Fast beauty adalah fenomena yang terjadi di industri kosmetik beberapa tahun belakangan, di mana produsen berlomba-lomba menghasilkan dan memasarkan produk secara besar-besaran untuk mengimbangi permintaan pasar yang kian mengalami peningkatan.
Tak heran, sebab produk kecantikan saat ini telah menjadi kebutuhan primer khususnya bagi kaum hawa. Pengaruh tren kecantikan yang sedang viral pun turut andil dalam fenomena fast beauty yang kemudian menggiring para konsumennya ke dalam perilaku impulsive buying.
Baca Juga: Tren Fast Beauty Kian Menjajal Pasar Indonesia, Inovasi?
Impulsive buying sendiri adalah istilah yang merujuk pada perilaku membeli produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan umumnya didorong oleh berbagai faktor, salah satunya takut ketinggalan tren yang sedang viral atau FOMO (Fear of Missing Out).
Kawan GNFI mungkin masih ingat beberapa produk skincare yang pernah viral di tahun 2020-an. Akibat promosi yang masif dari beauty influencer di berbagai platform media sosial dengan narasi yang positif, nyatanya terbukti mampu memikat para beauty enthusiast untuk membeli dan mencobanya. Terlepas dari cocok atau tidaknya kandungan bahan yang terdapat dalam produk tersebut dengan kondisi kulit wajah mereka masing-masing.
Namun, tak selamanya perilaku FOMO terhadap skincare yang sedang viral memberikan dampak buruk bagi konsumennya. Tak sedikit yang mencicipi produk skincare viral di atas dan cocok dengan formulasinya.
Tentunya ini menjadi angin segar bagi para produsen yang produknya viral, sebab keuntungan yang mereka peroleh turut mengalami peningkatan dengan adanya repeat order dari konsumen yang puas dan cocok dengan produk mereka.
Hal ini pula yang akhirnya mendorong para produsen untuk memproduksi lebih banyak produk dalam waktu yang terbilang singkat atau yang kita kenal di awal sebagai cikal bakal fast beauty.
Pertumbuhan Pesat Industri Kosmetik di Indonesia
Diwartakan oleh Portal Informasi Indonesia, industri kosmetik di indonesia tercatat mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam rentang waktu 2021 hingga 2023, yaitu dari 819 menjadi 1.010 perusahaan yang memproduksi kosmetik dan skincare.
Tak hanya itu, industri kosmetik di Indonesia nyatanya mampu menyumbang 6,8% Produk Domestik Bruto per tahun 2020 hingga 2023.
Penjualan produk skincare dan kosmetik nasional melalui platform e-commerce rupanya turut mengalami peningkatan di tahun 2018 hingga 2022, dengan nilai transaksi sebesar Rp13.287,4 triliun.
Hal tersebut menjadikan produk skincare dan kosmetik berada pada peringkat ketiga penjualan paling laris di pasar perdagangan elektronik dengan berbagai platform.
Seiring berjalannya waktu, banyak produk kosmetik dan skincare lokal yang mulai memasuki pasar ekspor dengan negara tujuan meliputi Malaysia, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, serta Vietnam di wilayah ASEAN. Dikutip dari Portal Informasi Indonesia (20/2/24), nilai ekspor industri kosmetik nasional pada 2022 mencapai 626,03 juta USD.
Pemerintah juga sedang gencar mengupayakan ekspor produk kosmetik dan skincare lokal ke negara lain di Eropa dan Timur Tengah melalui pameran kosmetik internasional. BLP Beauty menjadi salah satu brand kecantikan lokal yang dipilih oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk mengikuti acara peragaan busana sekaligus mempromosikan produknya di L’Adresse Showroom Paris Fashion Week 2023.
Adapun brand kecantikan lokal lainnya yang berhasil gointernational meliputi Make Over, Luxcrime, ESQA, Avoskin, serta Wardah.
Dampak Negatif Fast Beauty bagi Lingkungan
Fast beauty di mata para pelaku bisnis tentunya terlihat menggiurkan dengan angka-angka keuntungan yang menjanjikan seperti yang disebutkan sebelumnya. Namun, fast beauty di mata pegiat lingkungan mungkin akan terlihat seperti mimpi buruk.
Mengingat semakin banyak produk kecantikan yang dihasilkan dalam waktu yang singkat, maka akan semakin menggunung pula sampah yang dihasilkan dari kemasan produk tersebut.
Produk kecantikan termasuk skincare umumnya menggunakan kemasan berbahan kaca, kardus, dan plastik yang sulit terurai di alam. Paling tidak, sebanyak 120 miliar kemasan produk kecantikan diproduksi secara global setiap tahunnya dan 50% bahan bakunya terbuat dari plastik.
Namun, setidaknya hanya 9% dari total plastik kemasan tersebut yang mampu dikelola dengan baik. Sementara sisanya hanya berakhir di tempat pembuangan sampah, bahkan turut berkontribusi mencemari lautan.
Jumlah timbunan sampah di Indonesia menurut data SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan per tahun 2023 mencapai lebih dari 40 juta ton dengan komposisi 19,15%, di mana di antaranya merupakan sampah plastik.
Namun, nyatanya sebanyak lebih dari 15 juta ton timbulan sampah tersebut tidak terkelola dan berpotensi mencemari lingkungan.
Solusi bagi Timbulan Sampah Fast Beauty
Daur Ulang Sampah Kosmetik
Pengelolaan sampah yang bijak turut berkontribusi dalam menekan jumlah timbulan sampah yang menggunung di tempat pembuangan akhir.
Kawan GNFI bisa melakukan beberapa cara daur ulang sampah kosmetik seperti dengan mengubahnya (reuse)menjadi barang-barang bermanfaat, mengisi kembali (refill) dengan produk kosmetik lainnya, atau mengirimkannya ke penyedia jasa pengolahan limbah untuk didaur ulang (recycle) seperti Waste4Change dan Rekosistem.
Seperti yang dilakukan Sociolla, dikutip dari Kompas.com, perusahaan ritel yang menjual berbagai produk kosmetik tersebut berkolaborasi dengan Waste4Change dalam mendaur ulang sampah kosmetik termasuk produk skincare.
Terhitung selama periode Maret hingga Desember 2022, Sociolla dan Waste4Change mampu mengumpulkan sekaligus mendaur ulang 24,7 juta ton sampah kosmetik termasuk skincare dan produk kecantikan lainnya yang berasal dari Sociolla Recycle Station.
Baca Juga: 3 Ide Kreasi Ubah Sampah Skincare Jadi Barang Bermanfaat
Menerapkan Konsep Skin Minimalism
Skin minimalism adalah penggunaan produk skincare dengan rangkaian yang sederhana dan menggunakan produk seminimal mungkin.
Konsep skin minimalism juga erat kaitannya dengan konsep basic skincare routine yang hanya menggunakan produk-produk dasar yang dibutuhkan oleh kulit, yaitu pencuci wajah, pelembab, dan tabir surya.
Penerapan konsep skin minimalism yang hanya menggunakan sedikit produk bisa menjadi langkah awal kontribusi Kawan GNFI dalam menjaga lingkungan. Sebab secara tidak langsung Kawan GNFI telah mengurangi jumlah sampah kemasan yang ditimbulkan dari tren fast beauty dengan lebih bijak menggunakan produk skincare sesuai kebutuhan.
Baca Juga: Skin Minimalism, Langkah Nyata Mengurangi Sampah Skincare
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News