endang rohjiani aktivis lingkungan dari yogyakarta yang perjuangkan ekosistem sungai winongo - News | Good News From Indonesia 2025

Endang Rohjiani, Aktivis Lingkungan dari Yogyakarta yang Perjuangkan Ekosistem Sungai Winongo

Endang Rohjiani, Aktivis Lingkungan dari Yogyakarta yang Perjuangkan Ekosistem Sungai Winongo
images info

Yogyakarta tidak pernah kehabisan orang yang peduli; peduli terhadap lingkungan, sosial, hingga kebudayaan. Menariknya, kepedulian itu datang dari ibu rumah tangga (IRT) yang menginisiasi dan memulai perjuangan, advokasi, hingga gerakan aksi nyata. Misalnya saja Suswaningsih dan Endang Rohjiani.

Jika Suswaningsih berjuang di Kabupaten Gunungkidul, Endang Rohjiani banyak melakukan advokasi lingkungan di Kota Yogyakarta. Jika Suswaningsih berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan tandus, Endang Rohjiani lebih berfokus pada advokasi sumber daya perairan, utamanya di aliran sungai.

Endang Rohjiani, dalam akun Instagramnya, @endang_winongo, menganut prinsip yang unik; "Jadilah air jangan jadi batu."

Sosok Suswaningsih, PNS yang Berjuang Hidupkan Lahan Tandus di Gunungkidul

Endang Rohjiani dan Kepeduliannya terhadap Sungai Telah Mengalir Selama 15 Tahun

Gerakan sosial di bidang lingkungan telah dilakukan Endang Rohjiani (52) setidaknya sejak 16 tahun lalu. Akan tetapi, sebenarnya keresahannya mengenai kondisi sungai di Yogyakarta jauh sebelum itu.

Ia sadar, sungai di daerahnya banyak mengalami perubahan baik secara kualitas maupun kuantitas sejak awal 2000-an.

Baru pada 2009, gerakan kolektif yang fokus pada ekosistem sungai terbentuk, setelah pemerintah menggalakkan program sungai sebagai etalase kota. Dari program tersebut, pemerintah akhirnya memfasilitasi pertemuan antarkelurahan di bawah Kecamatan Bumijo, Kota Yogyakarta untuk bersama-sama membereskan masalah sungai.

Sandiah Alias Ibu Kasur, Sang Maestro Lagu Anak Indonesia yang Melegenda

Salah satu hasil dari pertemuan itu adalah terbentuknya Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA). Forum ini dibentuk sebagai wadah bagi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Winongo Yogyakarta dalam berkomunikasi dan berdiskusi masalah lingkungan.

Sejak awal dibentuk, Endang Rohjiani dipercaya memimpin dan menjadi ketua forum ini, hingga sekarang.

Pada 2011 – 2015, Endang Rohjiani menjadi koordinator FKWA Kota Yogyakarta. Kemudian, pada 2016 hingga sekarang, ia memimpin FKWA tingkat Provinsi DIY, yang juga membawahi Sleman dan Bantul.

Mak Normah, Maestro Kepulauan Riau yang Gigih Mewariskan Kesenian Mak Yong

Kondisi Air di Yogyakarta

Sebagai informasi, Sungai Winongo ini melintasi tiga kawasan: berhulu di Kabupaten Sleman, melewati Kota Yogyakarta, dan bermuara di Kabupaten Bantul. Ketiga wilayah itu saling berkaitan.

Oleh karena itu, pengelolaan masalah sampah yang mencemari sungai tidak dapat hanya dilakukan di Kota Yogyakarta. Sebab, sampah-sampah tersebut biasanya juga mendapat kiriman dari kawasan hulu.

Kualitas air sungai di kawasan tersebut semakin menurun seiring banyaknya sampah yang terangkut melalui aliran sungai.

Tidak hanya dari segi kualitas sungai, pemetaan sumber mata air yang dilakukan pada 2013 lalu juga menunjukkan, kuantitas air di Daerah Istimewa Yogyakarta berkurang cukup drastis.

Misalnya, pada 2015 – 2016, FKWA menemukan bahwa mata air di wilayah perkotaan hilang hingga mencapai 80 persen.

Sementara itu, hasil pemetaan di hulu sungai pada 2016-2018 menunjukkan, 100 titik mata air hilang setiap tahunnya.

Hal ini lah yang turut melandasi masyarakat melakukan gerakan sosial lingkungan. Sebab, air telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Melihat Kualitas Air Lewat Metode Biotilik

Endang Rohjiani bersama dengan masyarakat melakukan ilmu sederhana untuk melihat bagaimana kualitas air di aliran sungai Winongo.

