbasis pada tradisi dapat menjadi model yang relevan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Di tengah banyaknya tantangan dalam pengelolaan sumber daya, seperti penangkapan ikan yang merusak, deforestasi, dan berkurangnya daya dukung ekosistem. Tradisi sasi menawarkan alternatif berbasis lokal yang dapat membantu pemerintah dan masyarakat menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Salah satu aspek penting dari tradisi sasi adalah adanya koordinasi yang baik antara lembaga adat dan pemerintah setempat, yang memastikan aturan adat tidak hanya dihormati tetapi juga diberdayakan dalam praktik pengelolaan sumber daya alam.
Tradisi sasi juga mencakup aspek sosial dan budaya. Dalam banyak kasus, praktik ini memiliki nilai religius yang kuat, yang menjadikannya lebih dari sekadar aturan untuk melindungi alam, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan serta antara sesama anggota masyarakat.
Misalnya, dalam tradisi sasi lompa, upacara penutupan dan pembukaan tradisi sasi menjadi momen penting yang tidak hanya melibatkan pengaturan penangkapan ikan. Namun, juga mengingatkan masyarakat akan pentingnya rasa syukur dan kerja sama dalam menjaga keberlanjutan kehidupan bersama.
Tradisi Sasi, Buat Kepulauan Maluku jadi Lumbung Ikan Nasional Sejak 2010
Local knowledge, seperti yang tercermin dalam praktik tradisi sasi, sangat penting dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumber daya alam.
Ketidakmampuan dalam mengadaptasi dan mengintegrasikan pengetahuan lokal dengan kebijakan modern dapat menyebabkan terabaikannya potensi pengelolaan yang lebih efektif.
Sistem ini, dengan peraturan yang telah ada sejak lama, mampu mengatur keberlanjutan sumber daya alam melalui kontrol dan pelaksanaan yang bersifat lokal. Dengan demikian, tradisi sasi merupakan contoh nyata bagaimana pengelolaan berbasis kearifan lokal dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News