Indonesia memiliki keragaman suku dengan keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas di setiap daerahnya. Sebuah kebanggaan, karena sampai saat ini banyak sekali warisan, tradisi, serta budaya dari leluhur yang masih terjaga dengan baik, dilestarikan oleh individu maupun suatu kelompok.
Salah satunya adalah tradisi yang ada di Kalimantan Tengah, suku Dayak Tomun, yakni Menuba Ikan. Ritual ini merupakan tradisi yang dilakukan dengan meracuni ikan menggunakan getah akar tuba. Tradisi ini sudah eksis sejak zaman dulu dan dipertahankan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Menuba berawal dari kata “tuba”, yaitu “akar racun”, yang bertujuan untuk mematikan atau membunuh ikan.
Masyarakat setempat biasanya menggelar menuba ikan saat musim kemarau panjang hingga berbulan-bulan lamanya. Di sisi lain, bukan hanya ritual meminta hujan turun, tetapi terkandung nilai dari kegiatan ini seperti menyambung tali silaturahmi, menjaga kebersamaan, serta bentuk gotong royong antar kelompok.
Terdapat aturan-aturan, norma, serta nilai pada pelaksanannya. Tidak boleh sembarangan memilih waktu dalam menuba ikan, karena harus mendapat izin terlebih dahulu dari kepala adat ketika akan melaksanakan tradisi. Tidak hanya itu, aturan lainnya adalah dilarang buang air besar, berbicara kotor, serta tidak boleh mencampur akar tuba dengan bahan kimia.
Sebelum melakukan menuba ikan, masyarakat terlebih dahulu mencari akar tuba di hutan. Bentuk akar yang panjang kemudian dicabut dan dibentuk secara melingkar supaya memudahkan saat akar ditumbuk. Akar tuba mempunyai racun yang berbahaya dapat menyebabkan kematian, sehingga harus berhati-hati.
Suku Dayak Tomun terlebih dahulu melakukan ritual kepada leluhur agar berkah alam yang diambil dapat terhindar dari bala. Kegiatan ini dipimpin oleh kepala suku pada saat pembacaan doa. Lalu, minuman khas suku Dayak wajib dialirkan ke sungai dan orang yang akan menuba harus menggigit besi atau pisau sebagai alat ritual.
Selanjutnya, akar tuba dipukul dan ditumbuk menggunakan kayu, getahnya diperas, lalu dimasukan ke dalam perahu yang berisi air hingga warnanya berubah menjadi putih susu. Setelah itu, tubanya ditumpahkan ke tengah sungai sambil menunggu ikan naik ke permukaan, perahu dibersihkan kembali supaya tidak ada sisa racun akar tuba yang menempel.
Dalam kurun waktu 20-30 menit, banyak ikan yang bermunculan karena ikan-ikan tersebut sudah mabuk akibat racun akar tuba. Kemudian, ikan akan ditangkap menggunakan tombak. Mereka bersama-sama memanen ikan secara gratis yang ada di sekitaran sungai.
Masyarakat percaya bahwa menuba menjadi tradisi memanggil hujan dan masyarakat mengisi kegiatannya dengan menangkap ikan. Biasanya suku Dayak akan menyelenggarakan ritual pada malam hari dan berharap esok hari akan turun hujan.
Ritual ini perlu dilaksanakan disetiap tahunnya, karena suku Dayak mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Meskipun turun hujan, intensitas air hanya sedikit dan hanya dalam kurun waktu singkat saja.
Suku Dayak Tomun memiliki ritual hingga upacara adat yang berkaitan dengan kehidupan. Mereka mengenal konsep menghormati para roh leluhur dan alam.
Adapun pandangan masyarakat terhadap dampak dari menuba ikan jika dilakukan secara berlebihan akan mengganggu ekosistem sungai. Racun dari akar tuba bersifat sementara nantinya terurai secara alami.
Namun, manfaat dari Manuba Ikan dengan turunnya air hujan dapat menyuburkan lahan pertanian serta membantu kebutuhan bahan pangan dalam keberlangsungan hidup. Fungsi lain dengan turunnya hujan dapat melarutkan racun akar tuba, sehingga tidak terlalu parah terkontaminasi. Air pun dapat jernih kembali.
Selain itu, hasil ikan yang ditangkap masyarakat dapat di konsumsi dan dijadikan kebutuhan pangan masyarakat desa untuk memenuhi kehidupannya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News