Mereka menggunakan metode biotilik, sebuah metode untuk melihat tingkat kesehatan ekosistem sungai lewat keberadaan biota tidak bertulang belakang.

Ada dua hewan yang kerap dijadikan sebagai patokan untuk melihat kualitas air, yakni cacing merah dan udang bersungut panjang.

Jika banyak cacing merah di sekitar sungai, tandanya kualitas sungai sedang buruk. Sementara itu, kehadiran udang bersungut panjang menandakan bahwa sungai memiliki kualitas yang cukup baik.

“Indikator ini ada dalam buku saku biotilik, jadi masyarakat bisa mandiri melihat kualitas airnya,” terang Endang, dikutip dari Magdalene.

Selain itu, Endang Rohjiani juga melakukan suaka ikan sebagai salah satu langkah untuk melakukan pemantauan kualitas air di hilir. Caranya ialah melihat ikan-ikan endemik, apakah mampu bertahan hidup atau tidak.

Jika ikan-ikan tersebut jarang ditemukan, artinya ada persoalan lingkungan.

Dalam pemantauan ini, seluruh lapisan masyarakat dilibatkan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

“Tapi sebelumnya, mereka diajak memetakan titik sampah yang paling banyak, sumbernya dari mana, ada enggak limbah yang enggak kekontrol,” imbuhnya.

Catatan Tentang Mooryati Soedibyo dan Kiprahnya di Dunia Perempuan Indonesia

Endang Rohjiani, Relawan Perempuan di Antara Banyaknya Laki-Laki

Menjadi ketua FKWA tingkat DI Yogyakarta, Endang membawahi puluhan relawan yang saat ini masih aktif. Sistemnya, tiap kabupetan/kota di DIY memiliki koordinator. Mereka mengoordinasi berdasarkan RT/RW.

“Kalau di Sleman dan Bantul, basisnya pedukuhan. Tiap pedukuhan ada seorang ketua komunitas,” tambahnya.

Dari banyaknya anggota relawan, hanya Endang dan satu rekan perempuannya yang kerap mengikuti pertemuan atau diskusi. Sisanya, mayoritas adalah laki-laki.

Endang sangat meyayangkan minimnya keterlibatan perempuan dalam gerakan ini. Sebab, sebenarnya selama ini perempuanlah yang paling banyak menggunakan air.

Bahkan, perempuan pula yang paling rentan terdampak dari kontaminasi air.

Mengenal Wanita Paruh Baya yang Jadi Juru Masak Jenderal Soedirman, Beberkan Menu Favorit Sang Jenderal

“Kadang-kadang ya banyak ibu-ibu yang ikut, tergantung yang organisir juga. Mereka kalau diajak ya mau. Padahal ketika membicarakan air, pemakai terbanyaknya siapa? Perempuan,” tegasnya.

Meski demikian, Endang tidak lantas mendiskreditkan kehadiran laki-laki dalam forum tersebut. Selama laki-laki dapat mewakili perempuan, Endang tidak mempermasalahkan.

“Ketika bapak-bapak enggak mengarah ke sana, saya akan intervensi. Sebagai bagian dari yang mengedukasi, bagaimana pun juga suara perempuan harus ada, di dalam pengambilan keputusan,” tambahnya.

Kisah Inspiratif dari Shinta Kamdani, Pemimpin Perempuan Pertama di Apindo

Apa yang Dilakukan FKWA?

Lantas, apa saja yang telah dilakukan FKWA?

Agenda inti Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) adalah edukasi dan aksi nyata.

Mereka kerap melakukan bersih-bersih sungai. FKWA juga mengubah titik-titik sampah menjadi ruang terbuka hijau dan menanami sempadan sungai Winongo dengan pohon sengon.

FKWA juga membuat sekolah lingkungan yang bertujuan mengedukasi anak-anak serta masyarakat terkait lingkungan. Mereka bahkan menerbitkan buku saku biotilik yang dapat dijadikan panduan oleh masyarakat untuk mengenali kualitas lingkungan.

Selain itu, FKWA berhasil mendorong pemerintah untuk melakukan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal. IPAL Komunal ini dapat digunakan secara bersama-sama oleh sekelompok rumah tangga sehingga pengelolaan air limbah domestik dilakukan secara terpusat sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. 

Bagaimana Kontribusi Indonesia dalam Pemberdayaan Perempuan di Dunia?

Referensi:

https://magdalene.co/story/profil-ketua-fkwa-endang-rohjiani/

https://cakram.net/2022/12/endang-rohjiani-kisah-pejuang-lingkungan-dan-kepedulian-keluarga/4/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aslamatur Rizqiyah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aslamatur Rizqiyah.

AR
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.